12 Jam yang Lalu

 

Anita dan Irvan sedang dirawat di rumah sakit khusus milik Tanduk Berlian di tengah hutan setelah pertempuran bandara terapung minggu lalu. Kini anggota regu pengumpan yang siap menyabotase lapangan udara yang ada di kantor istana sekaligus kediaman wali kota hanya Hasyim, Selim, dan Aryan. Dengan hilangnya kedua pemimpin sekaligus anggota terkuat dalam regu, misi ini adalah tantangan besar.

Mereka tak bisa hanya bisa mengandalkan kekuatan fisik seperti Anita dan Irvan. Jika ingin berhasil, mereka membutuhkan rencana yang sangat tepat untuk menyusup ke dalam kediaman wali kota sebelum wali kota mulai meresmikan ulang tahun Kota Rumeli Hisari. Apalagi akan ada banyak orang di sana.

Berbeda dengan kebanyakan regu pengumpan sebelumnya yang ditugaskan mengalihkan perhatian Naga Hijau, kali ini Hasyi melakukan inisiatif dengan Aryan dan Selim. Prioritas mereka adalah menyabotase lapangan udara di kediaman wali kota untuk mencegah pihak kerajaan memberikan bala bantuan pesawat guna menghalau pemberontak yang akan melakukan serangan udara pada ibu kota keesokan harinya. Angkatan udara kerajaan adalah musuh utama Tanduk Berlian.

Selim sudah menyiapkan seluruh alat yang membantu mereka untuk menyusup ke dalam kediaman wali kota dengan bergantung di bawah truk dekat roda yang mengantarkan peralatan logistik perang ke dalam kediaman wali kota. Selim memasang alat pengait khusus yang mencegah mereka jatuh ke bawah dan terlindas roda truk.

Di dekat lampu merah ketika truk berhenti, di saat itulah mereka mulai menyusup ke bawah truk. Itulah rencana yang diusulkan Hasyi lewat pemikiran yang matang dengan persetujuan Aryan dan Selim. Setelah masuk, mereka akan bersembunyi di balik tong sampah dan mendekati lapangan udara perlahan-lahan sambil menyamar menjadi salah-satu serdadu, tentu setelah melumpuhkan salah-satu serdadu yang asli tanpa diketahui.

Aryan dibantu Hasyi dan Selim telah meretas semua kamera CCTV di istana wali kota. Namun kamera CCTV itu tidak akan terlihat seperti diretas. CCTV itu memuat gambar yang sama seperti kejadian beberapa menit sebelum mereka memasuki kediaman wali kota. Jadi petugas yang memeriksa CCTV tak akan menyadari jika CCTV nya telah diretas dan hanya melihat keadaan aman beberapa menit yang lalu atau saat regu pengumpan belum melumpuhkan dan menyamar menjadi serdadu Janissary untuk mendekati lapangan udara yang akan mereka sabotase. Alasan Aryan tidak ketahuan melakukan peretasan karena Aryan seringkali melakukan forwarding, sebelum dan setelah meretas CCTV di kediaman wali kota. Ia mencoba meretas terlebih dahulu jaringan komputer dari line negeri-negeri lain hingga perangkatnya sulit ditangkap. CCTV di kediaman wali kota ternyata sangat mudah diretas karena firewall-nya sudah usang dan belum diperbaiki sejak beberapa minggu lalu. Seharusnya dengan adanya firewall, dapat dipastikan bahwa data pada komputer atau server web yang terhubung tidak akan bisa diakses oleh siapapun di internet, termasuk kartu identitas palsu yang kodenya telah diperbarui untuk mendapatkan akses memasukinya dari para serdadu yang menjaga gerbangnya dan membuat keberadaan mereka tak terlacak dan dicurigai.

Namun Selim bukanlah orang yang pandai membuat rencana ataupun menyelesaikan masalah. Kini hanya Hasyilah yang mampu merencanakan sabotase paling akurat dari mereka bertiga. Aryan mempercayai Hasyi karena dulu Hasyi berhasil menyelamatkan nyawa Aryan dengan melarikan diri dari panti asuhan yang hampir membunuh mereka lewat rencananya yang sangat cemerlang.

“Hasyi aku percaya kau memiliki rencana yang baik, kini sebaiknya kau saja yang memimpin regu ini. Apa rencanamu kali ini, Hasyi?” tanya Aryan. Selim pun mengganguk. Selim juga mengenal Hasyi sebagai teman yang selalu membantunya menemukan rencana dan ide-ide baru dalam semua proyek ilmiah, meskipun terkadang di luar nalar karena Hasyi memang bukan orang yang cerdas dalam matematika apalagi fisika. Hasyi hanya bisa berkhayal dan menduga-duga karena imajinasinya yang tak terbatas di luar kemampuan konsentrasinya yang sangat tinggi.

Aryan dan Selim segera mendekat pada Hasyi yang sedang menggelar papan catur di atas meja dan menggambarkan rencananya dengan bidak catur itu. Tak ada yang mengetahui posisi mereka saat ini. Mereka sedang berada di ruangan yang dipenuhi kegelapan yang menutup wajah dan hanya ada sedikit cahaya, yaitu cahaya yang menyinari meja tempat Hasyi meletakkan papan catur itu.

***

Di tengah pidato, tiba-tiba wakil wali kota mengeluarkan pisau yang telah diasah dari sakunya dan memenggal kepalanya sendiri dengan tangan kanan sambil terjun bebas dari atas balkon tempatnya berpidato. Orang-orang di bawah balkon histeris. Orang-orang yang awalnya menuduh wali kota dibunuh wakilnya tentu saja menghapus kecurigaannya. Begitu wakil wali kota tewas, seketika semua lampu yang ada di tempat pidato itu padam. Tak ayal orang-orang yang menyaksikan pidato itu panik dan berhamburan tak tentu arah.

Beberapa saat kemudian Aryan berdiri di atas balkon menggantikan posisi wakil wali kota. Sepatu Aryan kini dipenuhi darah wakil wali kota. Aryan menutupi wajahnya dengan topeng Guy Fawkes membuat wajahnya semakin tak terlihat di dalam kegelapan. Ia menyerobot pidato sambil membacakan maklumat ancaman yang semakin memicu kepanikan. Lampu yang sangat besar langsung menyorot Aryan. Aryan menyatakan jika kedatangannya untuk menertibkan wakil wali kota dan beberapa serdadu jenderal angkatan udara yang akan melakukan kudeta pada kerajaan. Markas angkatan udara berbatasan langsung dengan balai kota dan kediaman wali kota ini. Aryan mengaku dirinya adalah pasukan intel resmi kerajaan. Aryan mengatakan jika jenderal angkatan udaralah yang telah membunuh wali kota. Tentu saja banyak orang yang percaya jika sedang terjadi kudeta. Karena minggu lalu juga sempat terjadi kudeta yang dilakukan oleh oknum militer.

Aryan mengancam jika ada orang yang keluar dari kediaman wali kota ketika operasi militer ini, maka akan ditembak mati oleh pasukan berjumlah sekitar 1.000 orang yang sudah mengepung kediaman wali kota karena dianggap mengganggu operasi militer kerajaan. Ia juga tak mengizinkan ada orang yang menyalakan senter atau alat penerang lainnya.

Sebenarnya, kediaman wali kota sama sekali tidak dikepung tapi banyak orang yang percaya dan menuruti perintah Aryan karena halaman wali kota sangat gelap setelah lampunya dimatikan Hasyi dan Selim. Memang, tak terlihat apapun di luar gerbang, ditambah suara teriakan kepanikan membuat orang tak bisa berpikir jernih dan semakin percaya perkataan Aryan jika di luar terdapat pasukan yang membawa senjata lengkap.

Hasyi telah memberitahukan rencananya pada Aryan. Hasyi tak ingin orang yang berada di kompleks istana berhamburan keluar dengan panik dan memicu bala-bantuan dari kerajaan yang siap menumpas mereka bertiga, sebelum mereka berhasil menyabotase lapangan udara dengan bahan peledak. Tentu saja rencana ini sangat berisiko karena meskipun bala bantuan Janissary berada jauh, tetap dapat menumpas mereka kapan saja, tapi Hasyi sudah memikirkan puluhan cara untuk keluar dari situasi ini.

Alasan mengapa Hasyi membuat wakil wali kota itu bunuh diri di depan umum bukannya meminta Aryan langsung membunuhnya karena ia ingin memicu kepanikan yang lebih parah. Melihat orang bunuh diri secara tiba-tiba dan tanpa sebab lebih membuat panik  karena terlihat tak masuk akal. Selain itu, orang-orang langsung tahu keberadaan mereka jika Aryan menembaknya dari jauh. Mereka dapat melihat asal peluru itu.

Semua aksi ini dimaksudkan untuk mengadu domba antara raja dan angkatan udara. Ketika hubungan raja dan angkatan udara merenggang hingga terjadi kekerasan, di saat itulah keamanan negara tidak stabil dan memudahkan Tanduk Berlian memutarbalikan kekuasaan.

Ketika semua orang berlari menjauhi sebuah gudang kapal udara Zeppelin yang telah diledakkan orang misterius, mereka mengira itu adalah ulah pasukan kerajaan. Lanza yang sejak awal sudah bersiaga menanti pergerakan Tanduk Berlian justru memerintahkan anggota personelnya untuk berpencar mencari asal suara ledakan di tengah kegelapan.

Lanza sangat beruntung dapat mencegat Hasyi dan Selim di waktu yang tepat. Langkah kaki Hasyi dan Selim sangat mudah ditebak Lanza. Mereka hampir melarikan diri lewat berikade parit yang menghubungkan kediaman wali kota dengan jalan raya. Personel Lanza langsung mengepung mereka di tengah rerumputan.

Di sisi lain, Hasyi sudah merencanakan Aryan akan keluar dari kediaman wali kota dengan tenang di kawal beberapa orang ajudan yang pikirannya sudah dikendalikan Hasyi. Rencana ini agar tak ada yang curiga jika Aryan bukan pasukan intel  tapi anggota Tanduk Berlian.

“Berhenti atau kutembak kaki kalian!!!” Lanza beserta semua personel polisinya mengarahkan pucuk pistol pada Hasyi dan Selim sampai suara pelurunya diisi terdengar seperti tulang yang patah. Kebanyakan dari mereka menaiki sepeda motor dengan lampu sennya menyinari Hasyi dan Selim hingga roda motor mereka merusak semua tanaman indah di kediaman wali kota. Hanya Lanza dan personelnya yang berhasil mengepung Hasyi dan Selim dengan todongan pistol, sedangkan personel militer Janissary sedang sibuk menjinakkan semua ranjau dan memadamkan ledakan sabotase dengan berbagai macam alat khusus. Namun banyak kapal udara di kediaman wali kota sudah telanjur diledakkan.

“Bagaimana ini Hasyi? Kita akan mati. Kita tak bisa lari lagi! Kita butuh senjata!” Selim dan Hasyi menangis serentak sambil berpelukan satu-sama lain begitu Lanza menembakkan tembakan peringatan dari pistolnya ke atas langit.  Mereka kini terkepung. Tapi mereka buru-buru menghapus air mata dengan sangat cepat.

Hasyi dan Selim pun mengeluarkan semua senjata yang mereka genggam. Keduanya memilih menahan diri dan bersiaga karena telah dikepung. Sejak mendapatkan darah yang disuntikkan Putri Hasya, Hasyim menjadi lebih kuat. Kini ia mampu menggangkat gergaji mesin giok lemurianya hanya dengan satu tangan dan rasanya lebih ringan daripada sebelumnya ketika ia menggunakan kedua tangannya.

“Kami menyerah, kami kagum dengan kecekatan Anda menangkap kami!” Hasyi mengangkat tangannya. Hasyi juga memaksa Selim mengangkat tangannya berpura-pura menyerah.

“Sungguh kebetulan kita bisa bertemu lagi di tempat ini, Lanza,” Hasyi memberikan tangannya untuk diborgol dengan santai seolah ia sudah punya rencana untuk melarikan diri.

“Sebenarnya tidak juga, aku memang sudah merencanakan kita akan bertemu di sini,” Lanza tersenyum sinis. Selim bertanya pada Hasyi apakah ia mengenal  polisi itu. Yang dimaksud Selim adalah Nasredin alias Lanza. Hasyi mengacuhkan pertanyaan Selim.

Namun Lanza tidak langsung menangkap mereka, meskipun tangan mereka telah diborgol oleh personelnya tanpa izin langsung Lanza. Dalam beberapa saat karena savant sindrom yang ia idap, Lanza malah sibuk bergumam sambil menengok ke atas tanpa mempedulikan personelnya.

Lanza malah membuang-buang waktu menjelaskan analisisnya mengenai rencana Hasyi dan Selim. Ia adalah polisi menggertak orang. Itu adalah keahliannya.

“Aku tahu kau membunuh wakil wali kota barusan dengan mengendalikan pikirannya, sama seperti kau memaksa anak buahku bunuh diri di depan rel kereta. Dia bunuh diri bukan karena keinginannya. Wakil wali kota selalu beraktivitas dengan tangan kiri sedangkan dia malah bunuh diri dengan memegang pisaunya di tangan kanan. Orang yang pikirannya dikendalikan pasti akan mengikuti posisi tangan orang yang mengendalikannya. Jadi kaulah yang membunuhnya karena kau selalu beraktivitas dengan tangan kanan sejak aku memperhatikanmu di panti asuhan kemarin, tapi kau membunuh wali kota dengan cara yang berbeda dengan wakilnya.”

Lanza berbicara dengan kepala menengok ke mana-mana dan sorot mata menengok ke atas, meskipun ia berbicara, ia seringkali tidak melakukan kontak mata dengan lawan bicaranya sama seperti Hasyi dan Selim yang juga merupakan penyandang autisme. Namun sudah jelas dari bicaranya yang tersendat-sendat ia mengidap autis yang lebih parah.

Lanza melanjutkan sambil menaruh kedua tangannya ke belakang sambil stimming dengan mondar-mandir menggelilingi Hasyi dan Selim yang sedang diborgol. Lanza ingin mengintimidasi mereka seperti semua calon tahanan yang pernah dihadapi sebelumnya. “Pada pukul 6.30 kalian memasuki tempat ini dengan bersembunyi di bawah truk karena itu adalah cara paling masuk akal memasuki kediaman ini. Lagipula jarak memasuki kediaman utama wali kota dari gerbang utama adalah satu jam dengan berjalan kaki, jadi tak mungkin kalian masuk ke kediaman ini melewati gerbang utama karena kalian lebih cepat setengah jam dari waktu kalian membunuh wali kota. Namun kalian membunuh wali kota pada pukul 7.00, setengah jam setelah memasuki gedung ini. Jadi kalian mulai memasuki kediaman wali kota lewat tempat parkir milik serdadu wali kota kemudian melumpuhkan semua penjaga, mengambil seragam mereka lalu menyamar. Lagipula jarak antara tempat parkir hanya setengah jam dengan berjalan kaki, waktu yang sangat tepat dengan perkiraanku di mana wali kota dilaporkan tewas pukul 07.00.

Hasyi dan Selim hanya bisa membisu ketika Lanza menjelaskan. Mereka tak ingin terlalu banyak bicara dan membuat Lanza yang memiliki daya analisa baik mengulik rahasia mereka lebih mendalam. Karena Hasyi dan Selim juga menyandang autis mereka tahu anak savant sindrom seperti Lanza memiliki daya ingat yang sangat kuat. Hasyi menyadari jika Lanza memiliki daya analisa baik ketika ia menjelaskan rencana Hasyi dan teman-temannya.

“Mungkin kalian telah meretas semua kamera CCTV, namun kalian lupa jika kediaman wali kota ini memiliki alat pelacak yang mendeteksi nyawa mahluk hidup, meskipun tak bisa mengetahui wajah dan identitasnya. Alat pelacak itu menyadari jika ada tambahan jumlah mahluk hidup khususnya manusia baru yang memasuki kediaman wali kota ini, selain supir truk itu pada pukul 06.30. Aku sudah memeriksanya kembali. Padahal keamanannya sudah dijaga cukup ketat meskipun tergolong formalitas karena pihak kerajaan mengira tak ada logistik persenjataan berharga yang ada di kediaman ini yang akan menarik perhatian Tanduk Berlian. Namun nyatanya kalian malah menyusup hanya untuk menyabotase lapangan udara,” ujar Lanza seraya memborgol kaki Hasyi dan Selim.

“Meskipun kau menangkap kami, kami masih punya banyak rekan yang akan segera melumpuhkan kalian,” Hasyi mencoba mencari tahu seberapa dalamkah Lanza membongkar rencana mereka.

“Aku yakin rekanmu tak akan datang karena aku tahu jumlah kalian tidak sebanyak ketika melakukan aksi teror di bandara terapung minggu lalu. Alat pelacak hanya menunjukkan tiga orang tambahan yang memasuki kediaman ini. Naga Hijau mengaku jika anggota Tanduk Berlian yang bertarung melawannya di bandara terapung berjumlah lima orang. Jadi aku tak terlalu khawatir kalah jumlah saat melawan kalian,” jawab Lanza. Padahal Hasyi hanya menanyakan itu agar mengetahui apa yang diketahui Lanza untuk menyusun rencana melarikan diri bukan untuk mengancam.

Lanza melanjutkan kata-katanya dengan penuh percaya diri. “Kemudian pada pukul 3 sore tepat saat jam istirahat sebagian serdadu wali kota, kalian mengulur waktu pura-pura melakukan operasi militer dengan serdadu wali kota yang bersiap menjaga keamanan kediaman wali kota ketika masyarakat mulai berkunjung, sampai setengah jam kemudian menunggu pembukaan kediaman wali kota untuk masyarakat umum. Di saat itulah kalian meracuni persediaan air dan makanan serdadu wali kota dengan pestisida hingga mereka pingsan dan tak bisa menghalangi usaha kalian malam ini ketika konsentrasi mereka tertuju  pada kerumunan masyarakat. Mereka tidak memikirkan keamanan yang ada di dalam kediaman wali kota dan hanya memikirkan penjagaan ketat pada masyarakat yang memasuki gedung ini. Kalian segera berhamburan mengganti pakaian  bergabung dengan masyarakat yang memasuki gerbang kediaman wali kota untuk merayakan ulang tahun Kota Rumeli Hisari.

Kau pasti menduga aku akan berpikir jika patungnya dijatuhkan dengan ditarik dari kamar bawah oleh ajudan wali kota yang memiliki tenaga besar, namun ternyata patungnya bisa ditarik tanpa bantuan tenaga manusia dengan menggunakan mesin, jadi kau tak perlu mengendalikan pikiran ajudan wali kota untuk menarik patungnya. Kau memang sempat mengendalikan pikiran ajudan wali kota ketika ia sedang izin mengangkat telepon pada pukul 11 dengan menyamar sebagai serdadu biasa yang berpura-pura melapor untuk tugas, tapi hanya untuk memerintahkannya meletakkan alat sabotase di kipas angin dan mengaitkannya ke ranjang wali kota dan memeriksanya dari luar dengan remote tanpa dicurigai siapapun. ”

Dengan cepat Lanza merampas remote yang ada di kantung celana rompi anti peluru milik Selim. “Kalian memasang alat sabotase pada kipas angin itu di balik ajudan wali kota, jadi kalian tak perlu mengambil risiko memasuki gedung dalam waktu yang terlalu lama.”

Selim tertegun. Ia tak menyangka Lanza dapat mengetahui cara kerja alat sabotase Tanduk Berlian yang telah ia modifikasi dengan sangat mendetail. Padahal tak ada yang memberi tahu Lanza.

“Mula-mula kipas angin gantung dan patung dihubungkan dengan benang kemudian kalian menyalakan kipas dengan remote sehingga benda-benda tajam kecil di dalam ruangan akan beterbangan dan mulai berjatuhan melukai wali kota, di saat yang sama kipas angin akan menggulung benang piano hingga tertarik, tapi benang pancing yang rapuh itu segera terputus, kehilangan keseimbangan dan membuat patungnya terlempar keluar balkon kamar dan menimpa wali kota yang sudah terjatuh terlebih dahulu. Begitu patung terjatuh ke bawah balkon, ranjang yang awalnya menahan patung itu tertarik naik lagi ke atap,” Lanza menjelaskan semua detail kecil yang bahkan belum direncanakan Hasyi, meskipun Hasyi sama-sekali tak peduli dengan penjelasan Lanza yang membuang-buang waktu.

Hasyi tak berkutik semua rencananya menggunakan alat sabotase Selim telah terbongkar oleh Lanza. Padahal Hasyi sudah lama melamun memanfaatkan imajinasinya yang tak terbatas untuk memikirkan cara membunuh wali kota.

“Aku juga sudah tahu tujuan kelompok kalian yang dibentuk Tanduk Berlian untuk memancing Naga Hijau menuju tempat kalian melakukan kekacauan agar Naga Hijau tidak mengganggu kelompok lain yang membebaskan tahanan politik dengan pemusatan tentara elite Janissary karena setiap 15 sampai 30 menit kalian membuat kekacauan, selalu ada tahanan politik yang berhasil melarikan diri. Kalian harus tahu. Naga Hijau tak akan lagi terpancing lagi oleh kalian,” Lanza tersenyum sinis.

“Tunggu dulu Hasyi bukankah kita  hanya diperintahkan menyabotase lapangan udara bukan membunuh wali kota? Bahkan kita tidak diizinkan membunuh siapapun karena bisa menarik perhatian yang tidak perlu?” Selim berbisik ke telinga Hasyi dengan memutar tubuhnya ketika tangan dan kakinya diborgol.

“Aku memahami perasaanmu Hasyi, aku sudah menyelidikinya sendiri dan ternyata benar wali kota itu adalah dalang di balik euthanasia yang membunuh ratusan anak berkebutuhan khusus di dalam kamar beracun dengan sembunyi-sembunyi tanpa diketahui rakyat dan pihak kerajaan. Ia berusaha menjaga nama baiknya dengan bantuan rumah sakit tak bertanggung jawab untuk menekan jumlah anak berkebutuhan khusus yang masih hidup dan dapat mengkorupsi dana yang seharusnya dialokasikan untuk pendidikan dan fasilitas pembangunan sekolah anak-anak berkebutuhan khusus,” Lanza memotong pertanyaan Selim.

“Aku hanya berusaha memberikan kebebasan bagi kaumku seperti kupu-kupu api yang terbang bebas tanpa dibelenggu di dalam toples, aku ingin mereka bebas tanpa takut lagi dengan penguasa yang menyiksa mereka, kaumku juga kaummu, Lanza. Kaum anak autis dan anak-anak berkebutuhan khusus yang selalu tidak dianggap berharga sejak awal sejarah manusia. Aku tahu kau pasti merasa ditindas oleh orang-orang di sekitarmu, Lanza, tapi apakah kau tidak pernah memikirkan perasaan anak berkebutuhan khusus di luar sana yang tidak seberuntung kita? Banyak yang tewas di usia balita, dibunuh dengan di belenggu kebebasannya di dalam kamar gas beracun di mana nyawa mereka ditentukan gas beracun itu, ditentukan orang dewasa yang kejam, oleh negara, bahkan orang tuanya yang tak menginginkan keberadaannya di dunia ini?” gertak Hasyi dengan mata terpincing.

“SEHARUSNYA KAU ADA DI PIHAKKU! KAU HANYALAH ALAT BAGI KEPOLISIAN! KAU HANYALAH BUDAK KEKUASAAN! MENGAPA MESKIPUN KAU TIDAK MEMILIKI HAK UNTUK MENENTANGNYA, SETIDAKNYA DENGAN HATIMU KAU SEHARUSNYA MENENTANG KETIDAKADILAN YANG MEREKA LAKUKAN!!!” Hasyi berteriak meracau karena histeris hingga suaranya tidak jelas.

“Jika kau membunuh wali kota karena balas dendam pada mereka yang membunuh anak berkebutuhan khusus, lantas apa bedanya dengan wali kota yang baru kau bunuh? Dia kan sama saja denganmu yang membunuh nyawa orang lain, itukah yang kau maksud memberikan kebebasan bagi kaummu? Hanya dengan membunuh wali kota tak akan memberikan hasil apapun karena di luar sana masih banyak orang dewasa yang tak memikirkan perasaan kita, selain kebencian!” pertanyaan Lanza tak membutuhkan jawaban. Ia berbicara dengan tenang dan penuh keangkuhan.

Hati Lanza juga tergugat oleh nurani sama seperti Hasyi. Perang batin terus menggempur hatinya di satu sisi Lanza kuat pada pendiriannya jika pembunuhan adalah sebuah kejahatan, namun apa yang dilakukan Hasyi adalah sesuatu yang wajar. Dia memahami perasaan dan alasan Hasyi yang membunuh wali kota.

Hasyi dan Selim berusaha melepaskan semua borgol yang ada di tubuh mereka, meskipun sebagian borgol terutama di bagian kaki masih membelenggu mereka.

Hasyi tidak terima sedikitpun. Ia tak merasa bersalah telah melakukan apa yang menurutnya benar.

“Aku lupa kau adalah Aul, siluman serigala. Kau tak lebih dari seekor anjing yang selamanya akan menjadi budak tanpa bisa meraih kebebasan dan menentukan jalan hidupmu sendiri, berapa jumlah helai bulu di keledaimu? Anjing pintar yang setiap hari dipukul tanpa berani melawan sedikitpun pada majikannya? Majikanmu hanya menjadikan anjing sebagai tambal butuh!” seru Hasyi.

“Lalu apa bedanya denganmu? Kau hanyalah mesin. Mesin hanya dicari dan digunakan jika dibutuhkan. Kau juga selamanya akan dikendalikan orang lain, tak ada seorangpun yang peduli dengan perasaan mesin. Jika ada mesin yang lebih bagus dan baru, bukankah mesin lama akan dibuang  dan digantikan dengan mesin baru yang lebih berguna? Sama seperti anjing, mesin juga cerdas tapi tak punya akal, bagaimana mau bebas?” sergah Lanza.

“KAU BISA MENGATAKAN ITU DENGAN MUDAH KARENA KAU HANYA CARI SELAMAT LANZA. KAU TAK MEMIKIRKAN NASIB KAUMMU! YANG KAU PIKIRKAN HANYA NASIB KARIERMU SEBAGAI POLISI! MENGAPA KAU INGIN MENANGKAPKU HANYA KARENA AKU MEMBUNUH ORANG YANG MENINDASKU DAN KAUMKU? YANG MEMANG PANTAS MATI? BUKANKAH AKU BARU MEMBUNUH DUA NYAWA? SEDANGKAN WALI KOTA ITU TELAH MEMBUNUH RIBUAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS YANG TAK BERDOSA SEPERTIMU! TAPI TAK ADA YANG BERANI MENGKRITIKNYA SEDIKITPUN TERMASUK KAU KARENA WALI KOTA ITU PUNYA KEKUASAAN! NYAWA ORANG YANG PUNYA KEKUASAAN HARGANYA LEBIH MAHAL DARIPADA  NYAWA ORANG LEMAH SEPERTI ANAK-ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ITU! MEREKA MEMILIKI KEKUASAAN UNTUK MEMBUAT NYAWA MEREKA LEBIH DIHARGAI SIAPAPUN. ORANG LAIN HANYA MELIHAT SISI BAIK DARI ORANG YANG BERKUASA, SEDANGKAN MASYARAKAT CENDERUNG MELIHAT SISI BURUK ORANG-ORANG LEMAH. MENGAPA KAU TIDAK INGIN BEBAS DARI KEKUASAAN KOTOR YANG MEMBELUNGGUMU? KARENA UANG? KARENA KEHORMATAN,?” Hasyi berteriak-teriak sampai suaranya serak seperti orang gila yang kehilangan anaknya.

“Di mana perasaan senasib dan empatimu Lanza? Aku tak bosan mengulang kata-kataku. Kau adalah anak autis, tapi mengapa kau tidak peduli dengan nyawa anak autis yang senasib denganmu?” Hasyi memelankan suaranya. Ia merasa putus asa. Ia lebih marah pada dirinya sendiri daripada marah dengan Lanza.

“DIAMLAH HASYIIM!!! KAU TAK TAHU APAPUN TENTANG AKU!” Lanza kehabisan kesabaran, antara marah, sedih, dan kecewa, namun ia tak tahu siapa yang membuatnya kecewa ia mengarahkan seluruh personelnya untuk menghabisi Hasyi dan Selim di tempat malam itu juga.

Lanza sadar ia tak bisa mengalahkan Hasyi sendirian atau mengandalkan kekuatan fisiknya. Ia menyiapkan senjata rahasia berupa mobil polisinya yang sejak awal sudah diparkir di halaman yang memiliki pelat nomor digital berkata sandi dan telah dimodifikasi dengan izin khusus dari kantor kepolisian pusat kerajaan. Mobil polisi Lanza bisa berubah menjadi robot raksasa berbentuk gabungan keledai dan serigala yang menembakkan proyektil artileri meriam energi kuat yang dapat melenyapkan musuh di dekatnya. Seluruh tubuh robot mobil terutama bagian dada tertutup besi dengan atap kepala yang bisa dibuka tempat dan dicopot jika terjadi kerusakan. Lanza menaiki kokpit survival darurat  untuk kendaraan konvensional. Dilengkapi dengan mesin roket dengan sistem antarmuka, robot itu dikendalikan dengan tiga monitor tampilan panorama, joystick, dan kontrol ganda. Robot mobil polisi Lanza langsung bertarung melawan tubuh cyborg Hasyim. Mereka menghantam satu-sama lain dengan percikan api membakar tubuh keduanya. Mobil Lanza bekerja dengan cara yang sama dengan tubuh cyborg Hasyi.

Baku hantam yang melibatkan Selim juga dimulai. Siluman gargantuar raksasa yang membawa tiang listrik yang masih menyetrum sebagai senjatanya menyerang Selim. Namun dengan mudah Selim melumpuhkannya dengan suntikan yang ia bawa.

Lanza mengerahkan semua personelnya untuk meringkus Hasyi dan Selim. Ada siluman yang menembakkan kacang polong beku saat menyerang dari jari-jari mereka serta tanaman tambang kentang yang memberikan pukulan yang kuat, tetapi mereka membutuhkan waktu untuk mempersenjatai diri. Mereka menanam diri mereka di tanah sebelum mereka akan meledak saat bersentuhan. Hasyi mengubah tangannya menjadi meriam robot bola api besi ketika pelurunya habis Hasyi kembali menggunakan gergaji mesin giok lemuriannya dengan kekuatan barunya dari Putri Hasya. Hasyi dan Selim merobohkan satu per satu lawannya. 

“Mundurlah kalian semua jika kalian berhenti menyerang, kami berjanji akan menjinakkan semua ranjau yang ada di kediaman wali kota ini!” teriak Hasyi.

Lanza adalah polisi yang memiliki kemampuan analisis sangat baik namun karena autisme yang ia idap, ia sangat lemah dalam bertindak atau mengambil keputusan, hingga ia terpaksa menyerah oleh ancaman Hasyi karena autis yang ia idap memang lebih parah daripada Hasyi. Lanza memerintahkan personelnya untuk mundur meskipun bagi personelnya mundur bukanlah solusi yang terbaik.

“Hasyi kudengar siluman api khusus sepertimu memiliki kekuatan asura berupa kemampuan menghapus ingatan, hapuslah ingatan semua orang yang ada di kediaman ini! Aku akan meretas semua berkas komputer yang ada di kediaman ini untuk menghapus jejak kita, seperti yang kau ceritakan ketika Gengis Khan membunuh 2.000 orang pelayatnya dengan tentara Mongolnya agar pelayatnya tidak pernah menceritakan atau kembali lagi ke makam itu, agar makamnya tidak pernah ditemukan,” bisik Selim dengan sekujur tubuh yang gatal karena tak bisa menggaruk tubuhnya yang terikat rantai borgol.

“Aku tahu Selim, tapi Tuan Banaspati bilang siluman api khusus sepertiku hanya bisa menghapus ingatan setiap lima tahun sekali, aku hanya boleh menghapus ingatan di saat darurat.” Hasyi memang tidak mengetahui jika dia adalah siluman api yang memiliki darah keluarga kerajaan, namun Banaspati menyadarinya jika Hasyi bukan siluman api biasa.

“KAU PIKIR INI BUKAN SAAT DARURAT! HAH?!” Selim terus mendesak agar Hasyi menghapus pikiran semua orang di kediaman ini. Namun Hasyi adalah orang yang terlalu berhati-hati dalam melangkah.

Tanpa berpikir panjang Lanza menembak lengan Selim hingga darah mengucur deras dari lengan Selim. Lanza melakukan itu untuk mencegah Selim meledakkan kediaman wali kota dengan konsol kendali dinamit di tangannya.

“BIADAP KAU LANZA! KUPIKIR KITA SELAMA INI ADALAH TEMAN! MENGAPA KAU MENYAKITI TEMANKU?!” jerit Hasyi dengan air mata darah mengalir melihat lengan Selim berlumuran darah. Ia bergegas menyerang Lanza.

“KAU MEMANG TEMAN PERTAMAKU, TAPI KAU JUGA MUSUH TERAKHIR YANG AKAN KUBINASAKAN!!!” sebelah kaki Lanza tak bisa berjalan karena telah tersayat gergaji mesin milik Hasyi hingga berlumuran darah. Namun Lanza adalah orang yang pantang menyerah sambil merangkak, ia tetap berusaha menyerang Hasyi dengan pistolnya yang ternyata telah kehabisan amunisi.

Hasyi sebenarnya bisa saja langsung membunuh Lanza dengan laser panas dari eyeborg mata siluman apinya, namun ada sesuatu yang mengganjal di hati Hasyi yang menahannya untuk membunuh Lanza. Setelah berhasil melumpuhkan semua polisi, Hasyi dan Selim memutuskan untuk melarikan diri dengan menggunakan pakaian serdadu yang mereka curi tadi untuk menyamar dan pura-pura bertugas sebagai pasukan patroli udara. Mereka berlari menuju helikopter yang mendarat di halipad di lapangan udara di tengah kerusuhan yang mulai terjadi.

“JANGAN KABUR KALIAN, PAK LAKSAMANA MEREKA BERDUA BUKAN PASUKAN ANDA MEREKA PENYUSUP!!!” ujar Lanza mencoba berteriak, tapi justru suaranya terdengar lirih. Suaranya yang lemah tidak terdengar oleh siapapun.

Dengan lengan yang masih terluka, Selim mengemudikan helikopter di luar kediaman wali kota. Kantor-kantor pemerintahan dari bawah helikopter terlihat rusak parah. Penjarahan yang dilakukan warga yang panik tak bisa dihindari. Jalanan kota mulai dibakar warga yang anarkis.

Tak ada yang menyadari jika Hasyi dan Selim menyamar karena suasananya tak terkendali dan langit semakin gelap. Jadi laksamana memanggil semua pasukan angkatan udara yang masih tersisa tanpa menyadari jika salah satu pasukan yang ia pimpin adalah penyusup Tanduk Berlian.

Selim berhasil meretas dan menghapus jejak, seakan mereka belum pernah menginjakkan kaki di kediaman wali kota. Tak ada berkas atau catatan tersisa yang membuktikan kehadiran mereka. Bahkan Hasyi berhasil menghapus ingatan semua orang yang ada di kediaman itu dan membuat mereka lupa seakan Hasyi belum pernah mendatangi kediaman wali kota.

Dengan darah yang diberikan Putri Hasya sekarang Hasyi semakin mempertajam kemampuannya mengendalikan pikiran orang hingga menghapus ingatan. Meskipun Hasyi tidak berani menggunakan kekuatannya sembarangan apalagi menghapus ingatan orang demi keuntungannya sendiri, kecuali jika terpaksa.

Hasyi tidak menghapus ingatan Lanza untuk memberikannya kebebasan, apakah ingin tetap berusaha menangkap Hasyi atau tidak. Lagipula Hasyi memang tidak dapat menghapus ingatan sesama anak autis.

Sebenarnya karena Lanza satu-satunya yang masih mengingat jika Hasyi-lah pembunuh wali kota, dia bisa saja kembali menangkap Hasyi. Namun Hasyi sepertinya bisa menarik napas lega dalam beberapa minggu. Lanza tentu akan dirawat di rumah sakit karena ia sudah terluka terlalu parah dan tak memiliki waktu untuk menangkap Hasyi.

Tak hanya itu, gedungnya sudah hangus terbakar, barang bukti akan sangat sulit ditemukan, selain karena semua orang lupa dengan apa yang terjadi dengan wali kota. Hasyi memberi ingatan palsu jika wali kota tewas bunuh diri. Lagipula sidik jari Hasyi tak akan ditemukan karena Hasyi tidak terlibat langsung dengan pembunuhan itu, melainkan ia mengendalikan pikiran ajudan wali kota. Siapa pun bisa saja mengendalikan pikiran, polisi bisa saja memeriksa siapakah yang mengendalikan pikiran ajudan wali kota dengan peralatan khusus. Namun, mereka tak bisa memeriksa pikiran ajudan wali kota karena ajudan wali kota telah mati.

 

***

Rumeli Hisari yang merupakan kota terbuka telah diduduki oleh pasukan pemberontak dari korps perintis. Ribuan kapal udara Zeppelin dari kedua belah pihak terbang di atas langit kota memicu kepanikan banyak pengendara di bawahnya. Orang- orang di tengah jalan besar meninggalkan mobilnya saat kemacetan atau lampu merah. Ada juga yang berlari sambil menggendong anaknya.

Nyawa mereka jauh lebih penting daripada harta apapun termasuk mobil, begitu mereka menyadari Zeppelin di kepala mereka dapat menjatuhkan bom listrik kapan saja. Pihak kerajaan maupun pemberontak saling menyerang satu-sama lain dengan tembakan listrik dan memborbardir gedung-gedung kota dengan gas-gas beracun berwarna hijau. Bangkai kapal Zeppelin berguguran di mana-mana, menghantam dan membakar gedung-gedung perkantoran kota.

Awalnya pasukan kerajaan kewalahan menghadapi Tanduk Berlian yang telah menyabotase lapangan udara di kediaman wali kota. Namun seperti biasa, kekuatan tempur pasukan kerajaan masih lebih unggul daripada Tanduk Berlian hingga membuat kapal Zeppelin Tanduk Berlian kocar-kacir. Zeppelin para pemberontak membalikkan arah menjauh dari ibu kota ketika menyadari sudah kalah jumlah. Koordinasi yang lemah dari pilot yang kurang berpengalaman mengakibatkan kapal Zeppelin Tanduk Berlian hancur dengan sia-sia. Namun usaha melarikan diri itu juga sia-sia, banyak kapal Zeppelin  yang akhirnya ditembak jatuh dan mengakibatkan lebih banyak korban jiwa di pihak Tanduk Berlian.

Keadaan kota berangsur-angsur kondusif dengan kemajuan teknologi yang dimiliki manusia saat ini. Padahal beberapa jam sebelumnya kota dipenuhi kekacauan dan kerusakan. Kini jalan bisa dinikmati lagi oleh pengguna kendaraan bermotor. Meskipun raja tak memedulikan fasilitas, namun masih banyak petinggi negara yang memerhatikannya.

Walau dipukul mundur, tetapi Tanduk Berlian tidak pulang dengan tangan hampa setelah menyisir dengan teliti semua wilayah untuk mendeteksi jebakan ranjau darat yang ditinggalkan pasukan kerajaan. Pemberontak mulai menyusup ke instalasi militer.

Di gudang senjata, pemberontak menemukan banyak meriam layak guna dan peluru beserta persediaan logistik. Pemberontak tak perlu lagi mendaratkan meriam yang berlabuh di teluk dan bisa kembali memborbardir kota pada malam hari dengan meriam yang mereka temukan. Mereka melumpuhkan pasukan Janissary menggunakan alat peledak hingga tanah dan gudang senjata itu menjadi kawah panas.

 

***

“Aku menantangmu bertarung lagi!” tantang Putri Hasya. Hasyi adalah teman latihan terbaik Putri Hasya. Kemampuan bertarung Hasyi telah meningkat tajam sejak ia mendapatkan darah Putri Hasya. Ia selalu dipaksa bertarung oleh Putri Hasya sambil tetap mengerjakan tugasnya sebagai pelayan istana. Awalnya, Hasyi tidak suka terus melawan majikannya sendiri, namun lama-kelamaan mereka malah menjadi semakin dekat. Putri Hasya bertarung melawan Hasyi hanya sekadar untuk bersenang-senang.

“Entah perasaanku saja atau kau memang lebih tampan daripada biasanya,” puji Putri Hasya. Hasyi tersipu, baru kali ini ada gadis remaja seusianya yang memujinya seperti itu. Terakhir kali ia pernah juga dipuji oleh Anita.

“Terima kasih,” jawab Hasyi yang terlihat karismatik sambil membungkuk. Kini Hasyi lebih sopan dibandingkan ketika ia pertama kali menjadi pelayan istana.

Penampilan Hasyi sudah jauh berbeda jika dibanding sejak pertama kali ia melamar menjadi pelayan istana. Sikap dan wajahnya yang polos dan culun sangat jarang terlihat lagi. Wajahnya tak seimut dulu. Kini ia memang terlihat jauh lebih tampan. Sorot matanya semakin tajam dan cermat. Pupil matanya menawan tapi sangat mencekam, irisnya merah dengan pupil di tengahnya melebar dengan sangat tenang. Ia juga lebih pendiam. Suaranya lebih berat dan tegas.

Satu-satunya penyebab Hasyi mengalami banyak perubahan adalah seluruh pengalaman hidup dan semua penderitaan yang ia alami sejak kematian ibunya.  Kondisi ini pula yang membuat rambutnya semakin hitam-kemerahan tebal dan lebat.

Meskipun autis yang diidap Hasyi sedikit lebih parah daripada Selim, namun karena Hasyi selalu bergaul dengan Hasya yang merupakan putri siluman licik, ciri autisme Hasyi sudah sangat jarang terlihat. Sikapnya yang lugu seperti anak autis dan mudah ditipu karena kurang memahami situasi berangsur berkurang. Dibandingkan Selim dan Lanza yang mengalami autisme, Hasyi sudah banyak mencontoh Hasya bagamaimana cara mengendalikan emosi. Hasyi juga sudah tidak mudah memercayai perkataan orang lain.

Saat Hasyi dan Putri Hasya sedang asik berkelahi dengan seluruh kekuatan mereka, tiba-tiba terdengar suara teriakan keras Raja Ghaozon yang terdengar seperti kehabisan napas. Hasyi dan Putri Hasya seketika menghentikan pertarungan dan langsung berlari serentak menghampiri kamar Sang Raja.  Hasyi dan Putri Hasya merasa sesuatu yang buruk akan terjadi.

Raja terdengar berdehem hebat, tangannya melambai lemah meminta Hasyi dan Hasya mendekati tempat tidurnya. Tubuhnya lemas terkulai memucat karena penyakit yang tidak diketahui. Sang Raja melihat wajah si kembar remaja yang panik melihat keadaannya dengan meneteskan air mata. Ia merasa bersalah telah memisahkan kedua anak kembarnya. Dengan wajah yang dipenuhi air mata, Hasyi hendak memanggil dokter istana, tetapi Raja mencegahnya karena tampaknya penyakitnya sama-sekali tidak bisa disembuhkan.

Raja Ghaozon menyadari, ia harus menerima kenyataan tak akan lama lagi meninggalkan dunia ini. Raja yang merupakan siluman Asura bisa merasakan hidupnya hanya akan bertahan sekitar satu jam lagi. Kalaupun ada dokter yang bersusah payah menyelamatkan nyawa Raja, kemungkinan ia tetap akan mati dalam waktu 24 jam.  

Sebelum Raja Ghaozon menghembuskan napas terakhir, ia tak ingin menyembunyikan sebuah rahasia penting lebih lama lagi. Sebuah rahasia yang menjadi dosa dan beban hidupnya selama ini.

“Ha-ha-syi, Ha-asya, anakku!” Sang Raja merintih dengan payah. Suara serak disertai dehem yang semakin keras. Ini pertama kalinya Raja memanggil Hasyi sebagai anaknya. Hasya terperanjat seketika sambil memandangi wajah Hasyi.

“Maafkan Ayah sudah memisahkan kalian berdua! Ukh…ukkh…Hasyi kau adalah anak kandungku,” mata Raja berkaca-kaca hingga membasahi janggut bundarnya. Mata kedua anak kembarnya turut berkaca-kaca.

Raja berusaha meraih buku hariannya di samping ranjang dan lalu menyerahkannya ke tangan Hasyi.  Ia mengelus rambut kedua anak kembarnya dengan tangan pucatnya yang sudah berkeriput.

Tangan Raja lalu menepuk dan mengelus pundak Hasyi, ”Buku ini adalah semua rahasia hidupmu yang selama ini aku sembunyikan. Maafkan Ayahmu ini yang mengira jika dirimu dirasuki roh jahat ketika kau dilahirkan, tapi jika seandainya kau dilahirkan dengan ditunggangi roh jahat, kau tidak akan ditakdirkan memiliki kesempatan untuk bersama lagi dengan Hasya seperti saat ini, tapi nyatanya kini kalian berdua bisa saling akrab, meskipun sudah belasan tahun berpisah. Kalian sudah ditakdirkan bersama untuk mengisi satu-sama lain…” Raja kian terlentang lemah di tempat tidurnya.

Di buku harian Raja Ghaozon tertulis jika Hasyi adalah anak kandung Sang Raja dan dulu ia dibuang karena Raja mengira Hasyi dirasuki roh jahat. Padahal Hasyi hanya mengalami autisme.

Mata Hasyi dan Hasya berkeliling mengikuti halaman buku yang mereka bolak-balik. Hasya langsung memeluk kakak kembarnya erat-erat, seakan tak ingin kehilangannya lagi. Hasya meneteskan air matanya sampai membasahi halaman buku harian. Mata Hasyi pun meneteskan air mata darah, seolah berharap semua yang terjadi hanyalah imajinasinya yang tak nyata.

“Tidak! Itu tidak benar, Anda bukan ayah saya paduka! Ayah saya sudah meninggal sejak saya masih bayi, ini semua bohong! Bohong!” Hasyi mengeraskan suaranya. Ia hampir membenturkan kepalanya ke tembok. ”Semua ini tidak nyata!!!”

“Apakah ibumu pernah menceritakan sesuatu tentang ayahmu atau setidaknya kau tahu nama ayah kandungmu?” Raja tertawa tipis disertai bunyi dehemannya yang semakin serak dan lemah.

Hasyi tak berkutik. Ia terlihat tidak bisa menjawab satupun pertanyaan Raja karena ibunya selalu mengalihkan pembicaraan ketika ia menanyakan keberadaan ayahnya. ”Kalau kau saja tidak tahu nama ayahmu, bagaimana mungkin kau tahu jika ayahmu sudah mati?” Raja lalu meminta Hasyi kembali mendekat dan memeluk Hasyi dengan tubuhnya yang semakin terlihat kurus dan pucat.

“Sesuai ramalan, kau tetap akan menghancurkan kerajaan ini di usiamu yang ke-18 tahun, Nak, itu takdirmu. Aku tidak bisa menghalanginya, kau bebas menentukan pilihanmu, sekali lagi. Itu lebih baik daripada kerajaan ini direbut orang lain. Takdir tak bisa dihentikan dan tak bisa dinodai…” kata-kata terakhir Sang Raja menghanyutkan jiwa Hasyi, meskipun Hasyi belum memahami apa maksudnya.

Biar bagaimanapun Raja Ghaozon membunuh perdana menterinya, Pasha Bey, karena merasa dijadikan raja boneka oleh Pasha Bey yang memiliki lebih banyak pendukung di kalangan rakyat. Meskipun dalam beberapa hal, Pasha Bey memang lebih memikirkan kebijakan yang memihak rakyat.

Pasha Bey adalah perdana menteri yang sangat berambisi menjadikan anak-anaknya penerus takhta yang memiliki kekuasaan penuh atas negeri dua benua ini. Hingga sewaktu Hasyi masih kecil, Pasha Bey berusaha menyingkirkan Hasyi dari istana karena Hasyi adalah anak laki-laki pertama raja yang memiliki kesempatan untuk menjadi penerus takhta. Ia menghasut Sang Raja jika Hasyi kerasukan roh jahat dan harus dibunuh. Ia juga berusaha menjodohkan anak-anaknya dengan Putri Hasya, meskipun Hasya merasa belum cukup umur dan selalu menangis setiap kali dijodohkan oleh ayahnya.

Raja Ghaozon yang paham gelagat Pasha Bey, bersusah payah mendapatkan pengaruhnya secara utuh di kerajaan ini. Ia lalu diam-diam berniat membunuh Pasha Bey, namun karena Sang Raja adalah pemimpin yang terlihat lemah dan tidak efektif, banyak rakyatnya yang berbalik memberontak.

“Lakukan sesuka kalian. Itulah yang aku inginkan, aku tak tahu harus berbuat apa," itulah kalimat yang biasa terlontar dari mulut Sang Raja saat putus asa mengambil keputusan.

Mendengar hal itu, para pejabat pemerintah tidak dapat menahan senyum senang. Raja naik takhta di usia yang sangat muda, yaitu usia 17 tahun, sehingga dulu ia kurang dewasa untuk memimpin kerajaan dan selalu dimanfaatkan oleh orang-orang di sekitarnya. Namun ketika semakin tua, rasa haus kekuasaannya mulai timbul. Ia tak suka lagi diatur-atur oleh perdana menterinya yang sudah menjabat sejak masa pemerintahan ayahnya. Ayah Sang Raja selalu menasihatinya untuk mendengarkan saran Pasha Bey.

“Satu lagi, maaf dulu Ayah sudah memberikanmu wikara berupa telinga kelinci dengan maksud mempermalukanmu. Kini saatnya Ayah mencabut wikara telinga kelinci itu,” ujar Sang Raja yang suaranya makin melemah.

 “TIDAK USAH, JANGAN! Saya suka telinga kelinci ini, Putri Hasya saja suka dengan telinga kelinci saya, meskipun telinga ini terkadang merepotkan dan membuat saya malu, tetapi telinga kelinci ini selalu membuat saya mudah mengingat arah jalan dan membuat saya tidak pernah sekalipun tersesat,” kata Hasyi tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

 “Ba-ik-lah, Nak…se-ka-li la-gi, ma-af-kan, A-yah-mu i-ni…” kata-kata Raja Ghoazon terputus. Ajal sudah menjemputnya. Ia menghembuskan napas terakhirnya dengan senyuman. Dalam beberapa detik suasana kamar itu hening, sampai akhirnya tangan kanan raja terkulai menjulur ke lantai.

Suasana seketika senyap beberapa saat. Sampai kemudian Hasya berteriak histeris dalam posisi memeluk ayahnya yang sudah tiada. Ia merasa jiwanya kini hancur tak tersisa. Hasya terus menangis, sedangkan Hasyi memutuskan keluar kamar dan menutup pintu perlahan-lahan.

Ketika langkahnya pada tangga istana yang mewah dengan karpet merahnya sudah habis, tiba-tiba orang yang tak asing bagi Hasyi muncul. Azra berdiri bersandar di pilar tangga. Hasyi menyadari gadis di hadapannya akan melakukan sesuatu yang buruk.

“Sebenarnya aku sudah lama ingin membalaskan dendamku pada Hasya. Hanya saja aku menunggu saat yang tepat untuk menghabisi Sang Raja terlebih dahulu seperti saat ini, ketika pemberontakan terjadi di mana-di mana, ketika kesehatannya menurun karena semakin tua. Ini membuatku semakin mudah membunuhnya,” desis Azra mengasah dan menodongkan pedang emasnya pada Hasyi.

“Kudengar Raja sudah mati! Ha-ha-ha… karena memang akulah yang selalu menyebarkan virus dan gas beracun kecil dari pohon siluman boneka di dalam tubuhku di kamarnya. Tenanglah, kau tidak akan mati terkena virus itu. Virus itu hanya membunuh orang yang usianya di atas 40 tahun. Sekarang racunilah Putri Hasya, hei pelayan! Dan jika aku menjadi ratu, akan kuberikan pangkat yang tinggi di kerajaan ini padamu!” Azra menawari Hasyi sambil tersenyum licik.

Azra memberikan Hasyi sebuah kancing dan benang. Ia meminta Hasyi menjahit dan mengganti mata normalnya menjadi mata kancing dan membuat Hasyi terlihat seperti boneka sebagai bukti kesetiaan menjadi pengikut Azra. Azra juga berniat memaksa seluruh rakyat menjahit mata aslinya dengan mata kancing dan membuat mereka menjadi boneka budak Azra, meskipun sangat mustahil mengendalikan dan menundukkan rakyat yang sudah siap meruntuhkan kerajaan kapan saja.

“Maaf aku tidak tertarik membunuh Putri Hasya,” tukas Hasyi berusaha melangkah dengan pelan. Ia mencoba meninggalkan Azra. Ia kecewa ternyata Azra adalah seorang kakak sepupu yang sangat ambisius dan kejam pada saudara kembarnya.

Hasyi tak menyangka, saudara sepupu yang selama ini melatih Hasya bertarung dan sangat ramah, akrab, serta terlihat sayang dari luar kepada Hasya, dapat menjadi sejahat itu karena ambisinya.

“Dasar autis!” Azra bersungut, kalimatnya membuat hati Hasyi berdesir.

“Tidak semua anak autis itu bodoh!” jawab Hasyi spontan, meskipun sebenarnya Azra sama-sekali tak membenci anak autis.

“Memang aku tidak menghina anak autis itu bodoh, aku menghinamu karena semua orang yang menolak perintahku adalah orang rendahan!” mulut Azra mengeluarkan embun dingin sambil menghunus pedang emasnya. Ia berniat menghabisi semua orang yang menghalangi jalannya.

“Azra kau sama-sekali tak berpikir panjang, kalaupun kau membunuh Hasya dan berhasil naik takhta, kau hanya akan berkuasa paling lama sebulan, sebelum kau dikudeta oleh rakyat yang marah! Kau tak akan bisa menarik simpati rakyat yang sudah muak pada rezim monarki, siapapun ratu yang memimpin mereka!” tukas Hasyi pada putri siluman boneka itu.

Hasyi tak kuasa menahan amarahnya. Jantung api dan jiwanya meledak-ledak. Kenyataan yang disampaikan Sang Raja sebelum wafat membuatnya begitu gusar. Rasanya ia ingin menyerang siapapun. Ketika jantung apinya menyeruak tanpa batas, di belakangnya Azra sudah mengayunkan pedang emasnya dan mencoba menebas leher Hasyi. Dengan kepalan tangannya yang kuat, Hasyi berhasil mematahkan pedang emas Azra.

Seketika Azra terperanjat. Ia tak menyangka pedang emas terkuatnya telah dipatahkan Hasyi. Kesatria wanita terhebat di Miggleland itu menjerit ketakutan. Ia berusaha melarikan diri.

Entah apa yang terjadi, namun ketika membuka mata Hasyi menyadari jika tangannya dipenuhi darah dari tubuh Azra. Tanpa sadar mulutnya pun dipenuhi daging lembab berlumuran darah. Hasyi tak bisa mengendalikan nafsu dan nalurinya sebagai manusia setengah siluman ketika mengetahui Azra hendak membunuh Hasya.

Hasyi sudah menganggap Hasya orang yang paling ia sayangi di dunia ini. Hasyi sangat menyayangi Hasya dengan tulus, mungkin karena nalurinya sebagai kakak laki-laki. Begitupun dengan Azra. Hasyi juga menyayangi Azra dan berharap mereka bertiga bisa hidup bersama dan bahagia sebagai saudara. Namun takdir telah mempermainkan mereka.

“Maaf apakah aku melukai mu? Kau tak akan mati kan?!” teriak Hasyi dengan wajah sangat menyesal. Ia bergegas berlari menghampiri Azra yang terpental di lantai dengan tubuh dipenuhi darah.

Dulu, Hasyi menggangap semua orang di sekitarnya yang memiliki darah siluman sangat menakutkan. Ia menggangap mereka monster yang siap menyakitinya kapan saja. Namun kini Hasyi menyadari jika dirinya adalah salah satu dari para siluman itu ketika ia mulai menyakiti saudaranya sendiri, terutama ketika satu taring yang sangat tajam tumbuh di rahang atas mulutnya.

“Ti-dak i-ni bu-kan sa-lah-mu. Ka-u dan a-ku i-ba-rat du-a o-rang kesa-tria. Kesa-tria ti-dak ber-hak me-min-ta ma-af a-tas ke-ka-lah-an mu-suh-nya. Me-mang tak-dir-ku se-per-ti i-ni se-jak di-la-hir-kan, hi-dup ke-se-pia-an tan-pa se-o-rang-pun me-me-du-li-kan pe-ra-sa-an-ku…” suara Azra bergetar di antara tangisan lirihnya.

Hasyi merasa dihadapkan pada mimpi buruk di depan mata. Ia terkulai lemas. Seketika ia berlutut di hadapan tubuh Azra.

“Se-la-mat ting-gal, a-dik se-pu-pu-ku, Ha-syi…” bisik Azra.

“Bagaimana kau tahu, aku adik sepupumu?” Hasyi mulai terisak.

“A-ku su-dah men-de-ngar-nya da-ri Ra-ja….” suara Azra terdengar amat lirih seperti berbisik. Tak ada lagi kata-kata yang keluar dari mulutnya. Tubuhnya membeku.

 “MAAFKAN AKU, MAAFKAN AKU!!!” Hasyi merintih setengah merangkak di atas mayat Azra yang berlumuran darah.

Hasyi selama ini percaya, membunuh manusia lain ataupun membunuh diri sendiri bukanlah kecenderungan alamiah manusia. Karena manusia mempunyai kecenderungan ingin hidup dan memelihara kehidupan. Tapi semua kepercayaan itu kini luruh di tangannya sendiri.

 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama