Aku selalu merasa kesepian karena aku tidak punya banyak teman, tetapi Selim adalah salah satu teman terbaikku. Aku dan Selim adalah sahabat yang cukup lama dipisahkan oleh ruang dan waktu. Aku terlalu senang bertemu dengannya hingga hampir tidak bisa berkata-kata lagi. Kami seakan kebal dengan udara yang semakin pengap dan panas karena pelukan kami yang berkeringat.
Selim pun menjulurkan tangannya dan memintaku menjabat tangannya. “Hai Hasyi bagaimana kabar ibumu? Apakah ibumu sehat?” tanya Selim sambil meremas tanganku.
Selim memang aneh, sebelum bertanya kabar ibuku, seharusnya ia menanyakan kabarku terlebih dahulu sebagai orang yang sedang ditemuinya. Aku berusaha melepas jabatan tangannya atau lebih tepatnya remasan tangannya sambil menahan sedikit rasa nyeri di telapak tangan.
“Terima kasih Selim ibuku sehat! ”jawabku tersenyum kecut sembari menepuk punggungnya.
Dengan mata yang berusaha menatapku, tetapi tak tahan untuk melirik ke samping, Selim bertanya kembali padaku. “Apakah kamu masih suka bermain dengan saudara khayalanmu?” tanya Selim mengernyitkan dahi sambil mengedip-ngedipkan matanya.
Dulu aku memang pernah punya saudara khayalan seperti yang tadi dibicarakan Selim. Mungkin itu semua karena aku memiliki imajinasi yang terlalu tinggi. Sejak kecil aku sangat suka membaca buku cerita dongeng.
Di waktu kecil, aku pernah berkhayal jika aku memiliki saudara kandung yang belum pernah kukenal sebelumnya. Dalam ingatanku yang buram, ibuku membawaku kabur dari rumah ayah karena alasan yang tidak kupahami. Tetapi saudara kandungku masih tinggal bersama ayah hingga saat ini. Itu semua pasti karena aku merasa terlalu kesepian.
Aku tidak memiliki seorangpun teman di rumah hingga aku berkhayal jika aku memiliki saudara yang dapat menemaniku. Padahal aku percaya dengan apa yang dikatakan ibuku jika aku adalah anak tunggal dan ayahku sudah lama meninggal sejak aku masih bayi.
“Untungnya saat ini aku sudah lama tidak berbicara sendiri dengan saudara khayalanku,” jawabku pelan tersenyum malu-malu.
Sebenarnya pertanyaan Selim tadi sedikit mengusik hati. Aku benar-benar ingin marah tetapi aku berusaha menahan amarahku. Aku tidak ingin bertengkar dengan Selim. Tapi lucu juga dia menanyakan soal aku masih suka berbicara sendiri, padahal dia sendiri juga seringkali berbicara sendiri tanpa sadar, meskipun dia sama sekali tak punya saudara khayalan sepertiku.
“Baguslah jangan suka ngomong sendiri terus! Aku juga mengerti rasanya kesepian tapi kalau suka ngomong sendiri terus, kamu nanti dikira kerasukan roh jahat lagi. Di kerajaan ini kan orang yang suka ngomong sendiri dianggap orang yang kerasukan roh jahat,” sahut Selim dengan raut wajah yang berusaha melucu tapi aku sama-sekali tidak tertawa.
Sambil meneliti seragam sekolahnya akupun bertanya balik pada Selim. “Oh iya, kalau kamu sendiri gimana kabarmu? Sekarang kamu sekolah di mana?” tanyaku berusaha tidak menghindari kontak mata dengannya.
“Kamu nggak tahu kalau kita di sekolah yang sama, tapi di kelas yang berbeda?” jawab Selim memekik sambil melebarkan matanya karena terkejut setengah mati seakan ia habis cegukan.
“Beneran? Kok aku nggak pernah ketemu kamu di sekolah?” aku memegang dada terkejut bukan main ternyata aku kurang peka dengan keadaan yang ada di sekelilingku. Aku memang tak ada bedanya dengan Selim. Apalagi, aku terlalu sibuk tenggelam di dunia khayalanku sendiri.
Terkadang aku berada di suatu tempat, tapi pikiranku tidak berada di tempat tubuhku berada. Seperti saat aku sedang dalam pelajaran olahraga dalam materi sepak bola.
Guru olahraga tak jarang bahkan sering mengeluarkanku dari barisan dan aku tak diizinkan ikut pelajaran olahraga. Aku sedikit merasa benci dan kecewa dengan guru itu karena ia menilai gerakanku lambat dan kaku seperti robot. Ia menganggap aku pasti akan memberatkan teman-teman yang lain di dalam tim, jika aku ditempatkan menjadi pemain biasa. Guru lalu menempatkan sebagai kiper yang tak terlalu perlu banyak berlari.
Tapi dengan menempatkanku menjadi kiper, justru gawang timku kebobolan terus-menerus. Bukannya menjaga gawang dari pemain lawan, aku malah asik sendiri bermain-main dengan tali yang ada di tiang gawang. Biasanya saat melihat tali yang ada di tiang gawang aku tidak merasa berada di sebuah lapangan melainkan aku merasa di sebuah tempat yang penuh dengan pepohonan dan tali tiang gawang itu adalah tempat tidur gantung yang diikatkan di dua batang pohon. Tak jarang aku suka menyender dan hampir tertidur di tiang gawang itu karena menggangap tali tiang gawang itu adalah tempat tidur gantung.
“Iya kita satu sekolah! Kalau gak percaya bandingkan saja seragam sekolahku dengan punyamu, sama kan?”jawab Selim dengan mata yang tidak menatap wajahku melainkan melirik atap angkutan kota.
Kami tak punya banyak waktu lagi untuk mengobrol di dalam angkutan kota karena angkutan yang kami tumpangi sudah sampai di depan gerbang sekolah yang berada di pinggir jalan. Tampaknya supir angkutan itu tidak begitu suka memberiku dan Selim tumpangan.
Serentak aku dan Selim menghirup udara pagi yang sangat segar dan menyejukkan. Aku dan Selim melanjutkan langkah kami dengan berjalan dan bergandengan tangan bersama melewati gerbang sekolah yang berwarna hitam dan dihiasi tangkai-tangkai bunga matahari. Halaman sekolahku dipenuhi bunga mawar hitam yang tumbuh di atas salju. Aku sendiri bingung mengapa salju-salju itu tidak mencair di saat musim panas. Sekolahku sebenarnya menyimpan lebih dari 1.000 spesies tanaman yang dipajang di gerbang hingga kantin sekolah.
Namun kebanyakan tanaman itu adalah tanaman yang berbahaya jika disentuh, mulai dari cheery yang dapat meledak seperti bom. Lalu kentang yang meledak jika terkena air hingga pohon melon yang akan melemparkan melon berulang-ulang ke arah orang yang mendekatinya sehingga akan sangat menyakitkan jika terkena kepala. Sebagian besar tanaman di sini hidup dan bergerak.
Ada juga tanaman yang sengaja dikembangkan menjadi senjata. Seperti coconut cannon berupa meriam penembak kelapa yang akan meledakkan pertahanan lawan. Winter melon akan melemparkan melon-melon beku yang bisa membekukan dan menghambat laju tank dan kendaraan panser. Terakhir adalah citron atau tanaman limau yang akan menembakkan bola plasma yang sangat kuat pada musuh yang ada di depannya. Ketika pertama dipasang, tanaman limau ini berukuran kecil. Ia akan mengumpulkan tenaga untuk menembakkan bola plasma.
Kurasa aku dan Selim datang ke sekolah terlalu awal. Sekolah baru mulai setengah jam lagi, jadi masih ada cukup waktu untuk kami berdua mengobrol. Menurutku suasana di Sekolah Menegah Atas (SMA) 29 Rumeli Hisari Academy cukup indah untuk dinikmati dengan bersantai.
Atap bangunan sekolahku mirip seperti bangunan istana atau atap kastil yang melingkar dengan ujung atap mengerucut. Serta di sampingnya dikelilingi oleh bangunan besar yang mirip balok dan kubus. Dinding bata yang kokoh seperti melindungi halaman sekolahku yang seperti istana.
Posting Komentar