Setiap operasi kerajaan memukul mundur semua upaya pemberontakan Tanduk Berlian tersimpan rapi dalam sebuah arsip.

Arsip telah menjadi semacam mata radar kerajaan yang ditaruh di mana-mana untuk merekam dan memata-matai apapun upaya Tanduk Berlian dalam meruntuhkan kekuasaan kerajaan.  Data-data di arsip itu diharapkan dapat mendesak dan mempersempit ruang gerak organisasi Tanduk Berlian.

Sudah bertahun-tahun Lanza melakukan rutinitas mengetik, menulis, membaca, dan menganalisis sebuah arsip yang merekam pemberitaan tentang peristiwa berdirinya organisasi Tanduk Berlian. Ia pun memverifikasi autentisitas arsip yang tercipta sambil sesekali memakan cemilan manis yang bisa meningkatkan konsentrasinya.

Lanza punya banyak nama. Bisa jadi Lanza juga hanya nama samaran. Murad Nasredin adalah nama lain Lanza yang diberikan oleh orang tua angkatnya.

Lanza memang penyidik yang sudah tidak perlu diragukan lagi kualitasnya. Tetapi identitasnya tidak diketahui sembarang orang. Ia selalu menyembunyikan wajahnya di depan publik. Tugas pokok seorang arsiparis atau juru arsip adalah mengelola arsip dan menyajikan arsip menjadi informasi.

Penanganan arsip yang tidak benar bisa menyebabkan data menjadi rusak, terselip, tidak terawat, bahkan hilang. Padahal, arsip punya nilai penting, terutama untuk kegiatan penelitian dan penulisan sejarah. Jadi, untuk mengelola arsip benar-benar dibutuhkan tenaga ahli spesialis.

Lanza sebenarnya tidak terlalu menyukai pekerjaan barunya sebagai juru arsip. Ia menganalisis, membandingkan, mempertentangkan, merentangkan, kemungkinan-kemungkinan yang akan dilakukan organisasi Tanduk Berlian dan akibat sepak terjangnya terhadap kepentingan kerajaan.

Ia selalu duduk dengan posisi memeluk kedua kakinya dan sesekali menggaruk sebelah kakinya dengan kaki lainnya secara bergantian. Saat berjalan ia selalu memasukkan tangannya ke dalam saku bajunya.

Wajah Lanza putih pucat. Rambutnya hitam gondrong. Tubuhnya sangat kurus seperti gelandangan yang tidak memiliki masa depan.

Sejak dipindahtugaskan menjadi arsiptaris, waktu dalam hidupnya terasa bergerak semakin lambat. Dulu saat masih menjabat sebagai penyidik polisi yang lebih rendah, ia bisa leluasa memerintahkan sepasukan polisi Janissary untuk menyelidiki dan menumpas berbagai macam kejahatan kelas kakap, seperti membekuk gerombolan mafia narkoba dan penyeludupan senjata.

Meskipun seringkali ia menyesal karena terpaksa harus melakukan pekerjaan kotor, seperti menyewa sekelompok preman untuk membunuh wartawan negara asing yang sedang meliput di kerajaan. Ini agar wartawan asing itu tidak menyebarkan berita tentang keadaan politik di kerajaan yang telah memanas dan sudah tidak stabil demi mencegah negara lain ikut campur pada masalah politik di kerajaan.  

Kerajaan bisa berdalih jika wartawan asing itu mati karena dirampok dan dibunuh oleh preman dan bukan dibunuh langsung oleh pihak kerajaan lewat polisi maupun militer.

Tentu saja preman itu di luar hukum. Jika mereka cedera hukum, kerajaan tidak bertanggung jawab. Namun kini saat ia naik pangkat menjadi komisaris agung polisi Janissary, di kantornya ia justru hanya bisa menyuruh seorang asistennya untuk membeli rokok.

Ia sudah lama tidak melakukan tugas lapangan yang dapat memacu adrenalin. Kini ia harus menghadapi tumpukan kertas dan komputer yang sangat membosankan.

Tak jarang Lanza harus mengemukakan kesimpulannya sendiri dari berkas-berkas arsip yang ia baca. Ia juga harus memata-matai langsung semua kegiatan organisasi Tanduk Berlian, dengan headphone yang tak pernah terlepas dari telinganya.

Ia dikenal sebagai orang yang sangat jujur dan bertanggung jawab. Ia dipercaya memegang kendali atas seluruh kamera CCTV dan alat penyadap di setiap sudut Kota Rumeli Hisari, bahkan beberapa sudut di Kastil Herlingen yang bukan wilayah privasi raja dan putrinya. Ini demi mempersempit kebebasan rakyat dalam berpendapat.

Apapun alasannya, bagi Lanza alias Nasredin semua tindakan yang dilakukan sekelompok orang yang berkumpul untuk melakukan pemusatan kekuatan pada suatu tempat adalah hal yang illegal. Kegiatan itu bisa membahayakan keamanan kerajaan. Lanza selalu menindak tegas hal itu.

Hari-harinya penuh perasaan menahan rasa sedih. Lanza terus berusaha melupakan masa lalunya yang sangat kelam dan membuatnya menjadi orang yang sangat pemarah. Keberuntungan utama anak penyandang autisme adalah memiliki orang tua dan keluarga yang menyayanginya, tetapi Lanza sama sekali tak memiliki keberuntungan itu.

Lanza menyandang sindrom savant, kondisi seseorang yang mampu memperlihatkan kapasitas yang ajaib dan mendalam atau kemampuan yang jauh melebihi batas normal.

Orang dengan sindrom savant bisa jadi memiliki kelainan dalam perkembangan saraf, terutama gangguan spektrum autisme, atau bahkan cedera pada otak. Diyakini salah satu sisi otaknya hancur oleh kondisi tertentu, sementara yang lain overload atau kelebihan beban sehingga membuat otak penderita menjadi sangat cerdas.

***

Seorang anak kecil  dengan rambut yang sangat panjang dan wajah dipenuhi bulu serigala berjalan dengan tali dan rantai di lehernya, seperti binatang ternak. Perasaan malu yang begitu mendalam telah menjadi bagian dari dirinya. Bagaimana mungkin orang tua tega menjual anaknya sendiri?

”Maaf Nak ini demi kebaikanmu. Jika nanti kau dilahirkan kembali kau akan menjadi anak yang jauh lebih sempurna,” sepasang suami istri menyeret paksa seorang anak laki-laki mereka dengan rantai di lehernya pada waktu tengah malam.

Mereka menyakini jika anak laki-laki mereka telah dirasuki oleh roh jahat karena si anak tak bisa berbicara sampai usia tujuh tahun lebih. Mereka berniat membunuh anaknya dengan menjual bagian tubuh sang anak untuk menjadi makanan siluman lain.

Sepasang suami-istri itu berharap, jika si anak dilahirkan kembali setelah kematiannya, ia akan menjadi anak yang lebih baik daripada saat ini.

Ruko-ruko di sekitar mereka telah tutup dan jalan-jalan raya seakan tak berpenghuni. Malam hari tampak menyeramkan dan meresahkan, tumpukan sampah gelap menumpuk di sekitar ruko itu membentuk sesuatu yang menyeramkan bagi Lanza kecil. Bau sampah plastik dan menyengat di hidung mereka.

Hujan gerimis kecil disertai sedikit hujan asam membasahi kepala mereka. Mereka mempercepat langkah kakinya. Terlihat beberapa orang dengan bayangan bengkok mengenakan jas, kemeja, dan berbagai macam pakaian yang tertutup mengejar.

Salah seorang itu membidik pistolnya dengan detak jantung yang tenang. Ia melepaskan satu tembakan peringatan dan satu tembakan yang mengenai mata ayah Lanza. Orang-orang itu menyatakan jika mereka adalah polisi.

Dengan mudah para polisi itu menangkap sepasang suami istri yang membawa anak laki-laki mereka dengan rantai seperti hewan ternak itu. Mereka berbalik memborgol tangan sepasang suami istri itu.

Lanza kecil sama-sekali tak paham apa yang dilakukan oleh orang tuanya pada dirinya atau apa yang dilakukan oleh polisi itu pada orang tuanya. Polisi itu menangkap kedua orang tua Lanza kecil karena orang tuanya terlibat dalam pemakaian dan penjualan narkoba.

Salah seorang polisi yang memborgol tangan orang tua Lanza, langsung berusaha melepaskan rantai yang terikat di leher Lanza. Mereka akan memeriksa Lanza yang diduga korban kekerasan terhadap anak. Orang tua kandungnya pasti akan dikenakan pasal berlapis dari kasus narkoba dan kekerasan terhadap anak.

Polisi itu tertarik dengan tatapan mata Lanza kecil yang terlihat sangat cermat dan terlihat peduli dengan hal-hal kecil. Ia terlihat memiliki bakat alami untuk menjadi seorang penyidik.

”Siapa namamu, Nak?” tanya seorang polisi paruh baya yang menyelamatkan hidup Lanza dari orang tua kandung yang hampir saja membunuhnya.

Lanza kecil hanya menganga kebingungan karena ia belum bisa berbicara.

“Oh belum bisa berbicara ya? Ya sudah ikut Paman, yuk,” polisi  paruh baya itu mengulurkan tangannya. Dengan tangan yang gemetar Lanza kecil memegang tangan polisi paruh baya itu.

Polisi paruh baya itu pun mengadopsi Lanza. Ia berusaha sepenuh hati mengajari Lanza kecil berbicara sampai lancar.

Polisi paruh baya itu juga mengajari Lanza kemampuan mengamati hal-hal di sekelilingnya dengan cermat, baik besar maupun kecil.

Seorang polisi penyidik harus mengobservasi apa yang sedang diselidikinya, mengetahui detail-detail kecil agar bisa memecahkan kasus. Hal-hal sekecil percikan darah di lantai, atau potongan kuku di cerobong asap tidak boleh dilewatkan.

Salah satu alasan pengidap autisme terutama savant sindrom memiliki daya ingat yang tajam adalah perhatian terhadap detail. Menurut mereka, tak ada detail yang terlalu kecil untuk diamati.

Itulah mengapa ketika orang dengan autisme dihadapkan dengan suatu masalah, mereka bisa dengan cepat mencari akar masalahnya dan menemukan solusi yang tepat, meskipun terkadang mereka bisa marah jika masalahnya tidak terselesaikan sesuai rencana.

Penyidik elite yang hebat mampu menginterogasi orang yang paling bungkam sekalipun atau memancing seseorang mengatakan hal-hal yang tidak terungkap, meskipun orang tersebut tidak menyadari  telah memberikan penyidik kerajaan banyak informasi.

Sebagian besar penyandang autisme cenderung lebih mengandalkan logika daripada emosi saat mengambil keputusan. Namun bukan karena mereka tidak memiliki emosi atau empati di dalam diri.

Pada saat-saat tertentu, kemampuan mengambil keputusan yang objektif memang sangat penting. Daripada mengandalkan rasa takut, amarah, atau rasa bahagia yang meluap-luap, orang dengan autisme lebih memilih untuk mempertimbangkan alasan-alasan yang logis.

Seorang penyidik harus memiliki daya ingat yang luar biasa. Dia harus bisa mengingat hal-hal kecil walaupun sekilas. Misalnya ketika sedang berada di lokasi tabrak lari dan hanya sekilas melihat nomor polisi si penabrak.

Selain kemampuan daya ingat yang jempolan, seorang penyidik elite harus mampu mengingat kembali kejadian lama, yang bisa saja digunakan untuk menguatkan bukti-bukti dalam membuat keputusan penting.

Tak seperti kebanyakan orang, mereka yang berada dalam spektrum autisme mampu menjaga daya ingat, fokus, dan konsentrasi yang tinggi terhadap satu hal tertentu. Mereka bisa dengan mudah mengingat hal-hal yang pernah ditemuinya. Namun, mereka memang kadang kesulitan membagi konsentrasi untuk banyak hal sekaligus.

Saat mereka melihat guru memainkan suatu alat musik, mereka akan merekam kejadian tersebut dengan baik dalam memorinya. Maka, ketika tiba giliran mereka untuk mencoba sendiri alat musik tersebut, mereka akan langsung memutar kembali memori ketika guru mereka memainkan alat musik itu dan menirunya dengan tepat.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama