Sang ratu sedang menguras keringat untuk melahirkan pewaris takhta yang ternyata dilahirkan di waktu senja. Waktu yang sebenarnya banyak dipercaya orang saat keramat untuk melahirkan jabang bayi. Roh jahat berkeliaran di saat itu dan bisa saja merasuki tubuh anak yang baru lahir dan memengaruhi kepribadiannya saat tumbuh dewasa.
Sang ratu menjerit setiap detiknya seakan semakin menggema di telinga Raja Ghaozon hingga memekakkan telinga dan menembus ke lubuk hatinya yang terdalam. Saking gelisahnya sempat terlintas di benak raja untuk melompat dari atas balkon kamarnya dan bisa saja membuatnya terjatuh dan terjun bebas ke bawah. Untunglah setelah itu, sang raja mendengar deraian tangis dan jeritan buah hatinya. Wajah Raja Ghaozon mendadak berubah semringah.  
Raja Ghaozon segera meneguk kopinya dan langsung mendobrak paksa pintu kamar yang sebenarnya tidak terkunci tetapi agak macet untuk dibuka. Ia masuk ke dalam kamarnya sambil membawa secangkir kopi yang masih panas hingga air kopi itu menetes di telapak tangannya dan lantai kamarnya. Sebelumnya ia minum untuk mengalihkan pikirannya dari kemungkinan buruk yang bisa saja menimpa sang ratu.
Sang perdana menteri pun turut berlari menyusul sang raja yang hampir tersandung kakinya karena terlalu tergesa-gesa. “Tenanglah yang mulia, jangan terburu-buru! Ratu telah melahirkan seorang bayi laki-laki yang sehat, berat badanya normal”
Raja Ghaozon menahan kakinya. Dokter istana yang mengurus proses persalinan sang ratu berusaha menenangkan raja dengan memberitahukan keadaan si jabang bayi dengan sopan, meskipun ia sendiri kesulitan menyembunyikan perasaan bahagianya. Ia merasa terhormat berhasil mengurus persalinan sang ratu. Sambil menyapu keringat di dahinya ia merasa lega setelah kelelahan mengurus persalinan sang ratu sepanjang hari.
Raja Ghaozon memeriksa seluruh sudut tempat tidurnya. Mencoba memastikan apakah istrinya baik-baik saja. Ia mendapati sang ratu mulai menarik napas lega di bawah cahaya langit senja yang masuk lewat jendela kamarnya.
Jeritan sang ratu pun mulai berhenti, sebelah tangannya tersulur lemas dari tempat tidurnya sampai ke lantai. Di sebelahnya, dokter istana baru saja meletakkan seluruh peralatan canggihnya di atas meja. Kini dokter istana itu sedang memeriksa kesehatan jabang bayi yang masih merah sambil mengayun-ayunkannya perlahan-lahan kemudian merebahkan tubuh bayi di sebelah tubuh sang ratu. Ia memeriksa kesehatan bayi itu dengan semua peralatan canggihnya.
Suasana di kamar raja dan ratu tiba-tiba terasa hangat. Dokter istana itu terkejut. Ia takjub melihat keanehan atau mungkin keajaiban lantaran mendapati pangeran yang baru dilahirkan dari rahim ibunya itu seakan menggengam bayangan busur dan panah berapi menyala-nyala yang entah darimana asalnya. Busur dan panah berapi yang digenggam pangeran kecil itu terlihat bercahaya disinari oleh langit senja.
“Hari ini pasti adalah hari paling membahagiakan dalam hidup Anda yang mulia. Anda adalah seorang ibu sekarang. Anda melahirkan seorang pangeran kecil yang sehat. Ia mengenggam sebuah busur dan panah berapi saat baru dilahirkan. Kelak dia pasti akan tumbuh menjadi seorang kesatria yang hebat!” dokter istana meracau kepada sang ratu karena udara dingin membuat giginya ngilu dan sulit berbicara. Sambil membersihkan kacamatanya yang agak berdebu.
Sang ratu kegirangan. Meski ia terengah-engah berusaha menahan tawa bahagianya setelah hampir seharian kelelahan menantikan kelahiran anaknya. Ratu selalu mengkonsumsi wortel selama masa kehamilannya, persis seperti seekor kelinci. Bagi ratu, wortel dapat membuat tubuhnya yang merasa lebih bertenaga selama proses persalinan. Namun ternyata ratu melahirkan anaknya secara prematur. Ratu mengandung dan melahirkan anaknya selama tujuh bulan. Ajaibnya anaknya tetap terlahir sehat.
Sebelum melahirkan, beberapa hari lalu ratu pernah bertemu dengan seorang petapa siluman api, laki-laki tua yang sangat dekil. Petapa itu menemuinya di suatu tempat di lingkungan istana ini. Tentu saja ratu mengusir petapa itu karena merasa petapa itu hanya membuang buang waktunya, bahkan ratu hampir meludahinya.
Padahal petapa itu hendak memberikan nasihat pada ratu, namun tentu saja sangat tak sopan menyusup ke istana tanpa izin. Untung saja petapa itu tidak dihukum mati karena ratu masih memiliki sedikit kesabaran. Ratu memiliki sedikit kesombongan di dalam hatinya karena kecantikan dan kekuasaan yang ia miliki. Ratu bahkan dijuluki aphrodite atau ratu kecantikan. Ia merasa dirinya adalah wanita sempurna yang lebih hebat dari siapapun di kerajaan ini. Ratu bahkan pernah merasa jijik ketika berada di dekat anak-anak berkebutuhan khusus karena mengganggap anak-anak itu dilahirkan dengan tidak berguna dan hanya menjadi beban hidup orang tuanya.
Belum lagi banyak anak dengan berbagai kelainan seringkali mengganggu dengan suara berisik dan emosinya yang sulit dikendalikan. Ini membuatnya semakin merasa terganggu setiap kali ke suatu tempat, terutama di dalam pesawat. Ratu selalu kesulitan mengatur anak berkebutuhan khusus yang terkadang sukar diberi pemahaman dan tak mau mendengarkan perkataan orang lain. Karena merasa dirinya adalah ratu dan sudah sepantasnya mendapatkan pewaris takhta yang sempurna fisik maupun mentalnya untuk memimpin kerajaan ini di masa depan.
Padahal di dunia ini tak ada anak yang dilahirkan sempurna, meskipun setiap anak yang dilahirkan di dunia memiliki kekurangan, mereka pasti juga memiliki kelebihan yang tidak dimiliki anak-anak lain. Lagipula belum tentu anak ratu nanti akan dilahirkan sempurna seperti keinginannya. Memiliki anak yang terlahir sempurna adalah keinginan setiap orang tua, namun terkadang takdir berkata lain.
“Kau adalah siluman harimau, harimau harusnya makan daging bukan sayuran, jangan terlalu banyak makan wortel. Wortel tidak terlalu sehat untuk bayimu, jangan berharap memiliki anak yang sempurna. Sebagai calon ibu kau seharusnya bisa lebih berpikiran terbuka dan lebih dewasa.” Itulah nasihat singkat yang diungkapkan petapa itu sebelum menghilang dari hadapan ratu.
Ratu dibuat penasaran sekaligus ketakutan dengan perkataan pria api misterius itu yang tiba-tiba menghilang. Namun karena menganggapnya mimpi, ratu berusaha mengacuhkan nasihat petapa itu. Yang jelas sayuran berpestisida seperti wortel memang seringkali menjadi penyebab anak mengalami berbagai kelainan.
Ratu berusaha melupakan semua kejadian itu dan kembali menatap anaknya yang baru lahir. Ratu kini sudah lebih dewasa sebagai orang tua, bahkan jika anak ratu nanti memiliki kelainan yang tidak dimiliki anak lain, sebagai balasan dari kesombongannya pada anak-anak yang memiliki kelainan, ratu tetap akan menerima anaknya dengan berlapang dada.
Memang tidak mudah, tetapi kenyataannya tidak bisa dibantah. Meski si kecil berbeda dari anak lain seusianya. Dulu ratu menganggap aneh orang tua yang tetap setia menemani anaknya yang memiliki kelainan, kini ratu mulai memahami mengapa orang tua yang memiliki anak dengan kelainan itu tetap menyayangi anaknya. Ratu kini berkaca pada dirinya sendiri seperti apapun anaknya terlahir nanti rasanya sebagai seorang ibu, ratu tak bisa meninggalkan anaknya hanya karena anaknya tidak terlahir sesempurna yang ia inginkan. Anaknya tetap buah hati yang memerlukan kasih sayang dan dukungan penuh dari kedua orang tua, keluarga, maupun orang-orang di sekitarnya.
“Akhirnya kamu lahir juga, Nak! Kenapa kau lahir lama sekali!” suara Raja Ghaozon terengah-engah dengan nada agak membentak buah hatinya karena tak tahan memendam seluruh kebahagiaannya.
Perhatian raja tertuju pada bayi mungil merah yang sedang menangis saat tubuhnya direbahkan di atas semacam alat timbangan untuk memeriksa kesehatan. Bayi itu dibasuh dokter istana dengan handuk yang sudah direndam di dalam air hangat. Raja mengusap kepala sang bayi yang sedang dibasuh dengan handuk oleh dokter istana itu. Tangan sang raja masih basah dan dipenuhi air kopi yang tadi tumpah.
Sang perdana menteri berwajah gundah menatap tajam Raja Ghaozon yang mendekap tubuh kurus sang ratu dengan tetesan air mata bahagia. Setelah itu, raja mengangkat tinggi-tinggi kedua tangannya ke arah atap kamarnya yang dipenuhi lukisan keramik. Ia lalu duduk di lantai kamarnya dengan agak bersila. Ia hampir tidak percaya jika hari ini dirinya telah resmi menjadi seorang ayah.
Ratu mengulurkan tangannya yang kelelahan dan rasanya hampir lepas tertiup angin untuk mendapatkan anaknya. Dokter istana yang paham titah ratu kemudian meletakkan bayi yang masih merah ke pangkuan sang ratu sambil mencubit pipi bayi itu.
Raja Ghaozon pun tak tahu bagaimanakah cara membalas budi kepada dokter istana itu, sampai-sampai ia memeluk erat-erat dokter istana hingga si dokter sedikit kesulitan untuk bernapas. Raja lalu mengizinkan dokter istana keluar dari kamarnya untuk istirahat.
Belum sempat raja menghela napas, mendadak sang ratu menjerit kesakitan untuk yang kedua kalinya sambil memegangi perutnya erat-erat. Kedua tangannya bergemetar hebat. Kali ini sedikit lebih keras dari jeritan pertama hingga membuat dokter istana yang tadinya ingin keluar dari kamar raja kembali masuk ke dalam. Tergesa-gesa si dokter mengeluarkan kembali seluruh peralatan kedokteran canggihnya dari dalam tas. Dokter tak menyangka peralatannya ternyata tak bisa mendeteksi masih ada yang tertinggal di rahim sang ratu.
Sang ratu memanggil Raja Ghaozon dengan lirih dengan suara terbata-bata. Suaranya agak melemah dengan napas yang agak menipis. Sang raja lalu mengulurkan kedua tangannya, mulutnya menganga mendekati ratu yang bernapas dengan amat berat.
Dua puluh dua menit lebih setelah bayi pertama dilahirkan, sang ratu melahirkan lagi bayi kedua yang mengeluarkan jeritan pertama di dunia dengan wajahnya yang lebih merah daripada kakak kembarnya. Bayi kedua itu berjenis kelamin perempuan.
“Cantik sekali kau sayang, dia dan kakaknya mirip sekali dengan ratu!” dokter istana berteriak histeris.
Jika kakak laki-lakinya membawa sebuah bayangan busur dan panah berapi dari rahim ibunya saat dilahirkan ke dunia dan membuat kamar raja dan ratu terasa hangat, saat bayi perempuan itu dilahirkan, sesuatu yang bertolak-belakang terjadi. Suasana kamar raja dan ratu terasa lebih sejuk karena bayi perempuan itu seperti menggengam sebuah keris bergagang es dan bermata embun salju.
Meskipun anak kembar, keduanya ibarat dua potongan cermin yang berseberangan dan saling melengkapi satu-sama lain. Satu lagi perbedaannya, kakak kembar laki-laki memiliki telinga normal seperti sang raja, tetapi anak perempuan itu memiliki telinga yang runcing ke atas seperti telinga sang ratu yang terlihat mirip telinga elf peri.
“Anak-anakku yang kembar, wajah keduanya hampir tak bisa dibedakan sama-sekali. Wajah yang sangat mirip dengan wajahku. Selama berabad abad kerajaan ini berdiri, belum pernah ada pewaris takhta yang terlahir kembar, apalagi terlahir kembar berbeda jenis kelamin. Sungguh, kehadiran kedua malaikat kecil itu adalah hadiah ulang tahun terbesar di usiaku yang ke-55 tahun,” gumam sang ratu yang memangku anak perempuan itu di atas pahanya. Ia membersihkan pipi anak perempuannya yang masih basah dan dipenuhi air mata dengan sapu tangan di kantungnya. Sedangkan si anak laki-laki masih di pangkuan sang raja yang kemudian mulai mengenakannya sebuah pakaian kaftan.
Raja langsung mengambil semua bayangan keris dan panah yang dibawa kedua anak kembarnya ketika lahir di dunia ini ke dalam peti dan menjadikannya benda pusaka kerajaan. “Wajah mereka seperti saling mencerminkan satu sama-lain. Mereka adalah anak kembar yang akan melengkapi satu-sama lain dan tak akan pernah terpisah di dunia ini selamanya. Aku beri nama Hasyi untuk yang laki-laki dan Hasya untuk yang perempuan. Aku tak akan melepaskan pelukan tanganku untuk mereka berdua,” ujar Raja Ghaozon.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama