Miggleland Dream. (foto: istock photo)

 

The Little Red Rabbit Hood

 

 

Nasredin lebih suka dipanggil dengan nama samarannya, Lanza, daripada nama aslinya. Lanza alias Nasredin sedang meneguk kopi pertamanya hari ini. Lalu menghisap rokok dalam-dalam. Hidupnya terasa menuju kehampaan abadi. Tubuhnya seakan menjadi mayat hidup sepenuhnya. Ia semakin kecanduan nikotin dan kafein.

Lanza kini memeriksa beberapa data tentang kasus penjualan berbagai senjata ilegal yang diharapkan dapat menuntunnya menuju petunjuk tentang keberadaan markas organisasi Tanduk Berlian. Seperti biasa, ia merokok bersama beberapa orang asistennya di dalam kantor mewahnya yang dipenuhi ornamen telur emas. Di sana juga terdapat meja kayu panjang dengan ukiran bunga yang klasik.

Tak ada satupun anak buah Lanza yang berani mengganggunya saat sedang merokok, meskipun mereka tentu terganggu dengan asap rokoknya. Mereka akan berpikir dua kali untuk mengganggu Lanza yang sedang merenungkan hasil analisisnya pada suatu kasus, meskipun mereka membawa kabar yang sangat penting. Lanza bisa sangat pemarah dan sinis ketika hasil analisisnya terganggu. Banyak anak buahnya yang sering menghina Lanza di belakangnya. Anak buahnya beranggapan jika penyandang autisme seperti Lanza tak pantas berada di kepolisian, apalagi menjadi atasannya dengan pangkat komisaris polisi.

Lanza selalu menyembunyikan perasaan benci itu karena ia merasa sudah sepenuh hati menjalankan kode etik kepolisian lebih baik dari siapapun. Meskipun penuh dendam, ia selalu berbicara formal pada anak buahnya. Ia berorientasi pada tugas dan hasil dalam melakukan penyelidikan.

Brikade Kepolisian Militer, divisi militer ini adalah pasukan yang paling bergengsi  karena tugas mereka memungkinkan untuk hidup nyaman dengan sumber daya yang melimpah. Brikade ini pun punya otoritas yang lebih tinggi dari pasukan militer lainnya. Namun nyatanya, sektor militer ini juga kurang pengawasan dibandingkan dengan sektor lain karena penyalahgunaan wewenang. Tugas dari pasukan brikade ini bukan hanya menjaga ketertiban, namun juga melayani sebagai penjaga raja. Tanggung jawab mereka juga atas pengumpulan pajak dan distribusi tanah ketika para polisi memantau produksi pertanian.

“Kau masih menjadi dewa perokok ya Pak Komisaris Nasredin,” mendadak seorang laki-laki bertubuh besar gagah dengan baju zirah berantai emas sudah masuk ruangan itu. Kakinya diperban dengan dada yang dipenuhi luka bakar bekas bubuk mesiu. Ia berjalan dengan tongkat di kaki kirinya. Kantor Lanza berada di tempat tersembunyi di istana Janissary.

 

 “Aku sedang tidak menerima perintah hari ini Tuan Naga Hijau yang terlalu agung! Aku sedang sibuk. Kau sepertinya mengalami kekalahan yang memalukan sampai datang ke sini membawa tongkat dan perban di kakimu,” sahut Lanza ketus dengan nada yang menyindir.

“Sesuai reputasimu ya Nasredin, kau punya analisis yang mengagumkan. Tak sia-sia aku menunjukmu menjadi kepala redaksi arsip kerajaan,” ujar Naga Hijau mencoba menggoda Lanza yang biasanya selalu pemarah.

Lanza menggelengkan kepalanya. “Kemarin Tuan kan masuk berita. Yang paling penting jangan panggil saya Nasredin. Panggil saya dengan nama Lanza. Saya tidak terlalu suka nama asli saya dikenal.’”

Naga Hijau agak tersipu dengan kata-kata Lanza yang menohok hatinya. Belakangan ini, Naga Hijau yang biasanya sangat berwibawa, selalu kalah dan gagal meredam pemberontakan yang dilakukan berbagai regu yang ada di Tanduk Berlian. Siasat Tanduk Berlian yang tak pernah terduga, membuatnya malu berhadapan langsung dengan raja. Bahkan kini ia siap dipecat oleh raja dari jabatannya sebagai komandan Janissary.

“Langsung saja Tuan, beritahu maksud kedatangan Anda ke sini, saya tidak suka basa-basi!” tukas Lanza yang terlihat lebih memedulikan layar komputernya daripada Naga Hijau.

Naga Hijau memperlihatkan sebuah foto yang tanpa sengaja dipotret oleh salah satu robot polisi di pertempuran bandara terapung kemarin. Sebuah foto bergambar salah satu teroris anggota Tanduk Berlian yang mengenakan topeng kelinci. Ia berusaha memperlihatkan kesamaan foto itu dengan foto pelayan pribadi Putri Hasya. Kedua foto itu memang seperti menunjukkan orang yang sama.

“Saya membutuhkan bantuanmu untuk menyelidikinya. Saya menemukan kesamaan antara kedua orang ini dan kesamaan yang mencolok adalah mereka berdua memiliki telinga kelinci yang sangat menonjol. Saya sangat benci telinga kelinci itu. Telinga itu terus membayangi hidup saya dengan kekalahan dan perasaan malu,” desis Naga Hijau.

“Istirahatlah, Tuan, kau tampaknya punya obsesi yang terlalu berlebihan. Mungkin saja itu bukan telinga kelinci sungguhan. Anda tidak bisa menuduh pelayan pribadi Putri Hasya berkhianat hanya dengan bukti foto yang dicocokkan dengan wajah anggota teroris itu. Mungkin saja, telinga kelinci itu hanya sebuah tren ikat kepala, siapapun bisa saja mengenakan telinga itu,” Lanza menghisap rokoknya.

Lanza kembali fokus pada berkas-berkas arsipnya. Ia bisa saja mengurus kasus yang diajukan Naga Hijau, tetapi ia merasa sangat tidak bersemangat.

“Berlebihan katamu?!” nada suara Naga Hijau terlihat geram. ”Bagiamana jika seandainya orang yang hampir membunuhku kemarin memang pelayan pribadi Putri Hasya dan dugaanku benar?”

Lanza adalah seorang intel polisi penyidik terbaik di dalam istana Janissary, tak sembarang orang bisa menemuinya. Meskipun ucapannya terdengar tidak ramah, tetapi ia memiliki kesetiaan yang sangat tinggi pada kerajaan dan atasannya yang menyebalkan, Naga Hijau. Naga Hijau sangat berharap Lanza mampu mendukung dugaannya, tetapi Lazna terlihat sangat tidak bersemangat.

“Itu bukan urusanku,” jawab Lanza ketus dan penuh nada kesombongan tanpa takut sedikitpun dirinya akan dipecat. Ia merasa sangat diberatkan oleh pekerjaannya hingga ia tidak peduli lagi dengan kariernya.

Naga Hijau seringkali juga kesal karena Lanza seringkali meniru dan mengulangi kalimat Naga Hijau. Berulang-ulang. Meskipun ketika semakin dewasa Lanza belajar menghentikan kebiasaan itu, banyak juga rekannya yang tidak suka kalimatnya ditiru.

Kini Lanza malah menjadi orang yang pemurung dan pemarah. Ia hanya mau mengatakan sesuatu yang ia anggap penting.

“Jika seandainya berdasarkan analisismu yang kemarin hampir membunuhku memang benar pelayan pribadi Putri Hasya, maka bunuhlah dia! Jika kau berhasil membunuhnya, kau kujanjikan jabatan menjadi penerusku sebagai seorang komandan pasukan Janissary ketika aku sudah tiada!” Naga Hijau membuat Lanza tak dapat menolak tawarannya. Biar bagaimanapun komandan Janissary adalah jabatan yang sangat membanggakan semua pasukan Janissary, baik yang bekerja di kepolisian maupun militer, sangat menginginkan jabatan tersebut.

“Ambilah ini Nasredin!” Naga Hijau meletakkan sepucuk pistol petir ke atas meja kayu berornamen telur di sebelah komputer Lanza.

“Apa-apan ini, Tuan? Simpan pistol ini, polisi penyidik sepertiku tidak memiliki hak mengadili apalagi sampai membunuh. Memegang senjata berlawanan dengan kompas moralku sebagai seorang penyidik. Ini melanggar hukum!” Di satu sisi Lanza memang seorang penyidik yang sangat cermat dan teliti. Tetapi di sisi lain ia adalah orang yang sangat sulit untuk diatur dan sulit memahami arahan atasannya.

“Kompas moralmu tidak berlaku bagiku, Nasredin! Tanda tangan di atas surat ini. Dengan surat ini aku mengizinkanmu memegang senjata dan wewenang membunuh orang demi hukum!” tukas Naga Hijau menunjukkan sebuah surat resmi yang dilengkapi materai.

 “Janji?” tanya Lanza melebarkan bola mata tampak tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Lanza tidak bisa menolak tawaran itu. Ia sangat ingin naik jabatan apapun jalan yang ia tempuh. Tetapi jika ia membunuh pelayan pribadi Putri Hasya tanpa bukti kejahatan apapun demi naik pangkat, ia tidak bisa lagi menyebut dirinya sebagai seorang penyidik yang bertanggung jawab. Itu sama saja hanya demi memuaskan hati Naga Hijau.

Karena begitu antusisas dan bingung memutuskan pilihan Lanza membenturkan kepalanya ke keyboard komputernya sampai ia depresi dan menggigit lidahnya. Sama seperti anak autis lainnya yang selalu menyakiti dirinya sendiri tanpa sadar ketika sedang gelisah.

“Kau benar! Itu sebuah janji! Kau pasti ingin bertanya mengapa aku memilihmu, alasannya sederhana, kau adalah anak yang penuh kejutan Nasredin. Aku ingin melihat keberhasilan mengejutkanmu yang lainnya!” ujar Naga Hijau.

Lanza adalah seorang penembak yang sangat jitu. Ia sudah berlatih tembak-menembak hampir seumur hidupnya hingga ratusan penjahat takluk di bawah pistol penembak petirnya. Tetapi ia adalah orang yang sangat berhati-hati. Ia tak mau menyerang orang sembarangan karena ia yakin semua langkah pasti ada akibatnya. Ia akhirnya memutuskan untuk menyelidiki saja. Seandainya pelayan pribadi Putri Hasya itu memang pengkhianat, ia bisa membunuhnya dan naik jabatan. Sesederhana itu.

“Meskipun dibandingkan diriku kau tidak terlalu kuat, kau jauh lebih berbakat dalam menyelesaikan masalah daripada diriku. Jika kau sampai membutuhkan senjata terlarang dalam menghadapi kasus ini karena musuhmu terlalu kuat, kau tinggal minta padaku dengan mudah, akan kuberikan apapun yang kaubutuhkan,” tawar Naga Hijau.

Tentu saja Lanza menolak tawaran Naga Hijau. Ia tetap pada idealismenya. Menggunakan senjata dalam menyelesaikan kasus adalah pilihan terakhir.

Tetapi seandainya itu tidak benar, setidaknya Lanza bisa menikmati penyelidikan ini daripada terus berhadapan dengan tumpukan kertas arsip yang membosankan. Ia kembali ke pekerjaan lamanya sebagai seorang penyidik polisi. Tetapi yang jelas Lanza tak akan melepas kompas moralnya. Jika pelayan pribadi Putri Hasya itu tidak bersalah, maka Lanza tidak akan membunuhnya. Ia akan memperlihatkan bukti kepada Naga Hijau jika ia hanya memiliki kekhawatiran yang tidak masuk akal.

Setelah Naga Hijau keluar ruangan, Lanza meraih cambuk listriknya masuk ke bagian dalam kantornya sampai kakinya berhenti di sebuah jeruji besi yang dialiri listrik.

“Tuan aku tahu jika kaulah yang menerbitkan karikatur yang menghina raja. Lebih baik kau mengaku dan serahkan barang bukti karikatur itu. Hanya kau yang berada di kantor surat kabar itu ketika sedang terjadi penyisiran surat izin penerbitan media massa oleh pihak berwenang. Nyalimu memang sangat besar, berani menerbitkan karikatur itu ketika polisi sedang menutup sebagian besar kantor media massa. Namun  justru saat itulah kau mengira jika polisi akan kesulitan mencari penerbit karikatur itu karena berpikir tak ada orang lagi di kantor pers saat penggeledahan. Apalagi  kami meretas dan menemukan biodatamu pada artikel karikatur itu. Kau sudah tiga kali menggunakan alat pendeteksi kejujuran dan hasilnya tetap sama kau berbohong!” kata Lanza.

Pria yang mendekam di balik jeruji itu telah menerbitkan sebuah karikatur di koran dan artikel online bergambar raja dengan kepala tikus berbadan gemuk yang memakan dan menggerogoti kantung uang pajak rakyat. Ia ditangkap di rumahnya yang telah digeledah oleh Lanza.

Penghinaan pada bangsawan apalagi pada raja akan mendapatkan hukuman berat. Biasanya hukuman mati bahkan anak cucunya akan disiksa dalam kamp pengasingan sampai tiga generasi.

Lanza meninggalkan tahanan itu setelah melontarkan lima cambukan listrik. Tahanan itu pingsan seketika. Lanza tersenyum sinis, tapi air matanya mengalir saat beranjak dari tempat itu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama