Sudah sebulan sejak Hasyi menjadi pelayan pribadi Putri Hasya di Kastil Herlingen, ia telah mengantongi gaji pertamanya. Di pekerjaannya yang sibuk, Hasyi hanya memiliki waktu dua hari libur dalam sepekan.

Pada akhir pekan ini, tiba-tiba saja Anita mengajak kedua sahabat dekatnya, Hasyi dan Selim, ke mal bersamanya untuk mengisi liburan. Ia ingin mengundang teman-temannya makan bersama setelah sekian waktu tak sempat melakukannya.

Mal ini sangat sepi, hanya ada satu atau dua orang yang lewat di depan rak-rak toko sepatu. Penjaga toko sepatu itulah satu-satunya orang yang sepertinya tersisa di mal ini, selain Hasyi dan temannya.

Tong-tong limbah yang menyengat hidung berserakan. Tembok retak di mana-mana, pendingin ruangan, lift hingga eskalatornya juga sudah rusak dan tidak bisa digunakan.

Semua sudut dipenuhi sampah. Barang-barang mahal yang telah rusak seperti dompet dan tas mewah karena berjamur hingga mobil-mobil supercar yang pintu sebelahnya sudah patah dan dipenuhi karat terpajang di depan pintu mal. Kabarnya sebulan lagi mal ini akan dirobohkan.

Ketiga sahabat itu ingin berkunjung ke mal tempat mereka sering berkumpul ketika masih kecil, sebelum kenangan masa kecil mereka hilang untuk selamanya. Sewaktu masih kecil mereka bertiga seringkali bermain bajak laut di dalam mal ini dengan pedang kayu yang mereka buat sendiri dan penutup mata dari sebuah masker.

Di dekat sebuah toko sepatu di mal itu, Hasyi dan Selim berkumpul. Anita mengabarkan akan menyusul lima belas menit lagi. Padahal awalnya Anitalah yang meminta mereka untuk tidak datang terlambat ke mal itu.  Sungguh menyebalkan.

Dua puluh menit berlalu, Anita pun muncul di hadapan Hasyi dan Selim. Anita berdandan seperti seorang artis dengan sepatu hak tingginya sekitar lima centimeter, dengan aroma harum mawar tajam tercium dari tas pinggangnya yang berwarna merah muda. Ia mengenakan gaun pesta merah bermotif bunga mawar.

Kini ketiga sahabat serangkai telah berkumpul di mal. Anita adalah satu-satunya perempuan di antara tiga sosok remaja itu.

Anita memiliki aura kecantikan memesona tapi juga amat melumpuhkan. Tatapan matanya yang bening seakan dapat mencengkeram hati siapa saja yang melihatnya.

“Teman-teman maaf aku terlambat, sulit mencari angkutan umum di hari libur begini. Untungnya tadi aku mendapatkan tumpangan dari bus tingkat yang biasanya jarang lewat,” Anita terengah-engah sambil pura-pura memegangi lututnya dengan kedua telapak tangannya.

Anita meletakkan tangan kanannya ke pinggang dengan agak memiringkan tubuhnya seperti seorang peragawati. Ia agaknya sedang memamerkan pesona kecantikannya pada Hasyi dan Selim, meskipun Anita sudah menebak sejak awal jika keduanya tidak akan menanggapi penampilan cantiknya.

Hasyi dan Selim sama-sekali tidak melakukan kontak mata dengan Anita, apalagi menatapnya dengan sopan. Mata mereka malah melirik ke mana-mana seperti biasa. Meski sebenarnya mereka mendengarkan dan memahami dengan baik seluruh perkataan Anita.  

Hanya saja, Hasyi dan Selim agak kesulitan melakukan kontak mata dalam waktu lama pada pupil mata Anita. Semua tak lepas karena autis yang disandang Hasyi dan Selim.

“Aku sedih kalian berdua jarang sekali mau menatap mataku dengan baik. Aku kira kita bertiga adalah sahabat!” Anita pura-pura menangis tersedu-sedu dan merasa kecewa dengan menutup wajahnya.

Anita lalu menepis tangan kedua temannya yang ingin meminta maaf, seakan Anita sudah tidak mau berteman dengan keduanya. Padahal saat ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya, ia sedang tertawa dan bukan menangis tersedu-sedu.

“Anita kami minta maaf,” Selim menyengol pundak Hasyi dengan mata terpincing. Selim memang selalu lebih peka terhadap perasaan Anita daripada Hasyi karena jauh di lubuk hatinya, Selim sebenarnya memang memendam rasa pada Anita.

Namun Selim merasa malu dan belum siap mengungkapkan seluruh rasa itu pada Anita. Selim menawarkan sebuah roti tawar harum yang ia beli di toko roti yang sangat sepi, tepat di depan toko sepatu tempatnya berada saat itu.

Anita pun pura-pura berhenti menangis begitu melihat Selim menyengol pundak Hasyi. Anita sadar jika mereka berdua mulai memedulikan perasaannya. Dengan kedipan dan bahasa tubuhnya, Anita meminta Hasyi dan Selim kembali menatap kedua matanya.

Ketika menatap mata siluman ular Anita yang berwarna oranye, Hasyi dan Selim terbuai. Seakan jiwa keduanya terhanyutkan oleh suara desis lidah siluman ular yang panjang, berwarna merah, dan ujungnya terbelah dua.

Dengan kekuatan siluman ular di matanya, Anita langsung bisa mengendalikan tubuh kedua temannya. Mata Hasyi dan Selim pun langsung terpejam beberapa saat kemudian.

Anita dapat mengendalikan tubuh seseorang melalui kontak mata. Kedua temannya telah ia kendalikan seperti boneka kayu.

Anita bisa mengendalikan dan membawa kedua temannya itu ke manapun menginginkannya dengan tali bonekanya yang tak kasat mata.

Penjaga toko sepatu, laki-laki berambut gondrong yang ada di dekatnya pasti mengetahui jika Anita sedang mengendalikan kedua temannya itu. Namun penjaga toko itu hanya menguap, ia pasti memiliki pekerjaan yang jauh lebih penting daripada yang dilakukan Anita.

“Huh, tubuh mereka berdua berat sekali untuk dikendalikan dengan tanganku yang terlalu kecil,” Anita menghela napas. Lidah siluman ularnya lagi-lagi mendesis setelah mengendalikan pikiran teman-temannya  lewat kontak mata.

“Mereka berdua tumbuhnya kok cepat sekali ya, atau aku salah lihat karena kacamata baru yang kukenakan tidak cocok pada mata inframerahku untuk melihat dunia. Dengan penglihatan ini, ular sepertiku mudah melihat mangsa. Dan pada saat malam hari, penglihatanku menjadi semakin bagus dan menjadi lebih kuat sepuluh kali lipat daripada inframerah buatan.

Seingatku terakhir kali aku bertemu mereka beberapa pekan lalu, mereka lebih pendek daripada aku. Tinggi mereka masih setelingaku, tapi sekarang tinggi badanku hanya seleher mereka padahal aku sudah pakai sepatu hak tinggi, merepotkan. Bagaimana aku bisa membawa tubuh mereka yang sebesar ini tanpa ada orang yang curiga?”

Anita memiliki darah keturunan siluman ular dan bunga mawar. Selain memiliki kemampuan mengendalikan tubuh temannya yang berasal dari kekuatan siluman ularnya, ia juga punya kekuatan siluman bunga mawar yang bisa membungkus kedua temannya itu di dalam kelopak mawar merah raksasa yang berasal dari dalam kulitnya. Seperti karung besar yang biasa dipakai untuk menculik seseorang.

Tubuh Hasyi dan Selim telah dikendalikan dan kini terbungkus di dalam kelopak bunga mawar raksasa milik Anita. Tentu saja, mereka sama sekali tak dapat melarikan diri. Tanpa sadar, mereka pasrah pada Anita yang sedang menculiknya dan membawanya ke suatu tempat.

Warna kelopak mawar raksasa yang keluar dari kulit Anita sangat serasi dan jika dilihat sekilas akan menyatu dengan warna gaun yang ia kenakan. Tak akan ada yang menyadari jika Anita sedang menculik Hasyi dan Selim di dalam kelopak bunga mawar yang terlihat menyatu dengan warna gaunnya.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama