Mata Hasyi tiba-tiba agak lembab karena dibasahi air matanya, begitu membandingkan gambar bumi yang indah sebelum terjadinya perang nuklir dengan kondisi bumi saat ini. Perbedaan yang begitu nyata.
“Cara nenek moyang kita menghilangkan mayat dengan menguburnya untuk menghindari penyakit yang dibawa mayat itu, pasti lebih baik daripada cara kita menghilangkan mayat orang yang sudah mati dengan memakannya. Hingga sekarang kita sudah menjadi mahluk kanibal. Namun mengapa sekarang kita tidak meniru cara nenek moyang kita menghilangkan mayat?” Hasyi terheran-heran hingga ia hampir menggigit lidahnya karena menahan keterkejutannya.
“Kau ini memang aneh Hasyi. Kau selalu terlihat jijik saat melihatku sedang memakan mayat, padahal meskipun mayat manusia terlihat menjijikkan jika kau belum pernah memakannya, sebenarnya mayat manusia rasanya sangat enak, asal kau sudah terbiasa memakannya. Coba deh...” Selim terkekeh dengan mulut mengeluarkan embun es.
Hasyi hanya melengos mendengar sindiran Selim. Ia sedikit merasa lega karena ternyata ia tidak seaneh seperti yang sering dibilang teman-teman sekolahnya. Ia merasa berbeda dengan teman-teman sekolahnya termasuk sahabat karibnya, Selim, yang suka membawa makanan berupa daging mayat manusia dan membawa minuman darah manusia.
Biasanya mereka mendapatkan mayat-mayat itu dari sebuah keluarga yang mau menjual mayat anggota keluarganya dengan sukarela pada orang yang ingin mengkonsumsi mayat manusia. Hasyi selalu merasa jijik saat melihat teman-teman sekolahnya mengkonsumsi mayat manusia.
Hasyi selalu berpikir mengapa harus memakan sesama manusia jika masih ada makanan lain yang masih bisa dimakan? Menurut Hasyi memakan sesama manusia adalah perbuatan yang sangat kejam, meskipun manusia yang akan dimakan sudah mati sejak awal.
Setelah membaca buku tua bersampul coklat itu, Hasyi akhirnya mengetahui jika setelah perang nuklir berakhir, Raja Beyazit Bhirawa Sanca pernah membuat perjanjian dengan goblin dari ras Asura keturunan denawa yang tinggal di perut bumi, di sekitar wilayah Pulau Asura. Raja Beyazit ingin mengembalikan keseimbangan alam di muka bumi.
“Setelah ditaklukkan Kerajaan Miggleland, Raja Mayasura dari Kerajaan Asura menandatangani perjanjian damai dengan Miggleland dan bersekutu dalam perang nuklir.” Hasyi membaca lembar demi lembar buku sejarah itu sambil bergumam.
Perjanjian itu dengan syarat para goblin berhak memisahkan bulan purnama dan bulan sabit yang ada di atas langit. Karena dengan memisahkan bulan di langit menjadi dua, para goblin asura itu mendapatkan banyak tenaga dari pecahan-pecahan dan ekstrak sari bulan yang telah mereka pisahkan.
Sehingga saat ini manusia dapat melihat bulan sabit dan bulan purnama muncul berdampingan di atas langit dari malam hingga siang hari. Selama ini Hasyi berpikir jika bumi kembali membaik murni karena kekuasaan tuhan yang menginginkan manusia tetap bertahan hidup di bumi. Seperti yang selalu dikatakan ibunya.
Awalnya, Hasyi mengira jika goblin hanyalah sejenis makhluk supranatural yang muncul dalam dongeng-dongeng dan kisah-kisah fiksi fantasi. Mereka memiliki tinggi antara 30 cm sampai dengan dua meter. Biasanya kulit mereka berwarna hijau seperti daun.
Hasyim tak menyangka jika mereka benar-benar ada dan tertera jelas dalam catatan sejarah yang disembunyikan itu, meskipun di buku bersampul coklat itu tak diperlihatkan bagaimana wujud para goblin.
Namun para goblin itu mengingatkan, meskipun mereka dapat membuat keseimbangan alam di bumi agar membaik, mereka tetap tak dapat membuat bumi ini sama indahnya dengan zaman nenek moyang manusia sebelum terjadinya perang nuklir. Para goblin itu tak mampu melenyapkan gelombang udara super panas yang menghalangi cahaya matahari menuju bumi yang disebabkan perang nuklir.
Karena itulah saat ini bumi dipenuhi dengan kegelapan karena minimnya pencahayaan matahari dan semua keindahan tempat-tempat di bumi menjadi tidak terlalu terlihat karena ditutupi oleh kegelapan yang sangat pekat.
Saat ini bumi khususnya Kerajaan Miggleland terasa menjadi negeri berhantu dengan kegelapan pekat yang menyelimutinya setiap saat. Ditambah lagi semua penduduk kerajaan ini telah berubah menjadi manusia setengah siluman yang sering melakukan kanibalisasi pada mayat sesamanya.
Hasyi pun mulai melihat halaman yang berisi tentang bagaimanakah kondisi keseimbangan bumi yang hancur sebelum para goblin memisahkan bulan sabit dan purnama dan mengembalikan binatang-binatang yang sudah punah.
Saat itu sangat jarang turun hujan. Kalaupun hujan, itu hanya hujan asam. Industri mengalami kelumpuhan, tingkat pengangguran mencapai angka yang sangat dramatis. Pekerja hanya dibayar dengan segelas air minum setiap harinya. Sebanyak 80 persen makanan adalah makanan sintesis.
Sebelumnya, rekomendasi umum untuk menjaga kesehatan adalah minum sedikitnya delapan gelas air putih setiap hari. Sejak air menjadi langka, manusia hanya bisa minum setengah gelas air setiap hari. Mereka tidak mencuci baju. Pakaian bekas pakai langsung dibuang sehingga menambah banyaknya jumlah sampah.
Manusia di zaman itu begitu menyedihkan. Tubuh sangat kurus dan lemah, kulit pecah-pecah akibat dehidrasi, dan infeksi kulit akibat terpapar sinar matahari karena lapisan ozon dan atmosfer semakin tipis. Umur manusia semakin pendek, maksimal sekitar 40 tahun.
Sedikitnya jumlah pepohonan dan tumbuhan hijau membuat ketersediaan oksigen sangat menipis. Sumber-sumber air pun banyak yang mengering. Diperkirakan itu akan membuat intelegensi generasi mendatang menurun.
Meskipun Selim tidak terlalu menyukai buku, ia tahu sahabatnya begitu menggemari buku. Hasyi adalah anak yang sangat kutu buku. Sulit untuk mengalihkan perhatiannya saat Hasyi mulai menyimak lembar demi lembar buku yang dibacanya.
Selim langsung membantu Hasyi meraup beberapa buku yang dianggap menarik. Mereka segera memasukkannya ke dalam tas sampai tas itu kelebihan muatan dan hampir saja robek.
Selim dan Hasyi tidak peduli jika tas mereka kini menggelembung dan menambah beban di punggung ketika pulang sekolah.
Sepintas Hasyi ingat ibunya. Ketika pulang sekolah ibu Hasyi pasti akan langsung bertanya-tanya dari manakah Hasyi mendapatkan buku sebanyak itu di dalam tas sekolahnya.
Di halaman terakhir buku bersampul coklat itu ada sebuah kalimat yang sangat misterius. Kalimat yang hingga kini masih sering terngiang di kepala Hasyi. “Rebutlah langit biru dengan busur dan panah berapi!” (Beyazit Bhirawa Sanca).
***
“Ingatlah Hasyi jangan jadi pecundang yang hanya mengeluhkan ketidakmampuan mengendalikan dirimu sendiri!” ujar Hasyi pada dirinya sendiri.
Hati Hasyi masih terus terasa seperti batu es yang meleleh hingga tidak tersisa. Ia masih tidak bisa memaafkan dirinya sendiri setelah melukai remaja yang tak bersalah tadi. Sesuatu yang sebenarnya tak pernah dilakukannya sejak kecil.
Hasyi segera berlari meninggalkan remaja yang masih pingsan dengan darah di sekujur tubuhnya. Ia menuju rumahnya sambil menutup mata kirinya karena tak ingin mata kirinya yang seperti mata robot melihat orang lain lagi di jalanan.
Hasyi tak ingin mata itu menganggap setiap orang yang ditemuinya terdeteksi sebagai musuh yang harus dibasmi seperti remaja tadi.
Posting Komentar