Raja Ghaozon membelokkan perhatiannya ke wajah perdana menteri yang terlihat sangat cemas. Perdana menteri berdiri di belakang raja sambil menghisap tembakaunya.

Memang, sang perdana menteri terlihat tidak sopan menghisap tembakau di kamar raja. Tapi raja biasanya mengizinkan perdana menteri mengisap tembakau di depannya karena sepertinya raja memaklumi perdana menterinya yang merasa kedinginan di musim salju seperti saat ini.

“Ada apa Grand Vezir Pasha Bey? Mengapa kau terus menekukkan wajahmu?” tanya sang raja kepada perdana menterinya yang tampak ingin mengatakan sesuatu, tetapi tertahan oleh keraguannya. Wajahnya bersungut-sungut. Pria itu berwajah serius dengan muka memanjang dan rambut yang mulai tipis ditutupi turban merahnya.

Grand Vezir Pasha Bey juga mengenakan mintan (rompi atau jaket pendek) sebagai pakaian luarnya, salvar atau celana panjang, kusak (selempang), kaftan (panjang jubah) dengan lapisan bulu dan sulaman. Ia juga mengenakan cizme atau sepatu bot yang memanjang hingga betis di kedua kakinya,

“Sebenarnya saya tidak ingin mengatakan ini Yang Mulia Ghaozon Bhirawa, mengingat anak kembarmu dilahirkan di waktu senja. Saya benar-benar tak ingin menyakiti hati paduka,” cetus perdana menteri dengan suara pelan dipenuhi keraguan sambil menatap raja dengan tajam.

Raja Ghaozon terdiam sejenak karena kebingungan dengan kata-kata perdana menterinya. Tapi tak lama setelah itu, raja tertawa terbahak-bahak di depan wajah perdana menterinya yang masih tampak murung.

“Anda tidak perlu khawatir Pasha Bey. Anda bisa mengatakan apa saja pada saya, saya janji saya tidak akan tersinggung sedikitpun.” Raja Ghaozon masih tertawa sambil menepuk pundak perdana menterinya yang masih memasang wajah cemas.

Sang perdana menteri menarik napasnya yang berat dan mulai mengatakan sesuatu.

“Saya hanya ingin mengingatkan paduka tentang ramalan yang dikatakan kakek buyut paduka Beyazit Bhirawa Sanca,“ karena gelisah perdana menteri itu mengeluarkan asap tembakau dari mulutnya agar ia bisa merasa lebih tenang dan berbicara dengan lebih jelas kepada sang raja.

“Ramalan itu berbunyi, ‘Suatu saat nanti keturunanku akan melahirkan dua anak kembar yang berbeda jenis kelamin di waktu senja, seperti yang kita ketahui anak yang lahir di waktu senja biasanya akan meninggal dengan cara tragis. Ada yang meninggal ketika ke hutan karena tersesat dan kelaparan atau meninggal ketika berenang di laut dan tenggelam. Dan anak laki-laki dari salah satu anak kembar itu kelak akan membawa kerajaan ini kepada zaman kehancurannya. Dalam ramalan itu anak laki-lakimu itu disebut-sebut sebagai sebuah analogi kelinci pembawa jam kehancuran,” perdana menteri itu mengakhiri kalimat yang ia kutip dari Raja Beyazit Bhirawa Sanca dengan sangat berat hati.

“Sebenarnya ramalan itu persis dengan kutukan Raja Mayasura yang masih memiliki dendam pada umat manusia yang telah menghancurkan kerajaan silumannya. Raja Mayasura mengatakan jika suatu saat nanti akan ada seorang pangeran yang memiliki adik kembar dari kerajaan Miggleland yang akan membawa dunia ini pada krisis pangan terparah sepanjang sejarah di mana banyak sapi-sapi betina yang tidak bisa melahirkan anak dan membuat populasi mahluk hidup yang masih memiliki darah manusia punah. Meskipun kita dan seluruh orang di kerajaan ini adalah manusia blasteran siluman, kita masih memiliki darah manusia. Jadi kita akan merasakan kutukan leluhur kita sendiri yaitu Raja Mayasura, Namun, ramalan itu tak akan terjadi jika rakyat manusia setengah siluman di masa mendatang tetap dapat hidup makmur di bawah kekuasaan kerajaan Miggleland,“ demikianlah kutukan Raja Mayasura sebelum menghembuskan napas terakhir. Kata-kata itu kini diulang Pasha Bey.

Tak ada yang bisa dilakukan Raja Mayasura yang saat itu sudah terdesak dalam peperangan untuk melawan umat manusia, selain memberikan kutukan dan sumpah serapah. Karena itulah banyak yang tidak mempercayai ramalan Raja Mayasura.

Sang perdana menteri sungguh waswas mengingatkan raja dengan ramalan yang dikatakan kakek buyut raja tentang masa depan anak laki-lakinya. Ia ragu raja akan percaya ramalan. Mana mungkin hanya karena ratu selalu memakan wortel selama masa kehamilan, anaknya bisa menjadi kelinci seperti yang dikatakan dalam ramalan.

Alasan mengapa kelinci dianalogikan harus membawa jam karena dalam suatu dongeng, kelinci dikalahkan oleh kura-kura dalam lomba lari. Kelinci terlalu meremehkan kura-kura dan tidak menghargai waktu karena ia merasa tubuhnya sudah lebih cepat untuk mengalahkan kura-kura dalam lomba lari. Hingga ia akhirnya dapat dikalahkan oleh kura-kura yang selalu menghargai waktu dan tidak meremehkan lawannya.

Karena merasa malu dengan kekalahannya, kelinci akhirnya sadar jika penyebab kekalahannya adalah kurangnya menghargai waktu. Kini kelinci menjadi sangat menghargai waktu dan berusaha tidak terlambat dalam hal apapun. Sahabat sejati si kelinci, yaitu kura-kura yang telah mengalahkannya dalam lomba lari, pun senang kelinci mulai menghargai waktu seperti dirinya. Maka, kura-kura pun memberikan si kelinci sebuah jam arloji agar sahabatnya lebih menghargai waktu dan untuk hadiah kenang-kenangan yang membuat sahabat sejatinya itu tidak merasa kesepian saat kura-kura tidak bersamanya.

Hingga kini kelinci hampir tak pernah memalingkan pandangan dari jam arloji pemberian kura-kura itu dari tangannya. Jam juga bisa bermakna sesuatu yang akan terjadi atau masa kehancuran yang akan terjadi.

Tapi nampaknya Raja Ghaozon sekali tidak menanggapi ramalan kakek buyutnya yang disampaikan sang perdana menteri.

“Aaah, tidak usah terlalu kau pikirkan Pasha Bey, mana mungkin anak-anakku yang lucu-lucu ini akan membawa kehancuran pada kerajaan kita,” sahut Raja Ghaozon dengan tawanya yang agak sombong. Ia menganggap semua ramalan kakek buyutnya hanyalah sebuah dongeng omong kosong.

Tanpa menghiraukan dan memikirkan terlalu jauh ramalan kakek buyutnya, sang raja kembali menciumi kedua anak kembarnya yang kini ada di pangkuan sang ratu.

***

Beberapa bulan sebelumnya, lantaran Raja Ghaozon khawatir tak memiliki penerus takhta setelah lima belas tahun lebih menikah dengan sang ratu, ia memutuskan untuk pergi menemui seorang petapa sekaligus penyihir siluman abadi bernama Lord Solomon Weishaupt. Si petapa menetap di sekitar pegunungan utara perbatasan Miggleland dengan benua Asia bagian timur. Pegunungan itu terbentang sampai perbatasan wilayah Alaska.

Namun, petapa itu tidak muncul setiap saat. Ia adalah seorang pencinta alam yang hanya dapat ditemui di musim salju. Raja menemui petapa itu dengan mengenakan pakaian rakyat biasa tanpa ditemani siapapun.

Petapa itu mengunakan jubah panjang yang menutupi seluruh wajah kecuali bagiam mata untuk menahan lebatnya salju di puncak gunung. Ia memiliki tombak terbuat dari api untuk berburu. Saat itu, tombak ia tancapkan di sisinya tepat di atas tumpukan salju.

Banyak yang menduga jika petapa itu adalah penjelmaan Raja Mayasura pertama dari kerajaan siluman Asura Patala, kerajaan yang sudah ditaklukan Miggleland, meskipun petapa itu sendiri membantahnya.

Raja Ghaozon berharap dapat memiliki bayi atas bantuan sang petapa. Ia terus memohon untuk melakukan segala daya upaya kepada sang petapa. Awalnya, petapa itu begeming karena khawatir sang raja tak akan sanggup dengan konsekuensinya.

Pada akhirnya, petapa itu mengalah, "Baiklah! Saya mungkin bisa meracik obat yang dapat membantu sang ratu melahirkan anak Anda yang mulia, meskipun peluangnya mungkin satu dibanding seratus ribu. Tapi Anda harus berjanji jika seandainya istri Anda dapat melahirkan, Anda harus menyayangi dan menerima kondisi anak Anda apa adanya tanpa mengeluhkan apapun yang akan dimilikinya karena saya meramalkan mungkin sejak dilahirkan salah satu dari kedua anak Anda akan memiliki kelainan dibandingkan anak-anak lain. Dia akan menyandang wikara. Dia akan mengalami wikara sama seperti saya, meskipun dia akan mengalami jenis wikara yang berbeda dengan saya," cetus petapa itu.

Tanpa berpikir panjang Raja Ghaozon langsung mengiyakan. Lagipula raja tidak melihat kelainan yang dimiliki petapa itu. Petapa itu terlihat memiliki fisik yang sempurna.

Pada masa Jawa Kuno penyakit termasuk dalam wikara. Artinya perubahan keadaan tubuh dan mental yang lebih buruk dari biasanya. Berdasarkan data prasasti abad ke-9 hingga 10 Masehi dan kesusastraan, Prasasti Wiharu II, 851 Saka atau 929 Masehi, ada bermacam-macam wikara. Wikara yang dimaksud petapa itu disebabkan kena kutukan yang dapat bersifat jasmani maupun rohani. Biasanya wikara terjadi pada anak yang dipercaya dilahirkan dengan ditunggangi roh-roh jahat.

“Satu hal lagi, saya dan Yang Mulia sama-sama siluman api. Saya sudah terlalu lama bertapa, saya tidak yakin akan hidup lebih lama lagi di dunia ini. Jika anak Anda lahir nanti, saya akan bersemayam di tubuh salah satu anak Anda. Salah satu dari kedua anak Anda nanti pasti juga akan terlahir menjadi siluman api seperti Anda. Saya akan selalu menuntun dan membimbing anak Anda nanti menuju jalan seperti yang saya tempuh,” tutur sang pertapa.

Sebenarnya raja agak ragu dengan syarat kedua yang diberikan petapa itu. Tetapi keinginan raja memiliki penerus takhta lebih besar daripada keraguan di hatinya.

"Anda harus merahasiakan semua ini untuk menjaga reputasi saya dengan baik," pinta Raja Ghaozon. Petapa itu pun membungkuk hormat lalu memberikan sang raja tiga jeruk limau dan menyuruhnya untuk membawa limau itu pulang ke kastil Herlingen.

"Selama tiga hari ke depan, sebelum sang ratu pergi  tidur, pastikan ia sudah mandi, cuci tangan secara menyeluruh, dan mengambil salah satu limau. Kemudian potonglah limau itu menjadi dua bagian, lalu peras untuk menjadi jus. Kemudian gosokkan sisa perasan limau tersebut pada perut dan paha serta tangannya secara merata," sang petapa memberikan petuahnya secara rinci. Setelah itu sebelum mohon diri, raja memberikan sebuah wortel emas pada sang petapa sebagai imbalan.

***

Kini, usia kedua anak kembar itu sudah hampir menginjak lima tahun.  Tapi kehidupan kedua anak itu tidak selalu berjalan dengan menyenangkan. Setidaknya bagi si anak perempuan, Hasya. Ia seringkali menangis karena kelakuan aneh yang selalu diperlihatkan saudara laki-lakinya.

Hasya tumbuh dan dapat berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya seperti anak normal pada umumnya. Akan tetapi, tidak dengan si anak laki-laki, Hasyi.

Hasyi memang sudah dapat berbicara layaknya anak balita seusianya bahkan ia sudah bisa membaca meskipun masih agak mengeja. Tetapi si anak laki-laki itu tidak akan pernah menanggapi siapapun yang mencoba mengajaknya berbicara, bahkan kepada orang tua dan saudara kembarnya, Hasya.

Hasyi seringkali lebih suka menyendiri di suatu tempat dan ia tidak terlalu suka saat berkumpul dengan anggota keluarga istana lainnya. Selain itu, ia juga sering berbicara sendiri, bahkan tertawa dan menangis tanpa sebab yang jelas. Jika dilihat pertama kali oleh orang lain yang tak mengenalnya ia memang terlihat seperti anak linglung yang tidak mengerti apapun.

Namun, Hasya tidak pernah menyerah memaksa saudara kembarnya untuk bermain bersamanya. Seperti biasa. Lagi dan lagi, Hasyi sama sekali tidak mempedulikan ajakan saudara kembarnya itu untuk bermain bersama. Justru ia lebih suka asyik sendiri berbicara dengan salah satu lukisan yang ada di aula istana.

Salah satu ruangan paling indah di istana ini adalah aula istana yang sudah ada sejak abad ke-18. Panel-panel kayu berlukiskan buah, bunga, binatang, dan berbagai macam orang-orang yang berjasa pada Kerajaan Miggleland menghiasi dinding dan langit-langit.

“Kakek, kenapa kakek dari kemarin tidak ganti baju?” tanya Hasyi kebingungan kepada salah satu lukisan di aula istana yang tentu saja tak akan pernah menjawab pertanyaannya.

“Kakak Hasyi, ayo main sama aku Kak! Jangan ngomong sendiri terus Kak! ” jerit Hasya khawatir kepada saudara kembar laki-lakinya yang sama sekali tak mempedulikan, apalagi mau menoleh ke arahnya.

“AYO KAK  HASYI! AYO KAK!” bentak Hasya sambil menarik-narik pakaian kaftan kerajaan, berlengan panjang selutut, tanpa kerah, dan celana panjang yang dikenakan Hasyi. Hingga membuat pakaian yang dikenakan Hasyi hampir sobek. Hasyi terjatuh ke lantai aula istana yang sangat keras.

Hasyi menangis sekejap karena kesakitan. Lantai di aula istana itu terbuat dari batu-batu alam yang padat dan keras. Tapi itu semua tidak membuat Hasyi mempedulikan ajakan saudara perempuannya untuk bermain bersama. Bahkan Hasyi tak mau menoleh sedikitpun ke arah saudara kembar perempuannya dan tetap bergumam mengatakan sesuatu yang ada di pikiran dan hatinya sendiri kepada semua lukisan yang ada di aula istana.

Hanya sekali dalam hidupnya, Hasyi yang biasa menyendiri itu mau menanggapi dan berbicara cukup lama dengan saudara kembar perempuannya. Itu pun dengan kepala yang melengos ke mana-mana dan mata yang melirik ke samping.

Mereka berdua berulang tahun di hari yang sama. Tentu saja karena keduanya juga lahir di hari yang sama. Di hari ulang tahun mereka, Hasyi pernah memberikan Hasya sebuah bunga untuk hadiah ulang tahun yang keempat.

Hasyi sebenarnya adalah anak yang sangat agresif dan terkadang pemarah, terutama jika saudara kembarnya terlihat dalam bahaya ataupun tidak bahagia. Di hari ulang tahun Hasya, kakak sepupu perempuan Hasyi dan Hasya, yaitu Azra, mendatangi untuk mengajak Hasya bermain boneka karena mereka sama-sama anak perempuan. Namun Hasyi melarang Hasya untuk bermain boneka bersama Azra karena saat itu Azra terlihat mengubah matanya menjadi mata kancing seperti boneka yang menakutkan.

Hasyi yakin jika Azra yang mengajak Hasya bermain boneka bukan Azra kakak sepupu perempuan mereka yang asli dan Azra yang memiliki mata kancing telah menculik Azra yang asli dan juga akan menculik Hasya. Padahal, Azra yang sedang bermain bersama mereka memang Azra yang asli karena Azra memang memiliki kemampuan untuk mengubah matanya menjadi mata kancing seperti boneka saat sedang bermain boneka.

Hasyi pun memukuli Azra yang saat itu memakai mata kancing karena terlalu memaksa Hasya bermain bersamanya. Padahal Azra hanya bermaksud membuat Hasya bersenang-senang di hari ulang tahunnya. Hasyi sangat kesulitan mengendalikan emosinya hingga Hasyi berhenti ketika ibunya melerainya dan menyuruh Hasyi sebagai anak laki-laki tidak boleh kasar pada kakak sepupu perempuannya.

Setelah emosi Hasyi mulai membaik saat itulah Hasyi mau mulai berbicara pada Hasya. “Hasya kumohon ambillah bunga berlapis batu giok lemuria ini. Bunga ini menghasilkan oksigen gratis dan bisa membuatmu semakin cantik, awet muda, dan kebal dari segala macam penyakit. Di buku dongeng ini katanya jika kau menyayangi dan menyimpan baik-baik bunga yang kuberikan ini, selamanya kita berdua akan selalu hidup bahagia bersama dan tak akan ada yang dapat memisahkan kita.”

Hasya langsung tersenyum kala mendengar suara kakaknya. Ia melompat dan memeluk saudara laki-lakinya hingga Hasyi kesulitan bernapas. Hasya meletakkan bunga yang diberikan saudaranya itu di daun telinga dekat rambutnya. Meskipun Hasyi masih berbicara terbata-bata dengan mata yang melirik ke mana-mana dan tidak menatap langsung lawan bicaranya, di hari ulang tahunnya Hasya sudah cukup senang saudaranya saat itu mulai mau berbicara padanya.

Hasyi memang sangat jarang berbicara pada adiknya. Tetapi, Hasya tidak menyangka begitu sekali berbicara, kakaknya ternyata mengetahui lebih banyak hal daripada dirinya.

Entah dari mana Hasyi mendapatkan bunga berlapis batu giok lemuria yang memiliki kemampuan mengubah logam menjadi emas itu, yang ia berikan pada saudara kembarnya untuk hadiah ulang tahun. Lemuria merupakan zat yang biasa digunakan untuk mengurai logam menjadi bagian-bagian penyusunnya atau menjadi emas. Mungkin ada orang yang tidak sengaja melapiskan batu giok itu pada bunga.

***

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama