"Güçlü insanlar her zaman zeki insanlardan daha aşağıdır, ancak zeki insanlar her zaman hayal gücü olan insanlara kaybedeceklerdir çünkü hayal gücü olmadan zeki insanların tüm zekası işe yaramaz olacaktır...
Orang yang kuat selalu kalah dengan orang yang cerdas. Tapi orang yang cerdas akan selalu kalah dengan orang yang memiliki imajinasi. Karena tanpa imajinasi, semua kecerdasan tak akan ada gunanya..."
(Hasyi Ozgur Bhirawa Sanca IX)
Saat ini baru terbit fajar. Tapi dari arah garasi, Teo, mobil robot merah kesayangan ibuku, mulai merengek sambil membunyi-bunyikan klakson. Teo meminta penghuni rumah mengisi bensin untuknya.
Suara klakson Teo benar-benar mengganggu saat-saat terakhirku menikmati rumah lama kesayanganku ini. Empat hari lagi aku dan ibu akan pindah ke rumah ayah baruku.
Aku seringkali bersedih tanpa tahu penyebabnya seperti saat ini. Aku merasa keadaan rumah baik-baik saja dan tidak ada yang salah di dalam diriku, namun entah mengapa perasaanku hampa.
Aku memiliki keyakinan baru dalam hidupku hari ini, meskipun dunia ini terlihat sangat mengerikan. Aku yakin dunia ini tidak semengerikan yang aku lihat dan pasti ada sisi indahnya. Aku pasti akan menemukan orang baik di manapun aku berada.
Sambil mengusap mata, aku segera membuka jendala kamarku yang sangat besar dan mendapati taman rumahku yang cukup luas masih belum disinari matahari sedikitpun. Aku pun mencoba kembali tidur di ranjangku yang empuk sambil melirik sedikit kalender menghitung-hitung waktuku untuk pindah rumah.
Jendela kamarku menjulang dari lantai bawah hingga ke lantai atas kamar lotengku. Kaca jendelaku ini dikombinasikan dengan teralis. Bagian dalamnya dihiasi dengan tirai berbahan tebal yang menjuntai. Jendela yang terletak di lantai atas kamarku dilapisi dengan dua buah daun jendela dan bagian atasnya diberi atap kecil untuk menghalau sinar matahari dan air hujan.
Meskipun terkadang Teo menyebalkan seperti sekarang ini ketika dia merengek meminta bensin, ia tetap teman terbaikku yang selalu setia dan ceria menemani hari-hariku yang membosankan di rumah. Ibuku memang majikan yang memperlakukan pelayan robot dengan sangat baik.
Zaman sekarang hanya kaum bangsawan atau orang-orang sangat kaya yang masih menggunakan tenaga manusia sebagai pembantu rumah tangga. Tenaga kerja manusia sangat mahal harganya. Rakyat kelas menengah dan bawah beralih mempekerjakan robot sebagai pembantu rumah tangga.
Teo memiliki mata digital biru yang indah pada lampu sen di bagian depannya. Meskipun robot masih memiliki banyak kekurangan dalam bekerja dibandingkan manusia, orang-orang di kerajaan ini kebanyakan lebih memilih mempekerjakan robot sebagai pembantu rumah tangga daripada menggunakan tenaga manusia. Alasannya, robot dapat bekerja menjadi pembantu rumah tangga atau supir otomatis seperti Teo tanpa digaji sedikitpun.
Bahkan robot-robot itu tidak terlalu banyak membutuhkan bahan bakar karena sumber utama tenaga robot itu adalah bekas kekuatan siluman Asura yang sudah mati dan disegel di dalam dinamo mesin mereka. Robot digerakkan dengan menggunakan ilmu kekuatan pikiran yang disebut astraisme dengan nama pengguna ilmunya disebut astramist.
Astraisme atau yang biasa disebut astabrata berasal dari bahasa Miggleland klasik yang memiliki makna mencampur metal atau besi. Ini adalah ilmu yang menggabungkan unsur-unsur bahasa, filsafat, sejarah, kimia, astrologi, seni, semiotika, metalurgi, kedokteran, mistisisme, dan seni mengekstrak sari suatu benda untuk diambil khasiatnya. Astabrata melambangkan kepemimpinan ideal yang merupakan manifestasi delapan unsur alam, yaitu bumi, matahari, api, samudera, langit, angin, bulan, dan bintang.
Jika ada yang mengatakan tujuan astraisme adalah untuk pengobatan, awet muda, sihir atau mengubah timah menjadi emas atau menciptakan apapun sesuai keinginan astramist sendiri, maka semua itu benar, karena astraisme memiliki bermacam-macam khasiat. Tetapi penduduk Miggleland memanfaatkan astraisme untuk memindahkan atau mengekstrak sari kekuatan siluman Asura yang dimiliki sesorang yang sudah mati untuk diberikan kepada robot yang baru selesai diciptakan sebagai sumber tenaganya.
Orang-orang di Kerajaan Miggleland mendapatkan kekuatan astraisme dari batu giok lemuria. Sebuah zat raksa pelarut legendaris yang memiliki banyak khasiat, seperti bisa mengubah logam yang tidak mahal seperti timah menjadi emas. Entahlah aku bukanlah seorang astramist, aku mengatahui semua itu dari pelajaran astraisme di sekolahku.
Selain membuat benda ataupun mahluk hidup baru seperti robot dengan kecerdasan buatan dan batu giok lemuria, penduduk kerajaan Miggleland dapat menciptakan berbagai senapan jarak jauh dengan menerapkan ilmu astraisme.
Tak banyak orang yang memperlakukan pelayan robot sebagai keluarga seperti yang dilakukan oleh ibuku. Kebanyakan orang di kerajaan ini memperlakukan robot dengan kejam dan lebih buruk daripada memperlakukan hewan.
Mereka seringkali tak memberikan waktu istirahat sedikitpun pada pelayan robot. Bahkan tak jarang ada restoran yang tega menghancurkan tubuh robot pelayannya sampai berkarat atau mencairkan besi robot pekerjanya hanya karena robot itu terlambat mengantarkan pesanan makanan pada pelanggan.
Padahal robot dengan artificial intelligence atau kecerdasan buatan seperti Teo adalah simulasi dari kecerdasan yang dimiliki oleh manusia yang telah dimodelkan di dalam mesin. Ia diprogram agar bisa berpikir layaknya manusia dengan cara terus mempelajari kesalahan-kesalahan yang telah mereka lakukan sebelumnya.
Tentu saja mereka juga dapat memiliki perasaan seperti sedih, marah, dan gembira layaknya manusia sungguhan. Tapi, orang-orang yang lebih punya hati nurani justru sungguh kejam memperlakukan benda baru yang memiliki perasaan itu. Mereka bertindak lebih buruk kepada robot daripada memperlakukan hewan, meskipun si robot memang hanya barang buatan manusia.
Akhirnya karena merasa sangat terganggu dengan jeritan Teo, ibuku menuju garasi mobil dan lantas menghardik Teo.
“Sudahlah Teo! Ini masih terlalu pagi, bisakah setidaknya kau menunggu sampai matahari terbit?” bentak ibuku memukul-mukuli kaca spion Teo dengan sapunya.
“Huaaaaa, tapi aku lapar, benar-benar lapar. Perutku sakit sekali, aduh. Beri aku bensin!” pinta Teo menjerit kesakitan dengan suara klaksonnya yang semakin keras dan sangat mengganggu.
“Hasyi tolong bawalah Teo ke tempat isi bahan bakar terdekat, mungkin sudah ada yang buka saat ini, cepat!” teriak ibuku sambil mengosok matanya, memperburuk suasana hari baruku ini.
“Iya Bu sebentar, sabar ya!” jawabku berteriak membalas teriakan ibuku yang seakan berteriak tepat di depan telingaku. Aku mengerjap-ngerjapkan mata bulatku berusaha bangkit dari ranjangku yang empuk.
“Hasyi, tunggu!” Ibuku berlari menghampiriku, kemudian membungkuk dan mendekapku dengan paksa dan memakaikanku sebuah syal biru dan jaket berbulu. Ia khawatir aku akan kedinginan karena terkena udara pagi.
“Hasyi hati-hatilah di jalan, suatu saat nanti ibu mungkin tak bisa menemani dan melindungimu terus. Jangan berkelahi dengan temanmu lagi. Ibu tak bisa membayangkan ketika ibu tiada kau masih diganggu orang-orang di sekitarmu. Kau tak harus punya banyak teman, tetapi ibu berharap kau bisa menjadi teman dan orang yang baik. Kau mungkin selalu diganggu oleh orang-orang di sekitarmu karena kau berbeda, tapi kau harus belajar mengabaikan mereka. Terus maju dan menahan emosi marahmu pada mereka. Karena ibu percaya kau selalu lebih cerdas daripada orang-orang yang selalu menghinamu.” Ibuku mencium keningku dengan lembut.
“Ibu, apakah Ibu sebenarnya memang ibu kandungku?” tanyaku dengan nada manja dan suara serak karena aku sedang agak sesak napas.
“Ibu bosan sejak kecil kau terus menanyakan itu. Bercerminlah lihatlah wajahmu yang persis dengan wajah ibu. Kau pasti bisa menyimpulkanya sendiri! Wajahmu yang manis dan imut meskipun sudah remaja itu adalah juga wajah Ibu,” jawab ibuku dengan senyuman manisnya. Tangan lembutnya mengelus rambutku yang agak mengeluarkan uap panas.
Lantaran terlalu sering membaca buku dongeng, aku pernah berpikir jika ibuku adalah wanita siluman jahat yang sering menculik dan menyiksa anak-anak nakal yang tak mau belajar matematika dan tidak mau sikat gigi seperti diriku. Ketika ibuku mulai mencekik dan mengigit leherku saat aku nakal, tak jarang aku pernah berpikir untuk melarikan diri. Tetapi ketika aku semakin dewasa, aku mulai memahami jika ia memang ibu kandungku dan aku memang tinggal di dunia yang dipenuhi siluman.
Ibuku memang menakutkan, terutama jika sedang marah atau bosan. Akulah yang sering ia jahili untuk meredakan kebosanannya.
Terkadang ibuku tak percaya jika aku mengalami autisme karena ia menganggapku sangat cerdas, atau paling tidak dia menggangapku bisa secerdas anak-anak lain, meskipun aku tidak pernah merasa diriku cerdas sama sekali. Alasan mengapa aku bisa mengingat banyak hal termasuk hal-hal yang sebenarnya ingin aku lupakan karena setiap kali aku membaca atau melihat sesuatu yang baru, hal baru itu terhubung dan terasa memiliki kesamaan dengan ingatan lamaku.
Jika aku memejamkan mata, aku melihat ingatanku sangat jelas bahkan ada gambarannya seperti di televisi. Ini membuatku selalu kesulitan untuk tidur sejak kecil. Seakan semua ingatan itu adalah setiap adegan dalam film.
Dengan mata yang terasa berat aku membuka pintu rumah yang terbuat dari kayu ek besar menuju pintu garasi mobil Teo. Aku membawa Teo ke tempat isi bahan bakar terdekat dengan suara jeritan Teo yang terus mememakkan telingaku.
Pintu rumahku terbuat dari kayu ek berukuran besar yang terdiri atas dua daun pintu dengan bukaan ke samping. Pintu kayu rumahku ini memiliki ukiran berbentuk bunga di sekelilingnya dan juga melingkar pada bagian atasnya. Pintu ini juga dikombinasikan dengan kaca pada bagian atasnya.
Entah mengapa waktu terasa cepat berlalu. Begitu kami selesai mengisi bensin, matahari sudah melayang dan seperti tersenyum di atas langit. Meskipun aku tidak merasa matahari itu tersenyum padaku.
Teo adalah mobil robot yang bisa berjalan otomatis. Tetapi harus ada supir yang mengawasi dan sedikit memegang kendali dalam mengemudikanya secara manual untuk mengurangi peluang kecelakaan. Terkadang mobil robot seperti Teo tetap dapat membuat kesalahan.
Di bangku kemudi Teo, aku tidak tahan untuk tak melirik ke kanan dan ke kiri, meskipun ibuku selalu menyuruhku menatap lurus jalan raya saat mengemudi. Ibuku juga selalu mengingatkanku untuk mengemudi di lajur kanan, meskipun begitu terkadang tanpa sadar aku seringkali mengemudi di lajur kiri.
Setelah sekian kilometer aku mengemudikan Teo, tiba-tiba mataku terpaku pada sebuah pepohanan yang ada di tepi jalan raya. Alam bawah sadarku langsung mengarahkan untuk memasuki pepohonan itu karena ada kenangan lamaku yang tertinggal di sana. Perasaanku mengatakan aku harus memasuki pepohonan itu sendiri tanpa ditemani siapapun, termasuk Teo.
Dulu aku pernah membuat ibuku pingsan ketika mengira aku tersesat di jalan saat mengemudikan Teo. Padahal aku sama-sekali tidak tersesat.
Aku hanya berputar-putar sambil melamun mengelilingi jalan raya dengan imajinasiku yang tak terbatas hingga lupa waktu untuk pulang. Ibuku yang panik pun bergegas mencariku ke seluruh sudut kota. Begitu terkejutnya aku ketika pulang melihat ibuku terkapar di depan pintu karena kelelahan dan hampir putus asa mencariku.
“Hasyi! Kau mau ke mana? Kenapa kau turun dari bangku kemudiku?” tanya Teo yang ingin menahanku keluar dari tubuhnya dengan menahan pintu. Ia mengegas mesinnya dengan gelisah.
“Kumohon Teo biarkan aku keluar! Ini sangat penting. Tolong tunggu di sini. Jangan ke mana-mana!” Aku memaksa Teo membukakan pintu mobilnya, kemudian aku berlari meninggalkannya dengan tergesa-gesa hingga kakiku hampir saja tersandung ranting pohon.
Akhirnya aku sampai di tengah pepohonan itu. Di area pepohonan, samar-samar aku mendengar suara tangisan entah dari mana asalnya. Aku meneliti wajah pepohonan itu satu per satu hingga aku menemukan wajah pohon yang aku inginkan sejak pertama kali memasuki area itu.
Posting Komentar