Sinopsis: 

Perjalanan Suzume dimulai di sebuah kota yang tenang di Kyushu (terletak di Barat daya Jepang) ketika dia bertemu dengan seorang pria muda yang mengatakan kepadanya, "Saya sedang mencari pintu." Apa yang Suzume temukan adalah satu pintu lapuk yang berdiri tegak di tengah reruntuhan seolah terlindung dari malapetaka apa pun yang melanda. Tampaknya ditarik oleh kekuatannya, Suzume meraih kenopnya... Pintu-pintu itu mulai terbuka satu demi satu di seluruh Jepang, melepaskan kehancuran pada siapa pun yang berada di dekatnya. Suzume harus menutup portal ini untuk mencegah bencana lebih lanjut.

Review:

Beberapa bulan lalu, saya menonton film Suzume no Tojimari dan memberikan rating 9,6 dari sepuluh. Film ini memiliki kualitas yang meningkat dibandingkan dengan karya sebelumnya, film ini menggabungkan fantasi, realisme magis, kisah cinta, dan bencana alam. Karya ini sangat menyentuh hati saya, bahkan sampai membuat saya menangis saat keluar dari bioskop setelah melihat adegan Suzume bertemu dengan dirinya yang masih kecil dan berdamai dengan trauma masa kecilnya. Cerita Suzume kali ini memang berat, mengisahkan seorang anak korban bencana alam gempa bumi tahun 2011 yang berusaha berdamai dengan kehilangan masa kecilnya, termasuk kehilangan ibunya, yang disebabkan oleh bencana alam di luar kendalinya.

Di film ini, ada satu mantra yang selalu membuat saya meneteskan air mata dan merenung, mantra itu mengatakan bahwa sungai-sungai dan takdir mereka ditentukan dan dikuasai oleh dewa, tetapi manusia terlalu sombong. Kita harus mengembalikan sungai dan kesombongan itu agar mendapatkan pengampunan dari dewa.

Karya-karya Makoto Shinkai sering kali dianggap sentimental, romantis, dan penuh dengan penggambaran keindahan alam yang menakjubkan. Namun, di balik keindahan tersebut, karya-karya Makoto Shinkai juga menghadirkan konflik dan kesedihan yang mendalam dalam hubungan antarpribadi atau hubungan manusia dengan alam.

Film ini tidak terlalu "bucin" seperti dua film sebelumnya, namun memiliki makna yang dalam tentang seorang korban bencana alam yang berjuang melawan trauma masa kecilnya. Saat Suzume bertemu dengan dirinya yang masih kecil, saya bahkan menangis tersedu-sedu di dalam bioskop. Namun, film ini memiliki kekurangan.

Salah satu kekurangan film ini adalah minimnya adegan romantis dan terasa tidak logis. Sebenarnya, sulit dipercaya bahwa seseorang bisa langsung jatuh cinta hanya setelah pertemuan pertama dan rela mengorbankan hidupnya. Menurut pendapat saya, cerita film ini sebenarnya tidak terlalu fokus pada aspek tersebut.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan rasa sedih dan kekosongan pada penonton dalam karya-karya Makoto Shinkai adalah:

1. Karakter yang kompleks dan realistis: Karakter-karakter dalam karya-karya Makoto Shinkai sering kali memiliki latar belakang yang kompleks dan realistis, dengan dilema dan konflik emosional yang mendalam. Hal ini bisa membuat penonton merasa terhubung dengan karakter dan merasakan emosi yang sama.

2. Tema kesepian: Tema kesepian sering kali terasa kuat dalam karya-karya Makoto Shinkai, di mana karakter-karakter sering kali merasa sendirian atau terasing dari lingkungan sekitarnya. Hal ini dapat memicu rasa sedih dan kekosongan pada penonton.

3. Penggambaran keindahan alam yang menakjubkan: Meskipun karya-karya Makoto Shinkai sering kali menghadirkan konflik dan kesedihan, penggambaran keindahan alam yang menakjubkan di dalamnya dapat membuat penonton terkesan dan terpukau. Namun, keindahan alam yang ditampilkan sering kali dikontras dengan kesepian atau kesedihan karakter, yang dapat membuat penonton merasa sedih atau kosong setelah menontonnya.

4. Musik dan visual yang mendukung emosi: Musik dan visual yang digunakan dalam karya-karya Makoto Shinkai sering kali mendukung emosi yang ditampilkan dalam cerita. Musik yang melankolis dan visual yang menakjubkan dapat memperkuat kesan yang ditimbulkan oleh karya tersebut dan membuat penonton merasa sedih atau kosong.

Namun, perlu diingat bahwa setiap orang memiliki respons emosional yang berbeda terhadap karya-karya Makoto Shinkai atau karya seni lainnya. Beberapa orang mungkin merasa terinspirasi atau terhibur oleh karya-karya tersebut, sementara yang lain merasa sedih atau kosong. Hal ini tergantung pada preferensi pribadi dan pengalaman hidup masing-masing.

Damar Pratama Yuwanto

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama