Hari Senin Februari 2019 itu, kami upacara bendera seperti biasanya. Di akhir upacara, kepala sekolah menyampaikan kabar kepada anak siswanya.

Wajahnya terlihat bangga dan senang. Beliau mengabarkan bahwa sekolah kami meraih akreditasi A sambil memperlihatkan piagam dan surat peresmian di genggaman tangannya.

Semua siswa yang ada di situ bertepuk tangan dan dan bersorak. Tentu saja aku sebagai siswa sangat bangga karena sekolahku terakreditasi A .

Tapi, di satu sisi aku sedih karena sekolahku sebenarnya belum memiliki perpustakaan yang layak.  Padahal, sekolahku memiliki dua bangunan yang megah. Satu bangunan berlantai 3, satu lantai punya 4 kelas, memiliki 12 toilet, memiliki lapangan sepak bola, basket, bulutangkis, memiliki ruang tata usaha, memiliki masjid, memiliki ruang laboratorium, ruang guru dan kepala sekolah yang menggunakan AC.

Saat aku pulang dari sekolah, di rumah aku memberitahukan bundaku jika sekolahku terakredikasi A. Kemudian, aku ditanya oleh bundaku apakah sekolahku sudah memiliki perpustakaan. Bundaku sangat terkejut saat aku mengabarkan kalau sekolahku tidak punya perpustakaan.

Bundaku pun agak sedikit ragu sekolahku bisa terakreditasi A. Bundaku berkata, saat bersekolah dulu bundaku dan teman-temannya saat istirahat sering pergi ke perpustakaan hanya untuk sekadar membaca buku komik, cerpen, atau mencari jawaban pekerjaan rumah di perpustakaan.

Aku ingat, sekarang justru guru menyuruh muridnya searching di Google saat tidak bisa menjawab pertanyaan siswanya. Lagi pula seperti tak ada gunanya menyediakan perpustakaan pada anak zaman sekarang.  Jangankan saat istirahat, saat gurunya tidak masuk saja, semua siswa pada main handphone, main game, selfie, dan bikin status WA.

Jangankan rajin membaca buku, bahkan ada temanku yang bolos sekolah hanya untuk main di warnet. Beda dengan zaman ayahku. Kata ayahku, waktu ayah masih sekolah anak SMP saja sudah banyak yang jago bikin puisi dan cerpen.

Sungguh memprihatinkan generasi milenial zaman sekarang. Mereka hanya dijejelin game dan imajinasi mereka tidak seluas anak anak zaman dulu. Ini semua karena kurangnya anak-anak sekarang membaca. Seperti di sekolahku yang belum memiliki perpustakaan.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama