Aristoteles dan filosofis kuno Yunani lain percaya bahwa seburuk apapun benda di alam ini, alam akan bertransformasi dengan sendirinya menjadi bentuk yang lebih sempurna. Begitupun anak autis, meskipun kami selalu diremehkan, dengan sendirinya kami tetap dapat melangkah menjadi lebih sempurna daripada diri kami di hari kemarin.
(Hasyi Ozgur Bhirawa Sanca IX)
Sebenarnya Hasyi sangat membenci pakaian berwarna hitam, termasuk seragam sekolahnya. Tapi biar bagaimanapun Hasyi harus tetap berusaha menaati peraturan sekolah semampunya.
Sejak membangkitkan darah siluman Asuranya sebagai seorang siluman api, Hasyi sudah tidak lagi mendobel pakaiannya dengan jaket berbulu. Ia sama-sekali tak merasa kedinginan saat musim salju.
Hasyi mengeluarkan uap yang cukup panas dari dalam tubuhnya dan sensasi panas tubuh cyborgnya pun menghangatkan tubuh. Rambutnya juga tidak membeku saat keluar rumah seperti biasanya.
Suara mesin jam yang terus menghantui Hasyi terasa berdetak bersamaan dengan gerakan mesin di dalam tubuh cyborgnya. Antena yang muncul setelah ia bangun dari rumah sakit benar-benar mengganggunya. Hasyi langsung menyembunykan antena itu dengan sebuah turban di kepalanya. Antena itu mengeluarkan sedikit gelombang suara yang mengganggu pendengarannya.
Di sekolah, Hasyi berada di kelas yang berbeda dengan Selim. Meskipun begitu mereka seringkali bertemu di perpustakaan saat jam istirahat.
Sekarang jendela di kelas Hasyi tertutup oleh es yang membentuk stalaktit seperti yang ada di dalam gua. Wali kelas Hasyi mengizinkan murid-muridnya mengenakan jaket di kelas karena udara di luar masih sangat dingin. Salju turun semakin lebat. Untunglah ada sebuah perapian yang cukup membantu menghangatkan udara di pojok kiri papan tulis kelas yang berseberangan dengan meja guru.
Manusia yang memiliki campuran darah siluman Asura seperti semua murid yang ada di kelas ini memang lebih kuat dalam bertahan hidup di tempat yang minim oksigen dibandingkan manusia murni. Namun demikian, mereka tetap memerlukan oksigen untuk bernapas.
Sayangnya udara yang dibawa musim salju saat ini agak kurang sehat untuk dihirup manusia. Sekalipun yang menghirupnya adalah manusia yang memiliki darah campuran siluman.
Udara saat ini bisa membuat manusia yang memiliki campuran darah siluman Asura kesulitan bernapas jika menghirupnya lebih dari delapan jam karena salju yang turun di musim ini biasanya bukanlah salju yang alami. Melainkan salju-salju dampak dari adanya gelombang udara sisa perang nuklir yang menutupi langit hingga menghalangi panas matahari menuju bumi.
Semua fenomena ini membuat bumi kini lebih lama mengalami musim salju dibandingkan musim yang lebih hangat. Untuk mengatasi masalah kekurangan oksigen dan udara yang kurang sehat, pemerintah kerajaan memonopoli penjualan alat penghasil oksigen pada rakyatnya.
Alat penghasil oksigen itu dapat digunakan di dalam ruangan. Ada empat alat penghasil oksigen yang dipasang di setiap sudut di kelas ini.
Wali kelas Hasyi bangkit dari meja sambil membawa spidolnya menuju papan tulis putih yang ada di dekatnya. Ia mengukir lima kalimat di papan tulis putih dengan spidol hitamnya dan mulai menawarkan murid-muridnya untuk menjawab pertanyaannya.
“Hasyi, coba jawab. Siapa pendiri sekaligus raja pertama kerajaan Sriwijaya yang didirikan di tahun 650 Masehi di wilayah Palembang, Pulau Sumatera?” tanya wali kelas kepada Hasyi yang duduk di bangku paling belakang. Sedari tadi, Hasyi seakan tidak mendengarkan materi yang diberikan gurunya dan hanya melamun.
“Daputa Hyang Jayasana,” jawab Hasyi lirih tapi gurunya masih bisa mendengarnya.
“Oke. Selanjutnya, anak-anak ada yang bisa menjawab pertanyaan ibu tentang anakronisme?” tanya wali kelas Hasyi dengan embun dingin keluar dari mulutnya. Semua murid saling berpandangan kemudian menggeleng.
“Bagaimana denganmu, Hasyi? Biasanya kau selalu ingin menjadi yang pertama menjawab pertanyaan Ibu?” wali kelas kembali menatap Hasyi.
Murid-murid lain pun menatap Hasyi yang duduk di bangku barisan paling belakang dengan iris mata siluman Asura mereka yang berwarna-warni. Wali kelas bertanya kepada Hasyi untuk kedua kalinya, seakan tak ada murid lain di kelas yang bisa menjawab.
Mungkin wali kelas terus menanyai Hasyi karena ia sangat tertutup dan selalu duduk di bangku paling belakang. Wali kelas hanya ingin Hasyi dapat berinteraksi bersama teman sekelasnya dengan menjawab berbagai soal daripada diam saja menatapi semua materi yang diberikan guru.
Saat wali kelas memberikan pertanyaan, biasanya Hasyi dapat menjawab pertanyaan dengan mudah. Ini karena wali kelas mengajar pelajaran sastra dan sejarah yang merupakan mata pelajaran yang paling Hasyi kuasai.
Banyak orang yang beranggapan jika anak autis sebenarnya anak jenius yang pura-pura bodoh. Hasyi tidak sependapat. Menurutnya, anak autis sudah dididik sejak usia dini untuk fokus pada satu hal.
Sehingga, kemampuan berpikir anak autis tidak generalis melainkan parsial. Hasyi mungkin hebat dalam satu hal, namun sangat buruk pada hal lainnya.
Hasyi memang sangat suka pelajaran sastra dan sejarah karena ia gemar membaca buku. Selain membaca buku fantasi seperti novel tentang dongeng klasik, Hasyi juga sangat suka membaca buku dan novel sejarah.
Hasyi memang anak yang berprestasi di kelasnya jika menyangkut pelajaran yang berbau sastra. Tapi coba saja berikan dia soal matematika. Tangannya pasti akan langsung membeku seperti es batu di depan kertas soal matematika yang ia hadapi.
Singkatnya, Hasyi memang cerdas pada pelajaran sastra dan sejarah, namun ia sangat lemah dalam matematika. Itulah sebabnya Hasyi tidak pernah meraih ranking sepuluh besar di kelasnya karena ia hanya cemerlang di beberapa mata pelajaran yang tidak ada matematikanya. Sementara, untuk meraih ranking sepuluh besar, ia dituntut untuk pandai di seluruh mata pelajaran.
Namun kali ini Hasyi sama sekali tak menanggapi pertanyaan wali kelasnya. Ia malah menangis tanpa sebab sambil menuliskan sesuatu di buku hariannya tanpa memedulikan siapapun.
Saat ini Hasyi sedang mengalami meltdown, yakni kesulitan mengungkapkan keinginan atau kebutuhannya. Sebenarnya dalam kasus meltdown, anak dengan autisme seperti Hasyi tidak mencari perhatian siapapun termasuk wali kelasnya. Mereka biasanya cenderung tidak peduli dengan orang-orang di sekitarnya saat meluapkan emosinya.
“Ehem! Hasyi apa kamu baik-baik saja?” tanya wali kelas yang nampak khawatir sambil berjalan perlahan mendekati Hasyi yang sedang menangis tersedu-sedu di bangku paling belakang.
Begitu melihat Hasyi sedang menulis di buku hariannya, wali kelas yang penasaran apa yang sedang dilakukan Hasyi langsung mencoba menarik buku harian Hasyi dengan paksa. Tentu saja Hasyi terus menahan dan menggengam erat-erat buku hariannya agar wali kelas tidak mengambilnya.
Hasyi berteriak dengan sangat keras sambil menangis dan menghentak-hentakan kakinya ke lantai kelas.
“AKU BENCI KALIAN SEMUA! AKU HARAP SEMUA ORANG DI DUNIA INI MUSNAH, AKU AKAN BUNUH KALIAN SEMUA! SEBELUM KALIAN MEMBUNUHKU!!!” Hasyi marah tanpa sebab membuat seisi kelas bingung dan ketakutan.
Beberapa anak laki-laki di kelas yang geram karena menganggap Hasyi terlalu berisik dan mengganggu kenyamanan belajar bergegas memukuli kepala dan menandangi perut Hasyi. Wajah Hasyi berdarah meskipun dengan cepat sembuh. Sebagian besar anak di kelas itu berusaha mendinginkan suasana dan memisahkan Hasyi dari anak-anak itu.
Dalam beberapa saat, Hasyi yang sedang meltdown memandang teman-teman sekelasnya seperti mahluk jahat yang siap membunuh kapan saja. Murid-murid lain di kelas berusaha menenangkan Hasyi yang sedang mengalami meltdown, tetapi wali kelas meminta murid-murid lain menjauhi Hasyi yang sedang meltdown agar Hasyi tidak merasa semakin panik dan kebingungan saat melihat banyak orang di dekatnya.
Setelah mengelus-elus punggung Hasyi beberapa saat, akhirnya wali kelas berhasil menenangkan Hasyi. Wali kelas menyuruh murid-murid untuk tidak berisik selagi wali kelas membawa Hasyi ke ruang guru.
***
Udara di dalam ruang guru ini terasa lebih hangat daripada di ruang kelas tadi. Karena di ruang guru ini jumlah pemanas lebih banyak daripada di kelas yang dipakai untuk tempat belajar para murid. Sudah menjadi hal biasa di sekolah negeri fasilitas yang diberikan kepada guru lebih baik daripada yang diterima para murid.
Wali kelas berusaha membaca tulisan di buku harian Hasyi dengan susah payah. Tetapi wali kelas tetap tidak bisa membaca tulisan tangan Hasyi di buku harian itu.
Hasyi memiliki tulisan tangan yang sangat buruk. Kertas di buku harian Hasyi terasa lembab dan sebagian tulisan di buku harian itu telah ditutupi embun dingin. Karena terlalu bingung membaca tulisan tangan Hasyi, wali kelas pun meletakkan buku itu di atas meja ruang guru.
“Hasyi, jika kau memang memiliki masalah, kau bisa memberitahukan semua masalahmu pada Ibu. Mungkin Ibu bisa menyelesaikan masalahmu semampu Ibu. Kau seharusnya bisa selalu percaya pada Ibu!” wali kelas menatap Hasyi dengan iris mata siluman burung hantunya yang berwarna merah keungu-unguan dengan wajah penuh kasih sayang.
Ia melepas kaca matanya yang kotor ditutupi embun putih abu-abau. Wali kelas terlihat lebih cantik saat melepas kacamatanya karena mata siluman burung hantunya yang indah terlihat lebih jelas.
“Kenapa ibu harus susah payah bertanya padaku jika aku memiliki masalah? Bukankah siluman burung hantu seperti ibu memiliki kekuatan Asura yang dapat membaca pikiran dan isi hati orang lain? Bahkan ibu bisa tahu jika ada anak yang ingin mencontek saat ujian dengan membaca pikiran anak yang ingin mencontek itu,” jawaban Hasyi terdengar agak kurang sopan di depan gurunya. Ia mengeluarkan suara dan dengan wajah bersungut-sungut.
Di ruang guru itu hanya ada Hasyi dan wali kelas karena guru-guru lain yang biasanya meramaikan tempat ini sedang mengajar di kelasnya masing-masing. Suasana sunyi ini membuat percakapan antara Hasyi dan wali kelasnya lebih fokus tanpa gangguan suara guru-guru lain. Hanya suara desiran angin yang masih dapat didengar di ruang guru yang sepi ini.
Wali kelas Hasyi menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Ia berusaha menahan tawa karena perkataan Hasyi bagi wali kelas terdengar lucu hingga perutnya agak sakit karena menahan gelak.
“Ibu kesulitan membaca pikiranmu, Hasyi. Karena cara otakmu bekerja berbeda dengan cara kerja otak murid-murid lain ataupun semua orang yang pernah Ibu coba baca pikirannya. Saat Ibu membaca pikiranmu, pikiranmu dipenuhi hal-hal yang tidak beraturan. Ibumu memang pernah mengatakan jika kau adalah anak berkebutuhan khusus, mungkin itu sebabnya Ibu benar-benar tak bisa membaca pikiranmu. Karena itulah Ibu bertanya apakah kamu punya masalah?”
Wali kelas kembali bertanya. Kini ia mulai terlihat semakin khawatir.
Posting Komentar