“Giok lemuria adalah batu yang terbuat dari raksa astraisme khusus yang dapat menyerap energi semua benda yang ada di sekitarnya dan mata gergaji mesinmu dibuat oleh perusahaan X-Tech dengan bahan giok lemuria.
Siapapun yang terkena sayatan gergaji mesinmu termasuk remaja yang kau lukai tadi sore, akan kehilangan seluruh tenaganya dan tak dapat menggunakan kekuatan Asuranya selama beberapa saat hingga darah silumannya menyembuhkan lukanya dalam hitungan detik.”
Selim terus menjawab seluruh pertanyaan Hasyi dengan gembira. Kantuknya seakan hilang.
Selim sangat senang jika Hasyi menanyakan sesuatu padanya. Selim berusaha meringkas penjelasannya agar Hasyi dapat memahami dengan lebih mudah.
Hasyi memang bisa dibilang cengeng untuk remaja seusianya. Hasyi tiba-tiba menangis dan tak tahu mengapa dirinya menangis. Hasyi memang selalu merasa jika dirinya aneh karena ia sering kali menangis atau tertawa tanpa sebab.
Selim tak menyadari jika sahabatnya itu menangis. Karena cahaya di ruang bawah tanah itu temaram. Selim saat ini terlihat lebih fokus dengan laptopnya sendiri.
***
Selim dan Hasyi diam-diam meminjam tangga yang sebelumnya digunakan oleh orang yang bertugas memperbaiki tiang listrik, tanpa memedulikan jika orang yang memperbaiki listrik itu tidak bisa turun dari tiang listrik karena tangganya tiba-tiba hilang.
Selim dan Hasyi bahu-membahu membuat piknik di atas atap rumah Selim dengan membawa karpet dan ponsel masing-masing. Selim tak lupa membawa cemilan kue untuk Hasyi yang tidak suka makan mayat manusia, meskipun dia juga anak manusia keturunan setengah siluman seperti Selim dan semua orang di kerajaan ini.
Selim yang gemar memakan mayat manusia membawa potongan tangan anak perempuan yang usianya sekitar tujuh tahun untuk dimakan sebagai cemilan malam. Selim memiliki dua taring yang cukup runcing di bagian rahang atas mulutnya untuk mengunyah tangan itu.
Meskipun Selim belum membangkitkan darah silumannya, ia adalah keturunan siluman kalajengking. Hasyi tidak tahu jika kalajengking memiliki taring.
Hasyi mengernyitkan dahi, “Selim sebenarnya apakah kamu merasa kita berdua ini seperti mesin? Maksudku...Ah aku mau ngomong apa sih?” Hasyi menggigit kue coklat yang disajikan Selim di atas keranjang pikniknya.
“Ya! Aku paham! Emosi kita sebagai anak autis memang terkadang kaku seperti robot atau mesin. Tapi menurutku itu bukanlah hal yang buruk. Dalam beberapa hal robot bisa lebih peduli satu sama-lain dan lebih berperasaan daripada manusia.” Jawab Selim sambil menyiapkan teropong bintangnya.
Selim berusaha menjaga keseimbangan kaki teropong bintangnya pada atapnya yang lumayan terjal.
“Oh iya Hasyi, kau adalah orang yang selalu memiliki rencana. Menurutmu apa yang harus kita lakukan setelah ini?” tanya Selim sambil mengedip-ngedipkan matanya pada Hasyi.
“Entahlah Selim, tapi kurasa saat ini aku akan mencari pekerjaan sambilan di luar waktu sekolah. Tak masalah jika nanti gajiku kecil setidaknya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupku sehari-hari. Seperti makan dan membayar uang sekolah.
Jika aku sudah bisa bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupku, aku telah mewujudkan impian ibuku sejak aku dilahirkan. Ibuku ingin melihatku dapat mengurus diriku sendiri karena tampaknya sejak dulu ia terlihat kurang yakin jika anak autis sepertiku dapat mengurus dirinya sendiri. Oh iya bagaimana denganmu Selim, apa yang akan kau lakukan setelah ini?”
Mereka berdua berusaha menikmati cahaya bulan yang merekah di langit malam bagaikan kembang api yang indah.
“Sebenarnya saat kita ke ruang bawah tanah waktu itu untuk pertama kalinya, aku menemukan sebuah lukisan yang membuatku sangat kagum, yaitu lukisan lama kota-kota di kerajaan ini yang begitu indah, sebelum keindahan kota-kota itu dihancurkan oleh perang nuklir. Karena itulah aku memiliki impian baru, yaitu membuat bumi ini menjadi sama indahnya seperti zaman nenek moyang kita sebelum terjadinya perang nuklir.” Selim meracau seolah bicara dengan dirinya sendiri.
Angin malam terasa bergerak bersamaan membuat udara terasa kian dingin.
“Hahaha, ya ampun Selimgrad, kau ada-ada saja. Kau tak akan pernah bisa melakukan itu. Ibuku bilang semua yang terjadi pada generasi kita saat ini adalah takdir yang tak dapat diubah. Kita tidak perlu berangan-angan hidup di bumi yang masih indah seperti nenek moyang kita. Karena itu semua sama saja melawan takdir,” cibir Hasyi dengan nada sedikit meremehkan Selim.
“Jangan meremehkan aku dong, Hasyi. Apakah kau tahu mengapa banyak orang autis seperti kita bisa lebih sukses daripada orang yang dianggap normal? Karena orang autis seperti kita percaya jika memiliki mimpi kita pasti bisa menemukan bebagai cara untuk mewujudkan mimpi itu. Orang autis seperti kita tidak pernah takut memimpikan sesuatu yang tidak masuk akal bagi orang yang berpikiran normal.
Orang yang berpikiran normal cenderung melupakan impian mereka jauh-jauh karena mereka merasa mimpi mereka sangat tidak masuk akal untuk diwujudkan. Belum lagi mereka seringkali takut mengalami kegagalan sebelum mencoba meraih impian mereka.”
Sambil rebahan di atas atap rumahnya, Selim memalingkan perhatiannya ke arah bandara yang mengapung di atas langit malam. Bandara itu baru saja melepaslandaskan sebuah pesawat berkecepatan tinggi yang melesat bagaikan kilatan cahaya merah.
“Selim, kau mengingatkanku dengan orang pertama yang menemukan sindrom autis asperger, yaitu Johann Hans Friedrich Karl Asperger, yang lahir pada 18 Februari 1906, dan meninggal pada 21 Oktober 1980. Ia adalah seorang dokter Austria. Ia terkenal karena studi awalnya tentang gangguan mental.
Selama bertahun-tahun, Hans Asperger dikenal atas dedikasinya di dunia pediatric, ilmu kedokteran anak. Karyanya sebagian besar tidak diperhatikan selama masa hidupnya kecuali beberapa penghargaan di Wina, Swiss, dan studinya tentang gangguan psikologis menjadi terkenal di dunia hanya setelah dia meninggal.
Dia menulis lebih dari 300 publikasi, kebanyakan tentang kondisi yang dia sebut psikopati autistik. Ada kebangkitan minat dalam karyanya yang dimulai pada 1980-an, dan karena pekerjaan sebelumnya tentang gangguan spektrum autisme, nama Hans Asperger diabadikan menjadi nama sindrom asperger.
Itu terlepas dari semua tuduhan jika Hans Asperger terlibat aktif dalam program euthanasia yang digalakkan Nazi Jerman. Program euthanasia merupakan program pembunuhan massal yang menyasar orang-orang berkebutuhan khusus, dan penyandang disabilitas di era Nazi dan bertanggung jawab penuh atas ratusan anak disabilitas yang dipenjara dan dijadikan kelinci percobaan di klinik milik Nazi, Am Spiegelgrund di Wina.
Sekitar 800 anak tercatat tewas disuntik, diracuni, dan dibiarkan mati kelaparan di ruang jagal berkedok rumah sakit milik Nazi itu. Jika aku di posisinya memang sangat mustahil membuat anak autis menjadi lebih dihargai ketika Pemerintah Nazi saat itu menganggap anak autis sebagai beban negara, namun ia tak menyerah dengan memperlihatkan kecerdasan anak autis dan menunjukkan pada dunia jika anak asperger seperti kita juga berharga.
Hans Asperger juga menyandang sindrom asperger yang ia temui sendiri, namun ia tak pernah menyerah meskipun mendapatkan tantangan dari Nazi.” Hasyi berhenti sejenak untuk menarik napas lebih dalam.
“Hans Asperger, penemu sindrom asperger, yang menyandang kelainan asperger itu sendiri adalah salah satu orang autis yang berhasil mewujudkan sesuatu yang tidak masuk akal bagi orang yang berpikiran normal, yaitu membuat anak autis lebih dihargai di dunia ini, meskipun perlakuan buruk pada anak autis adalah sesuatu yang tak dapat dihindari sepanjang zaman.
Aku sendiri tak memahami cara berpikir orang yang lebih normal dari kita. Mereka selalu meremehkan apapun seperti hal-hal kecil yang kita anggap berharga bahkan mereka meremehkan kita,” Hasyi yang memang kutu buku menjelaskan panjang lebar soal sindrom asperger kepada Selim.
Hasyi melanjutkan, “Kalau sekarang aku memiliki impian baru yang mungkin lebih mustahil untuk diwujudkan daripada impianmu. Aku ingin menjadi cukup kuat untuk melindungi seseorang yang kusayangi. Meskipun sekarang aku tidak tahu siapa lagi orang yang paling kusayangi di dunia ini setelah ibuku meninggal.”
Posting Komentar