"Kami yakin bahwa orang autis dapat memiliki tempatnya dalam organisme komunitas sosial. Mereka mampu memenuhi perannya dengan baik, mungkin lebih baik daripada orang lain, dan kita berbicara tentang anak-anak yang memiliki kesulitan terbesar dalam komunitas sosial dan menyebabkan kekhawatiran yang tak terhitung kepada pengasuh mereka."
(Hans Asperger)



Musim bagaikan lembaran buku yang selalu berganti. Lembaran musim hangat kini digantikan dengan butiran salju. Di musim salju, langit terlihat lebih gelap. Mungkin butir-butir salju menutup cahaya.

Di musim salju seperti ini, rambut Hasyi selalu membeku apalagi saat keluar rumah. Hasyi seringkali kesal karena tak memiliki perapian ataupun keran air panas di rumahnya. Ini membuat Hasyi semakin merasa kedinginan saat keluar rumah.

Kini Hasyi sedang melamun sambil bersandar di bawah tiang listrik. Ia memandang setiap gerakan jarum jam emas, jam agung Miggleland, dengan penuh kebencian.

Saat memandang jam itu, Hasyi merasa jam itu terus merenggut waktu-waktu masa kecilnya. Hasyi berharap dan memohon pada jam agung itu mengizinkannya tetap menjadi anak kecil selamanya sehingga ia tidak harus mempelajari pelajaran sekolah yang ia benci. Ia bisa terus bermain sesuka hati tanpa memikirkan masa depannya.

Gedung-gedung di kota ini terutama atapnya retak bahkan banyak yang berlubang dan hanya ditutupi kain ala kadarnya agar tidak kemasukan salju. Berbagai kotak kayu berisi bom dan sisa-sisa senjata perang memenuhi emperan toko. Terkadang barang-barang itu dijadikan mainan anak-anak.

Beberapa ekor beruang kutub terlihat sedang bermain di tengah jalan raya. Beruang kutub biasanya selalu memecahkan es di sungai yang membeku untuk berenang mencari ikan di bawah lapisan es.

Jika makanan berupa ikan dan anjing laut masih ada, mereka memang tidak akan mengganggu manusia. Namun keberadaan mereka di jalan raya sangat mengganggu pengendara bermotor. Tak jarang petugas satwa menangkap mereka untuk menjaga ketertiban di jalan.

Telinga kelinci arktik Hasyi terasa ngilu terkena sedikit hujan salju. Ia menatap jam itu sambil menggerogoti perlahan-lahan sebuah wortel bekal cemilan dari ibunya dengan napas yang mulai menipis.

Tiga hari lagi Hasyi dan ibunya akan akan pindah ke rumah ayah barunya. Tapi Hasyi sama sekali belum merasa siap untuk pindah rumah. Belum lagi kata-kata peri hitam waktu itu masih terus membayang-bayangi benaknya.

Beberapa kali Hasyi merasa seperti ada yang mencolek-colek jaket berbulunya yang berbentuk seperti sebuah mantel pemadam kebakaran. Jaket yang dimilikinya sejak SD itu sudah tebal berlumuran salju. Tetapi ia tetap berusaha tidak menghiraukannya.

Tapi akhirnya Hasyi mau menoleh ke belakang setelah colekan kedua dan ketiga. Ternyata peri hitam yang sering mendatangi Hasyim sedang mencolek jaket Hasyi dengan tangan kanannya sambil mengetuk-ngetukan tombak bulan sabitnya di atas aspal.

“Peri hitam! Apa yang kau lakukan di sini? Pergilah aku sedang tak ingin berbicara dengan siapapun!” tegur Hasyi pada peri hitam itu tanpa ekspresi sedikitpun di wajahnya.

Setiap kali mengatakan sesuatu Hasyi mengeluarkan embun dari mulutnya karena udara di trotoar jalanan itu yang begitu dingin.

“Sudah kubilang berkali-kali namaku Nirmala! Jangan seenaknya kau panggil aku peri hitam lagi, dan kau tak bisa seenaknya menyuruhku pergi aku adalah mimpi buruk yang akan selalu menghantuimu seumur hidupmu!” gertak Nirmala mengepak-ngepakan sayap hitamnya dengan sangat kencang hingga membuat banyak butir-butir salju beterbangan.

“Terserah apa katamu, Nirmala. Aku sudah bosan kau terus menyelimutiku dengan mimpi buruk karena aku percaya mimpi buruk itu tidak selamanya terjadi. Jika kau ingin melihat pelangi kau harus siap bajumu basah terkena air hujan!” sahut Hasyi dengan matanya yang terus melirik ke atas-ke bawah.

Nirmala memegang tombak bulan sabitnya erat-erat. Ia berdiri tegak membiarkan rambut hitamnya yang sebahu terurai ke belakang karena terbang tertiup angin dingin.

Nirmala menyandang semacam tempurung kura-kura di punggungnya, membuatnya sangat lamban saat berjalan kaki. Tetapi ia mampu melesat secepat kilat dengan kedua sayap hitam di punggungnya. Telinganya hijau panjang seperti seekor goblin.

Nirmala seperti seekor kura-kura yang selalu menemani dan membayangi Hasyi yang seperti seekor kelinci. Hasyi merasa seperti dibayang-bayangi kekalahan oleh kura-kura dalam sebuah kisah lomba lari antara kelinci dan kura-kura.

Entah dari mana tiba-tiba Nirmala mendapatkan kaleng soda. Setelah meminum kaleng soda itu, Nirmala langsung memakan kaleng soda yang  isinya telah ia minum dan menelan kaleng soda itu semudah menelan air. Apa yang dilakukan Nirmala benar-benar membuat Hasyim ketakutan.

“Kau tahu mengapa aku terus menghantui hidupmu, Hasyi?” tanya Nirmala mengedip-ngedipkan bulu mata hitamnya yang sangat tebal. Hanya gelengan kepala Hasyi yang menjadi jawabannya.

“Sebagai anak sulung seharusnya aku memiliki kesempatan untuk memimpin kerajaan ini. Tapi aku malah dibuang oleh raja dan ratu yaitu orang tua kandungku sendiri hanya karena aku terlahir sebagai peri kegelapan. Itu sebabnya aku terus menghantuimu, aku mencari orang yang dapat merasakan penderitaanku,” keluh Nirmala menyandarkan tubuh kurusnya ke punggung Hasyi saat Hasyi sedang berdiri agak menempel di tiang listrik.

“Semua itu tidak benar Nirmala, bagaimana mungkin kau adalah penerus sah kerajaan?  Kau bahkan tidak nyata. Kau hanya ada di dalam cerita dongeng!” Hasyi sangat kesal saat Nirmala menyandar di punggungnya. Rasanya Hasyi sangat ingin membanting tubuh Nirmala, tapi Hasyi benar-benar tak bisa menyentuh tubuh Nirmala sama sekali. Nirmala hanya bentuk kebencian dan rasa takutnya.

Tanpa memedulikan Nirmala sedikitpun, Hasyi terus memandangi langit. Pikirannya melayang entah ke mana. Memikirkan masa lalu, segala perubahan yang akan terjadi pada hidupnya di masa depan, dan dunia tempat tinggalnya yang ia anggap tidak masuk akal.

Sejak masih kecil Hasyi sangat suka mendominasi pembicaraan hanya tentang topik yang ia sukai pada lawan bicaranya. Dalam hidupnya, Hasyi hanya memiliki ketertarikan pada dua topik, yaitu pada dongeng dan video game.

Hasyi pasti akan langsung cepat bosan jika lawan bicaranya membicarakan topik di luar kedua topik yang ia sukai. Karena menurut Hasyi, segala topik di luar dongeng dan video game sangat membosankan.

Lantaran ketertarikannya pada dongeng dan video game itulah Hasyi memiliki imajinasi yang lebih tinggi daripada anak-anak seusianya. Terkadang Hasyi bahkan tidak bisa membedakan dunia nyata dengan dunia dongeng dan video game.

Karena imajinasinya yang terlalu tinggi, Hasyi pernah berpikir jika dunia yang ia tinggali selama ini tak lebih dari imajinasinya belaka. Namun lama-kelamaan Hasyi malah merasa bahwa dirinya sebenarnya tak ada di dunia ini.

”Diriku ini pasti hanya khayalan ibuku yang sebenarnya tidak punya anak, tapi ia sangat ingin punya anak hingga berandai-andai memiliki anak seperti aku. Kenapa aku harus dilahirkan di dunia ini?” Hasyi terus berandai-andai memikirkan sesuatu yang tak beraturan.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama