The Tommorowland Goldilocks

“Jika kelinci dan kura-kura berkolaborasi serigala hanyalah sebuah lelucon.”

 

 

Lanza memulai penyelidikan pada pelayan pribadi Putri Hasya yang dicurigai terlibat dalam organisasi Tanduk Berlian. Ia berjalan dengan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana untuk mengurangi udara dingin yang menjalari tubuhnya. Ini membuatnya merasakan ketenangan.

Lanza sebenarnya bisa saja langsung menahan pelayan pribadi Putri Hasya yang kini diketahui bernama Hasyi, menetapkannya sebagai tersangka, dan menginterogasinya. Tetapi ia tak mau ambil risiko berhadapan dengan Hasyi secara langsung.

Jika benar Hasyi adalah anggota Tanduk Berlian, berarti ia adalah orang yang berhasil mengalahkan Naga Hijau. Hasyi tentu sangat kuat untuk membuat Lanza celaka. Lanza paham, ada beberapa siluman yang suka menyembunyikan kekuatan dahsyatnya saat kondisi darurat. Seperti siluman ular yang dapat mengendalikan pikiran orang ataupun siluman pemakan jiwa yang dapat membunuh orang dengan menghisap jiwanya hanya dengan sekali gigitan taringnya. Karena Lanza juga merasa belum ada bukti yang kuat untuk menangkapnya

Faktor penting yang berkontribusi besar dalam meminimalisasi aksi teror di kerajaan, menurut Lanza, adalah pengalaman kerajaan memerangi mafia, pertarungan melawan mafia, yang memaksa pemerintah bertindak keras, telah memberikan banyak pelajaran untuk menangkal terorisme. Kebijakan yang diambil pada era lampau rupanya diterapkan kembali, salah satunya penyadapan. Jika dulu penyadapan dilakukan kepada pentolan mafia atau kelompok sayap kiri, maka sekarang penyadapan ditujukan kepada terduga teroris.

Kesamaan lain antara kebijakan untuk mafia dan teroris adalah masa penahanan setelah tuduhan dijatuhkan. Namun, kebijakan ini dikritik lembaga-lembaga pembela hak asasi manusia karena dinilai melanggar hak individu. Di Miggleland, terduga teroris bisa lebih lama ditahan dari waktu semestinya yang hanya empat hari.

Terkadang mafia juga dapat menghalangi teroris. Teroris akan selalu memeriksa setiap wilayah sebelum serangan. Sayangnya, mafia menguasai banyak wilayah di Miggleland. Mereka punya kekuatan. Muncul pernyataan bahwa apabila teroris menyerang ibu kota kerajaan, maka para mafia yang notabene menjadi pemain utama di pasar gelap perdagangan senjata, bakal memutus akses teroris untuk memperoleh persediaan.

Lanza mengutus beberapa polisi telik sandi, anak buahnya untuk menguntit Hasyi. Mereka mulai berpakaian seperti tukang pembawa kayu bakar perapian istana Janissary dan mengikuti Hasyi setelah pulang kerja pada pukul delapan malam.

Lanza bahkan melarang kedua anak buahnya menyerang Hasyi secara frontal  karena sangat berisiko. Mereka hanya diminta melaporkan gerak-gerik Hasyi. Lanza menyuruh anak buahnya berhati-hati dalam melangkah karena jika mereka beruntung, Hasyi dapat menuntun mereka menuju markas rahasia Tanduk Berlian yang sudah lama diincar Lanza.

Lanza memutuskan untuk membuntuti Hasyi lebih dulu saja tanpa memberikan anak buahnya senjata. Namun sebenarnya anak buahnya berisiko mati di tangan Hasyi. Lanza sama-sekali tak memikirkan nyawa anak buahnya. Ia hanya menginginkan sebuah pembuktian terhadap pekerjaannya sendiri.

Sebagai siluman landak berduri perak gabungan serigala putih atau siluman Aul yang menyelidiki pelayan pribadi yang diduga terlibat dalam Tanduk Berlian, Lanza seperti serigala dalam dongeng Prancis yang memburu The Little Red Rabbit Hood. Kini Lanza menjadi serigala yang memburu siluman api bertelinga kelinci, Hasyi, yang sedang ia curigai. Pertarungan serigala dan The Little Red Rabbit Hood dimulai. Kelinci ditakdirkan menjadi mangsa serigala. Pertarungan anak autis melawan anak autis tak terelakkan.

Di depan gerbang istana Janissary, Hasyi menyambut kedua saudara tirinya, Erdhem dan Alara. Mereka berencana pergi bersama-sama ke suatu tempat seperti biasa. Alara menyapa dengan ramah, sementara Erdhem hanya peduli dengan putung rokoknya untuk menghangatkan tubuhnya ketika salju turun semakin lebat.

Ketika beberapa jalan besar telah terlewati, mereka sadar jika dua orang yang sama terus menguntit meskipun mereka telah berjalan berputar-putar.  Hasyi mempelajari penampilan orang yang mengejar. Dengan wajah yang ditutupi masker dan jas cokelat, seperti pekerja biasa. Sambil berusaha untuk tetap tidak diperhatikan, Hasyi meminta Erdhem dan Alara tak langsung melihat ke belakang.

Hasyi mulai memerhatikan setiap detail, termasuk nama jalan, nomor rumah, gedung, toko, dan kafe yang ada di sekitar. Mengetahui lokasi tepat yang akan membantunya memperoleh bantuan yang diperlukan.

Hasyi mengajak kedua saudara tirinya menghindari jalur sempit dan remang-remang, seperti gang dan koridor. Atau jalur dengan hanya ada satu atau dua jalan keluar yang bisa membuat kedua orang itu dapat menyakiti mereka tanpa takut ada saksi mata.

Para pengutit akan lebih sulit kehilangan bidikannya di antara kerumunan dan mereka cenderung lebih ragu-ragu untuk bergerak di depan orang lain. Jika sebelumnya Hasyi berjalan menjauh dari jalan utama yang sibuk, Hasyi bersikap seolah-olah tiba-tiba lupa sesuatu. Ia memeriksa saku dan mengubah arah.

Hasyi sering berhenti di tempat-tempat yang tidak terduga. Ia berhenti di empat toko mainan yang berbeda. Ia membeli mainan mobil pemadam kebakaran yang sama dan ia letakkan di dalam ranselnya. Ini membuat dua polisi penguntit itu agak geram karena merasa dikerjai oleh Hasyim

Hasyi dan dua saudara tirinya tak berencana pergi berbelanja di mal. Hasyi membuat rute serumit mungkin hingga memasuki banyak mal. Erdhem merasa sikap Hasyi sangat aneh karena Erdhem belum menyadari jika mereka dikuntit.

Para pelaku kejahatan cenderung lebih suka menyerang seseorang yang sedang sendirian, terutama karena tidak akan ada orang yang menolong korban atau menjadi saksi kejahatannya. Oleh karena itu, Hasyi merasa beruntung berjalan bersama kedua kakak tirinya dan tak berjalan sendirian. Hasyi membuat jarak sebanyak mungkin dengan penguntit. Ia berlari secepat mungkin ke daerah yang terasa lebih aman.

Hasyi melemparkan seikat uang kertas ke tanah menanti kedua penguntit itu mengambilnya. Ia sedang memikirkan cara untuk melarikan diri. Namun, kedua penguntit itu tidak peduli dengan uang kertas yang dilempar Hasyi.

Hasyi mengajak kedua saudara tirinya untuk berhenti di kafe selama setengah jam, mungkin untuk membuat penguntit berhenti mengejar mereka karena bosan. Hasyi berusaha berpikir jernih ia mengobrol dengan tenang pada barista yang melayaninya di kafe untuk membuat kedua penguntit itu tidak berani mendekat di keramaian. Ia berusaha mengulur waktu.

Jika sebelumnya kedua penguntit itu menolak uang kertas yang Hasyi jatuhkan, kali ini Hasyi membuang sebuah tas pinggang kosong ke hilir sungai. Karena tidak mengetahui isinya,dengan alat komunikasi tersembunyi Lanza memerintahkan salah-satu anak buahnya untuk menceburkan diri ke sungai untuk mendapatkan tas pinggang yang dibuang Hasyi.

Lanza yakin ada barang bukti berharga yang coba dibuang di dalam tas pinggang itu. Tapi percuma saja. Sebelum polisi itu sempat mengejar, tas pinggang itu sudah hanyut ke tengah sungai yang dalam dan sangat berbahaya jika terus berenang ke tengahnya karena bisa tenggelam. Namun demi menyelesaikan suatu kasus, Lanza tidak peduli dengan nyawa anak buahnya. Satu anak buahnya terpaksa gugur tenggelam di sana. Anak buah bukanlah sesuatu yang penting bagi Lanza. Kini hanya ada satu polisi penguntit yang mengejar Hasyi dan saudaranya.

Lantaran Alara ketakutan ia ingin mengeluarkan selendang saljunya. Siluman laba-laba seperti Erdhem dan Alara memiliki selendang yang dapat membantu mereka terbang dengan diikat di pinggang seperti sabuk. Tetapi Hasyi meminta Alara untuk tenang dan meminta kedua saudara tirinya tetap berjalan di tanah, tidak menggunakan selendang mereka untuk terbang agar satu penguntit yang masih tersisa di belakang itu tetap dapat mengikuti mereka dengan berjalan kaki. Mereka bertiga harus berpencar ke tiga jalan yang berbeda. Hasyi ingin memastikan antara dirinya sendiri, Alara, dan Erdhem manakah yang sebenarnya ingin diincar penguntit itu. Namun ternyata penguntit itu memang hanya mengincar Hasyi. Si penguntit mengabaikan dan berhenti mengikuti Erdhem dan Alara.                                                                                         

Orang itu berdiri di belakang ketika Hasyi sedang turun menggunakan lift sambil memasukkan tangannya ke dalam saku menuju kereta bawah tanah yang sangat dalam. Hasyi menyadari jika orang yang mengikutinya di belakang bukan orang biasa.

Orang itu mendapatkan tiket kereta bawah tanah gratis hanya dengan menunjukkan kartu identitasnya mereka pasti berasal dari polisi atau militer. Apakah identitasnya sebagai seorang teroris anggota Tanduk Berlian telah terbongkar? Penguntit itu memang masih mengikutinya ketika menaiki kereta bawah tanah. Kali ini Hasyi terang-terangan berlari keluar kereta sambil berteriak. Tentu saja penguntit itu ikut berlari karena panik keberadaannya telah diketahui.

Ketika keluar dari kereta mereka memasuki pasar. Alangkah terkejutnya polisi penguntit itu begitu mendapati ia tiba-tiba dikeroyok sekelompok preman yang membawa tongkat besi panjang sambil mengamuk tanpa sebab. Ketika polisi penguntit itu menanyakan urusannya dengan preman-preman itu. Preman-preman di tengah koridor pasar yang sepi itu hanya menggeram dan memukuli polisi itu. Lanza tidak mempersenjatainya karena takut anak buahnya akan menyerang Hasyi dan membongkar penguntitan dan membuat semua rencananya terbongkar. Jadi polisi penguntit itu tidak bisa melawan. Polisi penguntit itu kewalahan menghadapi keroyokan preman itu hingga alat komunikasinya dengan Lanza rusak diinjak kaki preman yang mengeroyoknya.

Ternyata semua itu telah direncanakan oleh Hasyi. Anita menyadari jika siluman api seperti Hasyi memiliki kekuatan Asura, kemampuan untuk mengendalikan pikiran orang, sama seperti siluman ular seperti dirinya. Anita pun mengajari Hasyi mengendalikan pikiran. Hasyi mampu mempelajarinya dengan sangat cepat.

Namun kemampuan pengendali pikiran siluman ular seperti Anita hanya dapat berfungsi satu kali terhadap setiap orang. Anita tidak dapat menggunakan kekuatan Asura pengendali pikiiran untuk yang kedua kalinya terhadap orang yang sama dan pernah dipengaruhi oleh kekuatan pengendali pikiran Asura sebelumnya. Karena hal tersebut Anita harus berpikir dua kali sebelum dirinya menggunakan kekuatan Asuranya yang bisa mengendalikan pikiran orang lain. Anita tidak bisa menggunakan kekuatan Asuranya hanya untuk memberikan perintah yang tidak penting.

Berbeda dengan Anita yang hanya bisa mengendalikan pikiran satu-dua orang dalam satu waktu, Hasyi bukanlah siluman api biasa. Selain dia memiliki ajian panca sonya dari jantung petapa siluman api yang didonorkan padanya, tanpa dia sadari dia memiliki darah keluarga kerajaan. Dia dapat mengendalikan ratusan orang dengan mudah kapan pun ia menginginkannya, seperti sekarang ketika ia mengendalikan pikiran puluhan preman itu. Bahkan ia dapat mengendalikan pikiran orang yang sama berkali-kali sesuka hati, ini membuatnya menjadi lebih mengerikan daripada Anita.

Ada telapak tangan panas yang menyentuh pundak Hasyi, seakan hendak menyapa. “Kau petapa siluman api yang mendonorkan jantungmu padaku kan? Mengapa kau ingin menemuiku lagi, tolong jangan ganggu aku dulu, aku sedang bersenang-senang!” ujar Hasyi dengan ekspresi tenang.

Semakin lama ketakutan Hasyi pada siluman api itu semakin berkurang. Seketika Hasyi tertawa jahat seperti iblis. Sejak kecil Hasyi selalu dikeroyok teman-temannya karena menganggapnya gila akibat autis yang ia idap. Sebenarnya ia tak dapat memaafkan dirinya sendiri karena penguntit itu merasakan penderitaan yang ia rasakan sewaktu kecil. Penguntit itu dikeroyok sekelompok preman yang tak kenal ampun yang disebabkan oleh dirinya.

Tidak seperti biasanya, petapa siluman api itu tiba-tiba menawarkan bantuan pada Hasyi. Entah mengapa itu terasa sangat kebetulan. Hasyi merasa sedang butuh melakukan penyamaran. Hasyi meminta petapa siluman api itu merasuki tubuhnya untuk sementara, begitu petapa siluman api itu merasuki tubuh Hasyi, penampilan wajah Hasyim sangat berubah dengan rambut yang lebih panjang dan lebih panas daripada sebelumnya menutupi sebelah matanya.

Hasyi bergegas menyelamatkan polisi itu dari segerombolan preman yang menyerangnya dengan gergaji mesin giok lemuria di dalam lemari besi punggungnya yang kini telah diperbaiki Selim. Tanpa menyakiti preman-preman itu sedikitpun, Hasyi yang awalnya mengendalikan pikiran preman-preman itu membuat mereka tertidur di tempat, setelah preman itu memukuli polisi penguntit. Sebagai anggota teroris Tanduk Berlian, Hasyi memiliki banyak kartu identitas palsu di ranselnya. Ia mencari kartu identitas yang paling mirip dengan kartu identitas yang diperlihatkan polisi itu ketika meminta tiket gratis, setelah menyelamatkan polisi penguntit itu. Untungnya pasar yang sepi dan hampir terbengkalai ini tak memiliki kamera CCTV.

Hasyi yang penampilan wajahnya sudah tidak lagi dikenal oleh polisi itu mengaku jika dirinya adalah polisi militer Janissary yang dikerahkan komisaris polisi untuk membantu menyelesaikan kasus. Hasyi tak mengetahui nama Lanza, itu sangat aneh sebagai anak buah ia tak mengatakan jika dirinya dikerahkan Lanza. Padahal Lanza sangat terkenal di kalangan anak buahnya sebagai pribadi yang kurang menyenangkan dan dingin. Namun karena Hasyi menunjukkan kartu identitas yang tampak sangat menyakinkan dan Hasyi telah menyelamatkannya, polisi itu tak punya pilihan lain kecuali percaya pada Hasyi. Lagipula tubuhnya sudah babak belur hingga memerlukan pertolongan. Dengan sigap Hasyi membawa polisi itu duduk ke kursi besi panjang di dekat rel kereta.

Tidak sembarang siluman dapat membaca atau mengendalikan pikiran orang lain. Hanya sebagian jenis saja yang dapat membaca pikiran itupun tidak semua siluman memiliki keinginan untuk mempelajari kemampuan tersebut. Kebanyakan siluman yang dapat membaca pikiran orang lain memilih untuk menyembunyikan kekuatannya karena mereka tak suka mengganggu privasi orang lain. Kemampuan analisis tetap dibutuhkan oleh seorang penyidik polisi meskipun memiliki kemampuan membaca pikiran. Karena informasi yang diperoleh dari pikiran yang terbaca belum tentu merupakan kebenaran yang sesungguhnya. Informasi itu bisa jadi hanyalah kebenaran yang diyakini orang itu bukan kebenaran sesungguhnya, maka penyelidikan barang bukti dan ahli forensik tetap dibutuhkan. Itu sebabnya banyak anggota kepolisian yang mengagumi Lanza. Kemampuan analisisnya selalu lebih mendekati kebenaran daripada siluman yang mampu membaca pikiran sekalipun, kecuali saat ini ketika suasana hatinya kurang baik.

Hasyi memang bisa mengendalikan pikiran tetapi ia sama-sama sekali tak bisa membaca pikiran orang karena autis yang ia idap, tapi keuntungannya siluman lain yang bisa membaca pikiran juga tak bisa membaca pikiran Hasyi karena cara berpikir orang autis seperti Hasyi berbeda dengan orang lainnya. Jadi jika Hasyi ingin mengetahui tujuan polisi itu mengikutinya ia harus menanyakanya secara langsung dengan halus. Namun polisi itu sangat cerdas hingga Hasyi kesulitan mengulik informasi darinya. Setelah merasa jika polisi itu tidak berguna, Hasyi memutuskan untuk mengendalikan pikiran polisi itu lewat kontak mata dan memaksanya bunuh diri dengan berdiri di depan rel kereta.

Hasyi tertawa melihat polisi telik sandi itu tertabrak kereta. Ia merasa dirinya berhasil bebas dari orang misterius yang terus mengejarnya. Belum pernah ia merasa sepuas ini dalam hidupnya. Ia merasa hidupnya tidak lagi hampa, tetapi hati nuraninya masih meronta setelah menyakiti dan membunuh polisi telik sandi itu. Ia merasa bukan lagi dirinya yang dulu. Pasti ada sosok yang mengendalikan dirinya.

“Sekarang kau harus memakan mayat orang yang baru kau bunuh barusan kau adalah siluman! Mayat adalah makanan alami untukmu!” seru petapa siluman api itu merayu Hasyi dengan memperlihatkan potongan mayat segar dipenuhi darah yang sangat menjijikkan. Namun bagi para siluman itu adalah makanan yang sangat lezat. Hasyi sempat merasa tergoda dengan daging mayat segar yang dipenuhi dengan darah.

“Diamlah mustahil aku melakukan itu, aku masih waras, atau kau mau kepalamu kutembak!” tukas Hasyi sambil menodong pistol yang diambil dari salah satu preman yang ia buat tidur ke kepala petapa siluman api itu.

Menyadari jika kontaknya dengan anak buahnya terputus, Lanza memutuskan untuk bergegas turun tangan menyusul Hasyi dari lokasi koordinat terakhir yang diberikan alat komunikasi anak buahnya. Bermodal indra penciuman tajam sebagai seorang siluman serigala putih ia mencari aroma Hasyi. Lanza dapat menemukan kembali jejak Hasyi yang awalnya terputus, setelah anak buahnya bunuh diri di rel kereta.

Lanza terlihat tak terlalu bersedih dengan kematian anak buahnya. Meskipun ia merasa sangat menyesal di dalam hatinya karena terlalu pengecut untuk turun tangan menghadapi Hasyi sejak awal. Ia merasa tak pantas menjadi seorang pemimpin.

Lanza membawa mayat anak buahnya ke tempat yang lebih layak, bukan rel kereta. Lanza menunduk di hadapan mayat itu untuk menghormatinya. Meskipun tidak suka, Lanza memberikan hormat sebagai abdi kerajaan, tentu saja hormat itu tak lagi berguna. Anak buahnya sudah mati. Lanza sebenarnya sangat benci makan mayat manusia karena waktu kecil ia pernah dijual orang tuanya sebagai bahan makanan pada siluman lain.  Jadi Lanza memilih meninggalkannya dan menunggu ada orang lain yang menemukan dan memakan mayat itu.

Lanza adalah orang yang lebih mengutamakan logika daripada perasaan. Ia bisa berpikir jernih mengejar Hasyi tanpa pikirannya terpengaruh emosi sedikitpun akan dendam kematian anak buahnya. Lanza sangat ragu dan ketakutan mendekati Hasyi, namun ia memiliki rasa tanggung jawab sebagai seorang pemimpin. Ia tetap tak mau anak buahnya mati sia-sia. Anak buahnya berhasil membuat Lanza lebih dekat dengan lokasi tempat tujuan Hasyi, di manapun itu jika ia berhasil menemukannya. Lanza dapat selalu membuntuti Hasyi ketika keluar atau berjalan di sekitar tempat itu dan menunggu situasi yang tepat untuk menangkapnya. Mungkin menangkap Hasyi adalah hal yang berisiko, namun ia tetap tak mau anak buahnya mati sia-sia. Lebih baik mati sebagai pengabdi raja daripada hidup sebagai pecundang.

Lanza memiliki seekor keledai kesayangan yang selalu menjadi kendaraan favoritnya. Keledai itu adalah sahabat yang selalu memahami perasaannya lebih baik daripada orang manapun di dunia ini, meskipun lambat ia selalu menaikinya daripada menggunakan kendaraan bermotor. Sambil memakai sebuah turban putih Lanza memacu keledainya.

Naga Hijau menghadiahi Lanza seekor keledai. Lanza menerimanya dengan senang hati. "Ajari keledai itu membaca. Dalam dua minggu, datanglah kembali ke mari, dan kita lihat hasilnya," ujar Naga Hijau.

Lanza berlalu, dan dua minggu kemudian ia kembali ke istana Janissary. Tanpa banyak bicara, Naga Hijau menunjuk ke sebuah buku besar. Lanza menggiring keledainya ke buku itu, dan membuka sampulnya.

Si keledai menatap buku itu, dan tak lama mulai membalik halamannya dengan lidahnya. Terus menerus, di baliknya setiap halaman sampai ke halaman akhir. Setelah itu si keledai menatap Lanza.

"Demikianlah," kata Lanza, "Keledaiku sudah bisa membaca."

Naga Hijau mulai menginterogasi, "Bagaimana caramu mengajari dia membaca?”

Lanza berkisah, "Sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran kertas besar mirip buku, dan aku sisipkan biji-biji gandum di dalamnya. Keledai itu harus belajar membalik-balik halaman untuk bisa makan biji-biji gandum itu, sampai ia terlatih betul untuk membalik-balik halaman buku dengan benar."

"Tapi…" tukas Naga Hijau tidak puas, "Bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya?"

Lanza menjawab, "Memang demikianlah cara keledai membaca. Kalau kita melihat dan membiarkan orang lain menangis tanpa mau mencoba mengetahui perasaan orang lain yang sedang bersedih, kita sama saja atau bahkan lebih buruk daripada keledai yang hanya melihat dan membalik-balik halaman buku, tanpa mau berusaha mengerti isinya, bukan?“ seluruh pasukan Janissary bertepuk tangan mendengar jawaban Lanza yang tak terduga. Naga Hijau pun hanya bisa bungkam.

Penciuman siluman serigala Lanza berhenti di sebuah bangunan sekolah asrama sekaligus panti asuhan untuk anak-anak berkebutuhan khusus, mulai dari autis, skizrofenia, hingga penyakit fisik seperti tunarungu, tunanetra, tunaganda, dan cacat fisik.

Mereka adalah anak-anak berkebutuhan khusus yang berhasil diselamatkan dari rumah sakit atau sekolah asrama dan panti asuhan lain yang biasanya milik pemerintah yang tak bertanggung jawab melakukan euthanasia, praktik pencabutan nyawa manusia melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal. Biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan. Rumah sakit melakukan pembunuhan secara sistematis terhadap penderita kelainan genetika, kebanyakan dijadikan kelinci percobaan untuk pemakaian berbagai macam obat atau vaksin. Nyawa mereka tidak dianggap berharga. Polisi mungkin tidak menindak tegas oknum-oknum yang melakukan euthanasia, namun polisi menyetujui memindahkan anak-anak berkebutuhan khusus ke asrama lain yang memiliki lisensi keamanan dari pemerintah, meskipun panti asuhan swasta ini kekurangan dana bahkan untuk membayar guru hingga membiarkan sukarelawan dari orang luar seperti Hasyi untuk bekerja.

Entah mengapa kaki Lanza langsung gemetar begitu berhadapan dengan bangunan sekolah asrama ini. Bangunan yang dipenuhi anak berkebutuhan khusus seperti dirinya.

Dari luar pagar besi. Lanza memandang Hasyi sedang bermain kejar-kejaran dan petak umpet bersama anak-anak berkebutuhan khusus di atas padang rumput. Hasyi dulu pernah melarikan diri dari pengurus panti asuhan yang pernah hampir membunuhnya, kini Hasyi malah magang menjadi seorang guru pengasuh di panti asuhan tempat anak-anak berkebutuhan khusus seperti dirinya tinggal.

Lanza heran, Hasyi yang awalnya brutal ketika membunuh anak buahnya dengan dipaksa bunuh diri berdiri di tengah rel kereta, kini wajah Hasyi dapat terlihat seperti malaikat tak berdosa yang menyangi dan melindungi anak-anak berkebutuhan khusus, dengan pakaian putih seragam untuk pengasuh. Wajah Hasyi sangat tulus dan dipenuhi cinta. Jika tidak berhadapan sendiri, Lanza tak akan percaya Hasyi adalah orang yang berhasil membunuh anak buahnya.

Anak-anak berkebutuhan khusus di panti asuhan ini mengenakan piyama berbentuk kostum penguin agar lebih mudah memasukkan mereka ke kamar saat tertidur lelap, tanpa harus membangunkannya untuk ganti baju piyama.

“Anak-anak, meskipun di kerajaan ini banyak orang yang tidak menerima perbedaan kalian sebagai anak berkebutuhan khusus, kalian tetap harus saling menjaga. Karena salah satu raja masa lalu di kerajaan ini telah menjanjikan negeri ini sebagai tanah yang dijanjikan untuk hidup bahagia anak-anak berkebutuhan khusus seperti kalian,” Hasyi mengelus-elus rambut anak-anak berkebutuhan khusus di panti asuhan itu dengan tulus. Dia kembali mengutip kata-kata ibunya ketika Hasyi sedang bersedih.

Lanza membawa pistolnya. Padahal ia tidak mengizinkan anak buahnya membawa senjata, sesuatu yang bening mengalir di pipi Lanza begitu ia melihat seorang anak berkebutuhan khusus tak berdaya dirangkul dan digendong orang tua yang sangat menyayanginya di depan gerbang sekolah asrama itu. Perasaan cemburu merasuki hatinya. Ia tak pernah mendapatkan kasih sayang seperti itu dari orang tuanya.

Lengannya terasa bergerak sendiri oleh dendam masa kecil. Lanza mengarahkan pistolnya ke arah anak itu dan hampir membunuhnya. “Maaf! Maaf!!!”

Lanza menembak tangannya sendiri untuk mencegahnya membunuh anak itu. Tangannya dipenuhi darah bekas tembakan, sebelum sembuh beberapa detik kemudian. Anak berkebutuhan khusus itu berteriak sambil melarikan diri ke mobil bersama orang tuanya.

Saat ini memang sudah malam tetapi seluruh anak-anak berkebutuhan khusus di panti asuhan ini memiliki darah siluman. Bermain di malam hari sangat baik untuk perkembangan tumbuh kembang mereka.

Waktu istirahat dan makan cemilan sudah tiba. Semua anak berkumpul di kursi meja makan masing-masing, sedangkan Hasyi sebagai pengasuh juga diberikan waktu istirahat menuju ruang tunggu sekaligus kantin untuk orang tua murid dari siswa sekolah asrama, bukan panti asuhan. Ketika Hasyi duduk di kursi panjang itu, di sisi terjauhnya Lanza sedang duduk di sana sambil merokok. Tentu saja Hasyi menegurnya karena asap rokok itu bisa memperburuk keadaan anak berkebutuhan khusus di sekolah ini.

Lanza pun meminta maaf ketika ditegur Hasyi dengan sopan. Ia sangat beruntung bisa mulai berkenalan dengan Hasyi tanpa perlu memikirkan kata-kata pertama. Pastinya sangat sulit untuk mendekati dan menginterogasi Hasyi secara tidak langsung sebagai tersangka anggota Tanduk Berlian. Lanza adalah orang yang sangat buruk dalam berteman dan bersosialisasi. Ia bahkan bingung memilih kata-kata untuk memulai pertemanan. Mereka berdua pun mulai berteman dalam kepalsuan. Hasyi menyambut Lanza sebagai temannya sama seperti ketika Hasyi mulai mengajak Selim menjadi temannya.

“Terima kasih sudah mematikan rokoknya, ngomong-ngomong ada keperluan apa Anda ke sini? Anda orang tua murid?” tanya Hasyi pada Lanza sambil saling berjabat tangan. Lanza agak tersipu karena ia merasa penampilannya terlihat terlalu tua sampai Hasyi mengira dirinya adalah orang tua murid. Mereka berdua mulai mengobrol.

“Tidak sebenarnya saya di sini ehh…” Lanza terdiam sejenak mendengarkan lagu tidur musik klasik yang diputar untuk menidurkan atau menenangkan anak berkebutuhan khusus di asrama. Ini yang membuat lidahnya kelu. Pikiran Lanza terbuai oleh nyanyian itu.

”Saya ingin melamar pekerjaan,” Lanza keceplosan, ia tak menyangka bisa menjawab Hasyi seperti orang yang sangat polos. Kalaupun ia memang ingin melamar kerja seharusnya ia tidak mengatakannya terang-terangan seperti itu. Ia baru datang menanyakan apakah ada lowongan pekerjaan atau tidak itu sangat tidak etis. Seharusnya ia lebih sering berkunjung ke asrama ini lebih dulu untuk mengenal suasana tempat maupun orang-orangnya dan mendaftar jika memang ada pembukaan lowongan.

“Tidak ada lowongan resmi di asrama ini. Tapi kami kekurangan pengurus, orang yang sukarela meluangkan waktunya untuk mengurus anak berkebutuhan khusus sangat dibutuhkan di sini. Jika mau, kau bisa magang saat ini juga,“ jawab Hasyi lalu terdiam sejenak.

“Benarkah ?” tanya Lanza setengah tidak percaya.

”Apakah kau penyandang autis?” sambar Hasyi dengan pertanyaan yang membuat Lanza tersipu.

“Bagaimana kau tahu…” Lanza sejenak terdiam seribu bahasa.

“Tenang, kau tak perlu malu. Jika kau penyandang autis kau pasti akan menyadari jika ada orang lain selain dirimu yang menyandang autis hanya dari tatapan dan bentuk wajahnya,” sahut Hasyi.

“Autisme jenis apa yang kau sandang?” tanya Hasyi.

“Savant sindrom atau savant autistic, ” jawab Lanza singkat. Ia agak tersipu. Di kepolisian, ia sudah pernah tes psikologi.

“Wow kau pasti sangat cerdas, tidak semua anak memiliki savant sindrom, di balik autis parahnya dapat membuat kemampuan berpikirnya menyamai orang jenius. padahal IQ nya rendah, bukannya menghina justru aku sedang memujimu. Maafkan aku terkadang berniat memuji orang tapi orang lain malah menganggapku menghina mereka. Terkadang aku sulit membedakan pujian dan hinaan. Aku penyandang asperger, autisku mungkin lebih ringan darimu tapi tetap sangat mengganggu. Aku yakin kau tahu maksudku kan?” Hasyi tersenyum.

Seperti biasa anak asperger seperti Hasyi suka mendominasi pembicaraan dan hanya suka membicarakan dirinya sendiri.

“Kira-kira satu dari 10 orang dengan gangguan autistik memiliki beberapa keterampilan yang cerdas lebih tepatnya savant sindrom. Dalam bentuk lain dari kecacatan perkembangan yaitu keterbelakangan mental atau cedera otak dan keterampilan cerdas, tidak semua penyandang savant itu autis tapi kau mengalami keduanya. Ternyata sekitar 75 persen orang dengan sindrom savant memiliki gangguan autistik, dan 25 persen lainnya memiliki beberapa bentuk gangguan perkembangan, keterbelakangan mental, atau cedera atau penyakit otak. Jadi tidak semua orang autis memiliki savant sindrom,” Hasyi panjang lebar menjelaskan soal savant sindrom yang sebenarnya sudah dipahami Lanza.

“Kata 'savant' sendiri berasal dari kata Prancis savior yang artinya 'mengetahui',  yang merujuk kepada kemampuan otak yang dimiliki oleh pengidap sindrom ini. Sindrom ini termasuk dalam salah satu sindrom yang amat langka, dan juga disebutkan sebagai satu topik yang paling menakjubkan dalam pembicaraan dunia psikologi. Biasanya pengidap sindrom savant ditandai dengan beberapa atau banyak ketidakmampuan fisik atau mental, tetapi memiliki kemampuan yang luar biasa dalam bidang tertentu,” Hasyi berbicara hanya tentang topik yang ia sukai, sedangkan anak savant sindrom seperti Lanza cenderung jauh lebih pendiam.

Meskipun diam, Lanza diam-siam sudah menginterogasi Hasyi dengan mudah karena sifat Hasyi yang terlalu banyak bicara tanpa disadarinya. Lanza selalu dapat membuat orang lain memberikannya banyak informasi tanpa sadar, meskipun orang itu tidak memberinya informasi secara langsung.

“Wow sepertinya kau tahu lebih banyak tentang savant sindrom daripada aku sendiri yang mengalaminya,” kata Lanza menyimpan semua rokoknya ke saku. Hanya dengan mendengar ia mengetahui cukup banyak bukti secara tidak langsung.

Anak savant dan asperger memiliki kesamaan, yaitu mereka memiliki kemampuan hebat dalam suatu bidang namun bedanya pengidap sindrom asperger memiliki kelebihan, yaitu fokus dan kegigihan yang luar biasa, bakat untuk mengenali pola, dan perhatian terhadap detail. Sedangkan anak savant sindrom memperlihatkan kapasitas yang ajaib dan mendalam atau kemampuan yang jauh melebihi batas normal karena separuh otak mereka mengalami kerusakan ketika di sisi lain bagian otaknya bekerja secara berlebihan membuat mereka jenius. Meskipun di sisi lain anak savant memiliki kecerdasan di bawah normal, atau IQ rata-rata, sedangkan anak asperger memiliki IQ normal bahkan tinggi.

Namun tidak adil menggangap anak savant lebih bodoh daripada anak normal hanya karena IQ nya. Mereka sama-sama cerdas. Keterampilan yang dimiliki asperger, meskipun tidak secara universal ada dalam diri anak savant, umumnya mencakup ingatan yang luar biasa. Ketika hal itu benar-benar terjadi, kemampuan khusus di asperger cenderung melibatkan keterampilan angka, matematika, mekanik, dan spasial. Tak ada seorang pun di dunia yang mampu memerhatikan sesuatu sedetail anak dengan sindrom savant, kemampuan analisisnya terhadap hal detail adalah yang paling dibutuhkan kepolisian.

Hasyi sejak awal sebenarnya tahu jika Lanza berasal dari kepolisian karena itulah ia berusaha mengosongkan pikiran, menganggap tak ada apapun yang terjadi padanya agar raut wajahnya yang berusaha menyembunyikan identitas tidak mudah terbaca oleh Lanza. Ia berusaha bersikap seolah ia tidak tahu apa-apa agar ia tidak dicurigai dan identitasnya sebagai teroris tidak terbongkar.

Beberapa saat kemudian, dengan tenang Hasyi bermain bersama anak-anak  berkebutuhan khusus itu dengan senyum lugunya yang palsu. Hasyi mengajari mereka menaiki sepeda roda dua dan membonceng mereka bergantian di belakang mengelilingi rumput di halaman asrama.

Hasyi terlalu ramah dengan mudah ia mempercayai orang yang baru saja ia kenal dan berusaha akrab. Hasyi langsung memperkenalkan Lanza dengan murid-muridnya di asrama itu.

Lanza adalah Aul, ras siluman serigala yang telah membunuh ibu Hasyi. Namun Hasyi yakin tidak semua Aul jahat, mungkin Lanza adalah orang yang baik.

Lanza mengikat keledai miliknya di pohon yang ada di padang rumput tempat anak-anak asrama bermain. Ia tak ingin keledai kesayangannya hilang. Hasyi pun bertanya sambil mengeluarkan wortel dari tas ranselnya, ”Apakah keledaimu lapar?”

 “Apakah keledai itu memiliki nama?” tanya Hasyi kembali.

Anak-anak asrama pun ikut memberikan keledai itu wortel milik Hasyi dan beberapa rumput liar. Lanza tidak suka ada orang yang memberikan keledainya makan sembarangan karena bisa membuatnya sakit, namun ia berusaha menahan amarah apalagi di depan anak-anak asrama.

“Hmm…Entahlah aku belum tahu nanti pasti dia akan kuberi nama!”  Lanza tak ingin membuang waktu membicarakan sesuatu yang tidak penting, jadi ia menjawabnya dengan singkat dan cepat.

Hasyim mengajak Lanza bermain petak umpet dan kejar-kejaran bersama anak-anak asrama sambil mengajarkan mereka cara memadamkan api dengan mengenakan pakaian pemadam kebakaran. Pelajaran memadamkan api sangat berguna bagi mereka di situasi darurat terkadang anak berkebutuhan khusus seperti mereka tak memiliki inisiatif untuk menyelamatkan diri.

Hasyi mengajarkan jika terjadi kebakaran di pusat perbelanjaan mereka harus turun menggunakan tangga darurat, tak boleh turun menggunakan lift. Sebab, lift itu bisa saja berhenti karena pemadaman listrik dan mereka bisa terjebak di dalamnya karena kobaran api. Sebelum bermain, Hasyi memberikan anak-anak berkebutuhan khusus itu mobil pemadam kebakaran mainan yang Hasyi beli di toko mainan sebagai hadiah untuk mereka. Hasyi sama-sekali tak digaji ketika magang di asrama ini. Hasyi tulus mencurahkan seluruh waktu dan perasaannya untuk anak-anak berkebutuhan khusus yang senasib dengannya. Mobil pemadam kebakaran mainan itu ia beli dengan uang gaji yang ia dapatkan selama bekerja menjadi pelayan pribadi Putri Hasya.

Hasyi dan Lanza menjadi api yang mengejar anak-anak yang berperan sebagai petugas pemadam kebakaran.  Jika sampai tertangkap oleh api, yaitu Hasyi dan Lanza, maka anak-anak itu akan kalah.

Anak-anak berkebutuhan khusus itu memang kesulitan berkomunikasi dua arah pada orang lain.  Namun mereka sama sekali tak kesulitan bekerja sama bahkan lebih kompak daripada anak-anak normal. Mereka semua tak akan beranjak jika ada satu saja teman mereka yang belum selamat. Bahkan ada salah satu dari mereka yang mengajukan diri untuk menggantikan temannya yang tertangkap sambil memohon dengan menangis pada Lanza. Tak ada yang lebih setia kawan daripada mereka di dunia ini. Meskipun ini hanya permainan petak umpet dan kejar-kejaran, mereka menganggapnya serius. Mereka tak rela kehilangan satupun teman.

Lanza mengakui kehebatan anak-anak di asrama panti asuhan ini. Mereka memiliki kemampuan berlari yang sangat cepat. Mereka mampu menyusun berbagai rencana untuk menang dan lolos dari kejaran Hasyi dan Lanza. Mereka adalah anak-anak yatim piatu berkebutuhan khusus yang berhasil lolos dari rumah sakit yang melakukan euthanasia. Anak-anak itu sempat berada di kamar tidur yang disemprotkan gas beracun untuk membunuh mereka. Kemampuan berlari mereka tak perlu ditanyakan lagi.

“Jadi rumah sakit memasukkan gas beracun di dalam kamar untuk membunuh anak autis seperti kita agar anak autis seperti kita tidak mewarisi sesuatu di dalam diri yang mereka anggap penyakit mental pada keturunanya? Agar populasi manusia yang mengidap kelainan bisa punah dan tak memberatkan negara? Oh aku baru tahu!” Lanza tidak pernah mendapatkan kasus tentang rumah sakit yang melakukan pembunuhan kepada anak berkebutuhan khusus. Lembaga perlindungan anak kerajaan telah membuat undang-undang yang melarang pembunuhan terhadap anak berkebutuhan khusus atas desakan beberapa pihak. Namun pelanggaran hukum seperti itu tidak pernah dipedulikan kepolisian. Bagi kepolisian, nyawa anak berkebutuhan khusus tidak berharga karena dianggap tidak berguna bagi negara.

“Ya begitulah Lanza, dunia ini memang tak adil tapi kita tak bisa melakukan apapun,” cetus Hasyi.

Lanza menggeram pada dirinya sendiri. Hatinya kembali dipenuhi dendam. Entah ia ingin marah pada Hasyi yang merupakan musuh utamanya saat ini atau ia ingin marah pada dirinya sendiri yang tak bisa melawan dunia.

“Bahkan ada penelitian yang mengatakan jika anak autis umurnya lebih pendek 10 tahun dari orang normal. Selain karena di euthanasia beberapa faktor yang memicu kematian lebih awal para penderita autis seperti insiden fatal, epilepsi, trauma, cedera otak, dan bunuh diri,” ujar Hasyi melanjutkan.

Lanza masih belum berani menangkap Hasyi. Kematian yang menimpa anak buahnya dapat terjadi padanya jika ia menyerang Hasyi. Tak heran Naga Hijau menjanjikan gelar komandan Janissary padanya jika ia berhasil membunuh Hasyi. Melawan Hasyi bukanlah hal yang mudah. Di panti asuhan ini ia bisa tenang tanpa khawatir Hasyi dapat menyerangnya karena Hasyi tak mungkin melakukan sesuatu yang brutal di depan anak-anak asrama kesayangannya yang berkebutuhan khusus.

“Hasyi ada satu hal yang ingin kuakui padamu,” Lanza menghela napas dalam dan dengan sigap memborgol tangan Hasyi. ”Kau ditahan atas dugaan terorisme!”

Hasyi tak mengelak. Ia berusaha tetap berpikir jernih untuk lolos dari situasi ini. Sekali lagi seorang siluman Aul membuatnya berada di ujung tanduk. Sejak awal, Hasyi sudah menyadari jika ia diburu polisi.

Lanza menunggu sampai semua anak di asrama itu pulang agar tidak mengganggu pelajaran mereka. Ia memerintahkan mengepung halaman asrama itu dengan mobil dan helikopter polisi otomatis tak berawak yang sama sekali tak memiliki surat tugas ketika semua guru sudah pulang. Sebenarnya jumlah robot polisi berkecerdasan buatan yang dikerahkan Lanza bisa ditumpas dengan mudah oleh Hasyi. Pasukan elite seperti Janissary saja bisa ia kalahkan dengan mudah. Tapi jika ia melawan ia akan menjadi buronan. Hasyi memilih memberikan penjelasan sebagai tersangka.

“Kau tidak bisa menangkapku dengan paksa, aku sama-sekali bukan teroris, kau tak bisa menangkapku begitu saja karena aku sedang tidak tertangkap tangan,” Hasyi menyeringai di depan beberapa drone polisi yang mengepungnya.

Setiap petugas dilarang melakukan penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan. Hal ini juga berkaitan dengan salah satu hak yang dimiliki oleh tahanan, yaitu bebas dari tekanan seperti; diintimidasi, ditakut-takuti, dan disiksa secara fisik. Penyidik tidak boleh menggunakan kekerasan, kecuali dibutuhkan untuk mencegah kejahatan, sesuai dengan peraturan penggunaan kekerasan.

Lanza adalah seorang polisi yang sangat bertanggung jawab. Ia mengetahui semua peraturan itu. Ia juga sangat membenci oknum polisi yang melanggar peraturan. Meskipun terkadang risiko yang lebih besar dapat terjadi jika ia tidak melanggar peraturan.

“Baiklah kau boleh menagkapku, tapi kau harus memperlihatkan surat tugas sebagai polisi yang menangkapku. Aku tak mau ditangkap atau diperiksa sebelum polisi bersangkutan menunjukkan surat tugasnya,” cetus Hasyi. Dengan angkuh Lanza mengangguk, namun ternyata ia tidak membawa surat tugas itu.

Hasyi pun tersenyum, ia masih memiliki kesempatan. “Tidak hanya surat tugas, tapi polisi juga diberikan surat perintah penangkapan jika hendak menangkap orang, maka aku harus minta polisi untuk menunjukan surat perintah penangkapan tersebut.”

Lanza menggeram dan menunjukkan surat itu di depan wajah Hasyi dengan kasar. Hasyi membaca surat penangkapan tersebut, intinya harus ada, identitas tersangka, alasan penangkapan, uraian singkat kejahatan yang disangkakan, dan tempat diperiksa. Hasyi sangat beruntung karena ia bisa membantah tuduhan itu karena bukti permulaannya kurang cukup. Minimal harus ada dua bukti untuk melakukan penangkapan, teman-teman Hasyi di Tanduk Berlian sangat cerdas dalam menghapus jejak di bandara terapung waktu itu sehingga polisi saat ini kekurangan bukti.

Hasyi tahu ia tak perlu takut untuk menolak penangkapan, jika polisi tidak bisa menunjukkan surat-surat itu.

“Ngomong-ngomong, mendapat bantuan hukum adalah hak sebagai warga negara, dan sifatnya wajib. Penyidik wajib memberitahukan hak tersebut dan menyediakan pengacara jika tersangka tidak memiliki pengacara, kau lupa memberitahukan hak itu kau bisa kutuntut,” ancam Hasyi.

“Lalu mengapa kau membunuh anak buahku?” sembur Lanza.

“Oh itu, ya aku memang sempat menyerang beberapa orang asing, aku tak bermaksud menyerang petugas kepolisian. Anak buahmu tidak mengenakan seragam. Aku kira mereka adalah orang yang berniat jahat, bukankah sebagai warga negara aku memiliki hak untuk membela diri, bahkan sekarang aku memiliki hak menghabisimu untuk membela diri karena kau tidak bisa menunjukkan surat yang lengkap untuk menangkapku,” Hasyi menjawab dengan lugas. Lanza masih tak percaya meskipun Hasyi menjawab pertanyaannya.

Sejak kecil ibu Hasyi selalu mengingatkan pada Hasyi untuk jangan percaya dengan polisi yang tidak bisa menunjukkan surat penangkapan. Dan jangan mau ikuti instruksi apapun darinya. Biasanya ia akan dibujuk dan diintimidasi dengan senjata untuk ikut ke kantor polisi dengan mengatakan akan membawa tersangka ke kantor polisi sebentar saja guna dimintai keterangan. Padahal begitu sampai di kantor polisi, orang akan langsung ditangkap bahkan ditahan dan tidak diizinkan pulang kembali.

“Perlu diingat  prinsipnya segala tindakan polisi harus didasarkan pada perintah tertulis agar bisa diperlihatkan pada masyarakat. Apapun yang disampaikan oleh oknum polisi yang tidak bisa menunjukkan surat tugas dan surat perintah penangkapan tidak usah didengarkan dan wajib ditolak. Bukankah begitu Pak Komisaris? “ Hasyi tersenyum sinis dengan bola mata merahnya yang menyala-menyala, tampak mengerikan.

Lanza menyadari jika Hasyi memahami protokol hukum dan kepolisian, langsung menangkapnya dapat membuatnya berurusan dengan pengadilan. Itu adalah sesuatu yang sangat merepotkan dan melelahkan.

Jika Lanza meminta bantuan kepolisian sentral untuk menangkap Hasyi dia pasti akan jadi bahan tertawaan di kepolisian karena tak mampu menyelesaikan kasusnya sendirian. Setidaknya Lanza tidak kembali dengan tangan kosong. Sebelum kembali ke kantornya, Lanza meminta Hasyi menyalakan putung rokoknya dengan kekuatan siluman apinya. Hasyi pun menuruti permintaan Lanza karena dia tidak merokok di dalam ruangan lagipula di halaman bermain anak-anak sudah tidak ada dan tak akan terpapar asap rokoknya. Lanza sangat hati-hati dalam bertindak. Pelan tapi pasti adalah sikapnya.

“Ini Pak, buat beli rokok,” Hasyi menawari dengan senyuman manis terbaiknya

“Aku polisi yang sama sekali tak terima sogokan, ” cetus Lanza. Ia tahu betul itu gaya bicara orang yang hendak berdamai dengan polisi.

“Ini bukan sogokan ini hadiah, aku ini temanmu, loh.” Hasyi kembali menawari tapi Lanza tetap menolak dengan angkuh. Hasyi tersenyum polos tapi dengan nada penuh tipu muslihat.

Meskipun hanya sebentar Lanza merasakan sesuatu yang baru ketika bermain dengan anak-anak di asrama ini. Ia merasakan kebahagiaan yang belum ia rasakan di masa kanak-kanaknya. Anak-anak asrama itu tampak menganggap Lanza adalah keluarga mereka ketika bermain, meskipun mereka baru pertama kali bertemu. Lanza merasa diterima dengan tulus oleh anak-anak panti asuhan ini.

“Kau mungkin seorang penyidik yang hebat, tetapi kau terlalu meremehkan aku. Bagaimana bisa kau memintaku menyalakan batang rokokmu dengan kekuatan siluman apiku, padahal aku belum memberitahumu jika aku adalah siluman api?” tanya Hasyi dengan tatapan yang sinis. Pertanyaannya tak membutuhkan jawaban.

Sebenarnya Hasyi sudah memperlihatkan jika dirinya adalah siluman api dengan memberikan simulasi api sungguhan dari kekuatan siluman apinya untuk mengajari anak-anak muridnya cara memadamkan api. Mungkin Hasyi hanya lupa, tentu saja, Lanza yang memiliki mata sangat teliti memperhatikannya.

Alasan Lanza tadi meminta Hasyi menyalakan putung rokoknya hanya agar ia bisa lebih memastikan bagaimanakah gaya yang digunakan Hasyi menggunakan kekuatan siluman apinya karena siluman api memiliki cara yang berbeda dalam menggunakan kekuatannya, setelah melihat kesamaan Hasyi dan anggota teroris Tanduk Berlian yang menggunakan kekuatan siluman api, kini kecurigaan Lanza jika Hasyi adalah anggota Tanduk Berlian adalah 68 persen. Meskipun Hasyi berhasil membunuh anak buah Lanza, ia tetap tak bisa menaruh kecurigaan seratus persen pada Hasyi karena memang belum ada bukti yang akurat.

Lanza sempat memasangkan alat penyadap pada tubuh Hasyi untuk mendengar percakapan Hasyi sebagai anggota Tanduk Berlian, tapi Lanza tidak menemukan apapun karena Hasyi tidak sedang diberi tugas oleh Tanduk berlian. Dengan cepat Hasyi menemukan alat penyadap itu dibajunya dan berkomunikasi lewat tulisan kertas pada Selim agar suaranya tidak terdengar alat penyadap. Ia lalu meminta Selim menghancurkan alat penyadap itu.

 

 

 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama