Senja yang sangat cerah di Kota Rumeli Hisari. Suasana senja yang indah ini benar-benar bertentangan dengan suasana hati Hasyi. Hati Hasyi mulai diserbu oleh awan gelap dari berbagai penjuru dan seakan cahaya di dalam hatinya telah dikurung oleh tulang-tulang rusuknya.
Suasana hati Hasyi sangat mudah berganti tiap detiknya karena autis yang dimilikinya membuat emosinya selalu tidak stabil. Dalam waktu dua menit, Hasyi bisa sangat bahagia. Namun di menit berikutnya, Hasyi bisa marah-marah tanpa sebab yang jelas.
Tapi kali ini tak ada perasaan lain di dalam hatinya kecuali semangat. Ia begitu bergairah. Hasyi pun tidak merasa kedinginan. Padahal beranjak malam, salju turun semakin lebat.
“Apa yang terjadi padaku di rumah sakit tadi? Semua kejadian yang menimpaku dan ibuku kemarin malam pasti hanyalah sebuah kebohongan atau ilusi,” batin Hasyi sambil menggaruki kepalanya yang terasa dialiri listrik.
Seperti biasa, pikiran Hasyi kembali melayang entah ke mana. Hasyi terus memandangi benteng Predigger. Benteng kuno yang sudah berusia ratusan tahun yang kini dibangun kembali untuk memperingati 70 tahun bersatunya Kerajaan Miggleland dan Asura oleh Raja Beyazit Bhirawa Sanca.
Bendera bulan sabit dan purnama yang digambar berdampingan di benteng itu melukiskan realitas keadaan langit di kerajaan. Bendera itu merupakan bendera resmi Kerajaan Miggleland yang bernama panji bulan, berkibar di bagian tertinggi benteng.
Benteng membentang di atas lembah curam dengan dua menara tinggi di bukit yang berseberangan. Menara ketiga dari benteng itu terletak di dasar lembah di tepi sungai, dilindungi gerbang lautan dengan atap benteng yang lebih menonjol.
Perjalanan dari rumah sakit ke rumah Hasyi hanya membutuhkan waktu 15 menit. Jadi masih bisa ditempuh dengan berjalan kaki.
Selama berjalan kembali ke rumahnya, Hasyi masih merasakan penglihatan mata kirinya terasa seperti mata digital. Matanya sedikit memancarkan semacam cahaya.
Dadanya juga masih terasa mendidih, mungkin karena uap panas dari jantung siluman api yang telah ditransplantasikan padanya. Hasyi berpikir sebentar lagi ia akan terbiasa dengan uap panas yang dikeluarkan jantung siluman api di dadanya. Ia akan memakai jantung siluman api itu seumur hidupnya.
Hasyi masih sangat benci dengan keramaian, apalagi suara bising kendaraan bermotor yang ada di jalan raya. Itu sebabnya ia memilih melewati jalan komplek yang sepi untuk menghindari keramaian di jalan-jalan besar yang ada di Kota Rumeli Hisari.
Selama perjalanan pulang, Hasyi terus dibayang-bayangi perasaan bersalah pada ibunya. Padahal semenit sebelumnya, ia merasa begitu bersemangat. Kini hatinya dipenuhi perasaan duka yang mendalam atas kematian ibunya. Pelan-pelan ia kembali sadar, ibunya telah tiada.
Hasyi masih tidak bisa memaafkan dirinya karena membuat ibunya panik hingga tidak bisa berpikir jernih saat berhadapan dengan gangster Aul kemarin.
Jika seandainya Hasyi tidak membuat panik, mungkin ibunya bisa memikirkan cara untuk melarikan diri atau menghadapi gangster Aul. Jika Hasyi tidak panik, mungkin ibunya masih berada di sisinya hingga hari ini.
“Maafkan aku ibu. Ibu benar, panik adalah musuh terbesar dalam hidupku! Seperti yang sudah ibu bilang sebelum meninggal, aku janji selama aku masih diberikan waktu untuk hidup, aku akan terus berusaha menahan kepanikanku,” gumam Hasyi tak kuasa menahan rintihan tangisnya yang mengeluarkan air mata panas berasap.
Kaki Hasyi benar-benar terasa berat melangkahi setiap jengkal aspal jalan komplek. Wajah Hasyi terus memerah karena tak bisa menahan matanya yang semakin berkaca-kaca.
Di sebuah pertigaan jalan komplek yang sepi, tampak seorang remaja laki-laki seusia dengan Hasyi melintas tepat di depannya. Remaja itu melirik Hasyi sekilas dan memalingkan kembali perhatiannya ke arah ponsel yang sedang ia mainkan sambil mengenakan headphonenya tanpa memedulikan sekelilingnya.
Entah mengapa mata kiri Hasyi yang seperti mata digital seakan memandang remaja itu sebagai musuh yang harus dibasmi layaknya di dalam video game.
Mata Hasyi kini mampu berubah kapan saja dari mata normal sebagai mata manusia, menjadi eyeborg. Mata Hasyi mampu merekam apa saja yang ia lihat. Setelah itu, rekaman akan dikirim ke sebuah benda mirip komputer di kepalanya untuk dianalisis.
Meskipun mata elektroniknya tidak terhubung ke sistem saraf manusia, namun selama mata dapat melihat segalanya, mata elektronik ini akan merekam semuanya.
“Siluman terdeteksi. Sistem perburuan dimulai!” operator wanita itu mengucapkan kata-kata misterius lagi.
Hasyi tiba-tiba sudah mengenakan helm dan baju pelindung virtual reality berbentuk hologram frame panas yang entah darimana datangnya. Operator wanita itu mungkin adalah dalang dari segalanya.
Mendadak seakan ada seseorang yang mengendalikan tubuh Hasyi. Tangan kanan Hasyi bergerak sendiri mencoba meraih punggungnya. Hasyi berusaha menahan gerakan tangan kanannya yang mencoba mengendalikan tubuhnya secara utuh.
Hasyi terus mencoba mengendalikan tubuhnya sendiri dengan susah payah. Tapi nampaknya tangan kanan Hasyi yang bergerak sendiri lebih kuat daripada kemampuannya mengendalikan diri.
“HEUUNG!” Terdengar suara mesin sibernatika produksi industri tingkat tinggi.  Lengan Hasyi yang tadi berupa daging berubah menjadi kumparan kabel dan kawat yang mengumpal pekat di kedua tangannya.
“HEUUNG!” Bunyi tangan kanan Hasyi terdengar seperti suara tangan robot yang sedang bergerak.
Hasyi kali ini merasa geli karena listrik menyetrumi tubuhnya. Ia pun memutuskan untuk mengalah. Ia juga ingin tahu apa yang akan dilakukan oleh tangan kanannya yang bergerak sendiri.
“Ngek!” Tangan kanan Hasyi membuka semacam lemari besi yang berada di bagian punggungnya sendiri.
Hasyi tidak pernah tahu jika ada sebuah lemari besi di bagian punggungnya. Ada sebuah sensor yang begitu Hasyi menggerakkan otot tangan, dengan segera mesin aneh di tubuhnya merespons.
Di dalam lemari besi yang ada di punggungnya, tangan kanan Hasyi meraih sekeping besi yang terlihat mirip sebuah amplop panjang. Kemudian tangan kanan Hasyi yang bergerak sendiri mengunci kembali lemari besi yang ada di bagian punggungnya.
Kaki Hasyi juga berubah. Ada semacam alat pada kaki Hasyim yang memiliki kemampuan untuk mendistribusi berat tubuh. Dengan begitu Hasyi tidak akan jatuh saat berlari.
Hasyi ternyata juga memiliki seperangkat alat yang digunakan di situasi yang berbeda. Saat berlari, maka Hasyi akan mengganti kaki manusianya dengan kaki robot.
Begitu Hasyi menggengam amplop besi itu di tangannya, amplop besi itu tiba-tiba semakin membesar hingga berubah menjadi semacam gergaji mesin! Kemudian dengan sendirinya ibu jari tangan kanan Hasyi menekan sebuah tombol digital yang bisa menyalakan gergaji mesin itu.
Mata gergaji mesin itu tidak terbuat dari besi ataupun sejenisnya, tetapi terbuat dari batu giok hijau yang sangat mengkilat. Gergaji mesin itu lumayan besar hingga ia harus menggengamnya menggunakan dua tangan.
“Sejak kapan aku menyimpan benda berbahaya ini di dalam punggungku?!” batin Hasyi mengernyitkan dahinya. Ia khawatir dengan gergaji mesin yang sedang ia genggam.
Tangan kanan Hasyi yang sedang mengendalikan tubuhnya mengarahkan gergaji mesin ke leher remaja yang baru saja lewat di depannya. Gawat!

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama