Hasyi sudah sampai di depan rumahnya. Ia begitu kesal karena tidak bisa masuk ke rumahnya sendiri. Ia ingat kunci rumah terakhir dipegang oleh ibunya yang kini telah meninggal setelah dimangsa oleh gangster Aul.

Hasyi hanya bisa menggeram dan memukul-mukuli pintu rumahnya karena merasa terkunci dari luar. Ia ingin melampiaskan seluruh kesedihan dan kekesalannya yang kian membuncah.

Hampir satu setengah jam Hasyi duduk di teras rumahnya yang dipenuhi debu dan nyamuk. Entah mengapa Hasyi punya firasat buruk.

Tidak seperti biasanya, kali ini Hasyi memiliki inisiatif untuk mencoba meminta Selim mengizinkannya menginap di rumahnya.

Hasyi merasa beruntung saat berada di rumah sakit ia sempat mengisi baterai ponselnya. Pulsa di ponselnya tampaknya masih cukup untuk menghubungi Selim.

Untung saja Hasyi hampir tidak pernah meninggalkan ponselnya dan selalu membawanya di dalam kantung celana. Bahkan saat gengster Aul kemarin hampir saja membunuhnya, ponsel itu masih terjaga.

Hasyi langsung menekan-nekan ponsel layar sentuhnya hingga ia mendengarkan tiga kali suara dering dari ponselnya.

“Halo ini siapa?’ tanya Selim di seberang sana. Terdengar Selim mengangkat telepon sambil mengunyah sesuatu di mulutnya.

“Selim kamu gimana sih? Ini aku Hasyi, kamu udah nyimpen nomor aku kan?” celetuk Hasyi sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tiba-tiba terasa gatal.

“Selim apa kamu ada di rumah?” tanya Hasyi penuh harap.

Hasyi merasakan sedikit sensasi setruman di sekujur tubuhnya. Seakan ada aliran listrik tersebar merata di setiap tulang-tulangnya.

“Ya, aku selalu ada di rumah,” jawab Selim singkat. Terdengar suara Selim yang sedang menguap.

“Apakah aku boleh menginap di rumahmu?” tanya Hasyi. Meskipun Hasyi sudah tahu jika Selim pasti akan mengizinkannya menginap di rumahnya karena Selim selalu terlihat senang saat Hasyi menemaninya menginap.

“Ya, datanglah kapan saja!” jawab Selim dengan mulut yang masih menguap. Selim segera mengakhiri pembicaraan dan menutup ponselnya.

***

Hasyi langsung mandi dan membersihkan dirinya begitu tiba di rumah Selim. Selim meminjamkan satu setel piyama berbulunya yang hangat agar Hasyi tidak merasa kedinginan saat di luar salju masih turun dengan lebat.

“Hasyi apa yang terjadi? Mengapa tiba-tiba kau ingin menginap di rumahku?” tanya Selim sambil menyalakan lampu tidur di kamarnya. Hasyi baru saja selesai mengenakan piyama yang dipinjamkannya.

Seperti biasa saat mau tidur pun Selim tetap memainkan rubik di tangannya.

Hasyi pun menceritakan semua kejadian buruk yang menimpanya dari kemarin hingga hari ini, termasuk mimpi-mimpi aneh yang telah Hasyi alami dengan pria siluman api yang terus mengikutinya.

Selim sedang tiduran di ranjangnya sambil memakan cemilan berupa bagian jari tangan mayat yang menjadi tambahan menu di dalam burgernya.    

“Aku turut berduka atas kematian ibumu.” Selim berusaha menghapus air mata Hasyi dengan kain baju piyama yang sedang ia kenakan. Seakan Selim dapat merasakan semua penderitaan yang telah dialami Hasyi.

“Hasyi ngomong-ngomong mata kirimu yang baru saja kau ceritakan, apa boleh kuperiksa?” tanya Selim kepada Hasyi yang hampir terlelap di ranjang kamar Selim karena kelelahan.

Lantaran tak tega melihat sahabatnya antusias, Hasyi pun segera bangun dari ranjang dan berusaha sekuat tenaga melupakan semua rasa kantuknya. Kemudian Hasyi mengangguk dengan pasti di depan Selim.

“Hasyi tolong tuntun aku ke ruang bawah tanah yang kita temukan di dalam rumah kosong waktu itu. Di sana ada alat yang bisa memeriksa tubuhmu yang sejak hari ini melakukan berbagai tindakan aneh,” dengan gusar Selim menyodorkan peta Kota Rumeli Hisari pada Hasyim.

“Aduh Selim, ruang bawah tanah itu kan cuma di belakang sekolah kita ngapain bawa peta kota segala sih?” Hasyi menggelangkan kepala dan menepuk dahinya di depan Selim yang sedang mengemasi ransel hijaunya. Ia masih mengenakan piyama.

“Jangan ngeledekin aku dong Hasyi. Kamu tahu sendiri kan aku kesulitan membaca peta dan menentukan arah!” balas Selim sambil mengemasi laptop merahnya ke ransel hijau miliknya.

Manusia khususnya penduduk Kerajaan Miggleland sudah lama melupakan senjata api. Karena seluruh orang Miggleland yang memiliki campuran darah siluman Asura tak akan terluka jika terkena serangan senjata api.

Kalaupun mereka bisa terluka karena serangan senjata api, tubuh mereka akan beregenarasi dan langsung sembuh hanya dalam hitungan detik. Sebenarnya ada beberapa jenis senjata api yang bisa membunuhnya, tetapi mereka tidak bisa dibunuh dengan peluru tajam biasa.

Hanya ada dua cara yang bisa dilakukan untuk membunuh orang yang memiliki campuran darah siluman Asura. Cara pertama adalah memotong leher orang yang memiliki campuran darah siluman Asura itu. Jika kepala orang yang memiliki darah siluman Asura itu terpisah dari tubuhnya, maka tubuhnya yang lain tak akan beregenerasi lagi dan otomatis tubuh orang itu akan langsung mati.

Cara kedua adalah dengan mengaliri tubuh orang yang memiliki campuran darah siluman ragmir itu dengan tegangan listrik 280.000 Volt ke atas. Kini manusia berdarah siluman di kerajaan ini, khususnya para kriminal menggunakan senjata listrik untuk merampok, berperang, dan membunuh satu sama lain.

Beberapa siluman yang sangat kuat tidak akan mati meskipun terkena aliran listrik. Siluman jenis ini hanya bisa dibunuh dengan dipenggal kepalanya.

Karena itulah banyak orang yang mulai berinovasi dengan menggunakan ilmu astraisme untuk menciptakan senjata jarak jauh. Senjata yang dapat menembakkan aliran listrik untuk bisa membunuh orang yang memiliki darah campuran siluman Asura.

Selim mulai mengisi peluru penembak petirnya untuk berjaga-jaga jika ada siluman jahat yang menyerang saat mereka mendatangi rumah kosong tua yang ada di belakang sekolah.

Ketika sampai di dekat wilayah sekolah, Selim dan Hasyi mematikan lampu senter dan berusaha berjalan di dalam gelapnya malam dengan mengendap-endap agar keberadaan mereka tidak diketahui oleh satpam sekolah yang tidak suka melihat ada orang asing berkeliaran di wilayah kekuasaannya. Apalagi jika orang asing itu ternyata salah satu murid sekolah ini.

Begitu sampai di ruang bawah tanah, mereka mulai menyalakan senter.

“Hasyi ayo kita mulai memeriksa tubuhmu!” Selim menyalakan laptopnya dengan terengah-engah setelah berlari menghindari satpam sekolah yang berjaga di dekat rumah tua.

Dengan senternya, Hasyi pun mulai menyinari Selim yang sedang menggunakan laptopnya agar mata Selim tidak terasa terlalu sakit saat melihat cahaya layar laptopnya dalam kegelapan.

“Ok aku siap, kalau kau sudah siap memeriksaku, Selim.” Hasyi berdiri di depan mesin CT Scan Leighgrad. Ia masih mengenakan piyama yang dipinjamnya dari Selim.

CT Scan Leighgrad adalah alat yang digunakan oleh tentara Kerajaan Miggleland pada masa perang nuklir untuk mendeteksi kerusakan organ tubuh pada tentara yang pulang dari berperang.

Hanya dengan menyinari tubuh tentara yang habis berperang tersebut seperti menggunakan senter, maka hasil deteksi itu akan langsung dimuat di dalam komputer ataupun laptop yang sudah terhubung dengan alat itu.

“Hasyi, setelah aku memeriksa tubuhmu, aku baru sadar jika sebagian tubuhmu sudah menjadi cyborg. Itu semua mungkin karena sewaktu masih kecil kau terlalu sering sakit-sakitan dan terpaksa minum banyak obat-obatan hingga ginjal dan banyak organ tubuhmu rusak. Mungkin tubuhmu terpaksa harus diganti dengan berbagai organ buatan yang terbuat dari mesin.”

Selim terus menari-narikan jari-jari tangannya di atas keyboard laptopnya.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama