John Broadus Watson.

John Broadus Watson (lahir di Greenville pada 9 Januari 1878 dan meninggal pada 25 September 1958) adalah seorang psikolog asal Amerika Serikat. Watson mempromosikan perubahan dalam bidang psikologi melalui karyanya yang berjudul "Psychology as the Behaviorist Views It," yang dipresentasikan di Universitas Columbia pada tahun 1913. 

Dalam karyanya, ia menyatakan bahwa perilaku manusia dapat dijelaskan melalui reaksi fisiologis terhadap rangsangan atau stimulus. Pendekatan ini menolak konsep tentang kesadaran dan alam bawah sadar dalam aktivitas mental manusia. Watson juga menjabat sebagai profesor dan direktur laboratorium psikologi di Universitas Johns Hopkins dari tahun 1908 hingga 1920.

John B. Watson menolak untuk meneliti "hakikat jiwa" karena dia ingin menjadikan psikologi sebagai ilmu yang lebih objektif dan ilmiah. Ada beberapa alasan utama mengapa Watson mengambil pendekatan ini:

1. Subjektivitas dan Ketidakobjektifan: 

Watson percaya bahwa konsep "jiwa" atau kesadaran subjektif sulit untuk diukur dan dianalisis secara ilmiah. Dia menganggap bahwa psikologi sebagai ilmu harus berfokus pada perilaku yang dapat diamati secara langsung dan diukur dengan objektif.

2. Fokus pada Perilaku:

Sebagai pendiri behaviorisme, Watson memusatkan perhatiannya pada studi tentang perilaku yang dapat diamati dan diukur, serta faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Dia percaya bahwa perilaku ini dapat dijelaskan dan diprediksi tanpa perlu merujuk pada entitas seperti "jiwa" atau kesadaran.

3. Metode Eksperimental: 

Watson menekankan penggunaan metode eksperimental dalam psikologi, di mana variabel-variabel yang mempengaruhi perilaku dapat dimanipulasi dan efeknya diukur secara sistematis. Pendekatan ini memungkinkannya untuk membangun teori-teori yang lebih kuat secara ilmiah daripada spekulasi tentang hakikat jiwa.

4. Kritik terhadap Psikologi Introspektif:

Watson juga mengkritik pendekatan introspektif dalam psikologi yang umum pada zamannya, di mana para peneliti mencoba memahami proses mental dan kesadaran subjektif melalui refleksi diri. Baginya, pendekatan ini tidak memadai untuk menjadikan psikologi sebagai ilmu yang lebih objektif dan prediktif.

Dengan menolak untuk meneliti "hakikat jiwa", Watson berusaha untuk membentuk psikologi sebagai ilmu yang lebih ilmiah, berdasarkan pengamatan langsung dan eksperimen, serta penelitian terhadap perilaku yang dapat diamati dan diukur secara objektif. Pendekatannya ini membuka jalan bagi perkembangan behaviorisme sebagai salah satu pendekatan dominan dalam psikologi pada abad ke-20.

Tetapi, Eksperimen Little Albert yang dilakukan oleh John B. Watson bersama dengan Rosalie Rayner pada tahun 1920 dianggap tidak etis oleh standar etika penelitian saat ini. Beberapa alasan mengapa eksperimen ini dianggap tidak etis meliputi:

1. Kurangnya Persetujuan Informed: 

Tidak ada bukti bahwa ibu Little Albert memberikan persetujuan yang terinformasi untuk partisipasi anaknya dalam eksperimen tersebut. Ini adalah pelanggaran besar terhadap etika penelitian modern, yang memerlukan persetujuan dari subjek atau wali mereka setelah mereka diberi informasi lengkap tentang tujuan dan prosedur eksperimen.

Little Albert adalah nama samaran untuk seorang bayi laki-laki yang dikenal dalam literatur psikologi sebagai subjek dari eksperimen klasik yang dilakukan oleh Watson dan Rosalie Rayner pada tahun 1920. Identitas sebenarnya dari Little Albert tidak diketahui dengan pasti karena Watson dan Rayner tidak mengungkapkan nama asli atau identitas lengkap dari subjek tersebut dalam publikasi mereka.

Eksperimen ini tercatat sebagai salah satu yang kontroversial dalam sejarah psikologi karena berbagai pelanggaran terhadap standar etika penelitian yang diakui saat ini, terutama dalam hal persetujuan informasi dan perlindungan terhadap subjek yang rentan seperti anak-anak.

2. Menyebabkan Distress:

Eksperimen ini melibatkan memicu rasa takut pada bayi berusia 9 bulan dengan membuatnya terpapar pada suara keras dan benda-benda yang awalnya netral, seperti tikus putih. Watson dan Rayner mengkondisikan Albert untuk menjadi takut terhadap tikus dan benda-benda berbulu lainnya, yang menyebabkan distress emosional yang signifikan pada anak tersebut.

3. Kurangnya Follow-up dan Dekondisioning: 

Setelah eksperimen selesai, tidak ada upaya yang dilaporkan untuk membantu Little Albert mengatasi rasa takut yang telah dikondisikan. Ini meninggalkan Albert dengan kemungkinan trauma yang tidak terselesaikan.

4. Subjek Rentan: 

Eksperimen ini dilakukan pada seorang bayi, yang merupakan subjek yang sangat rentan dan tidak mampu memberikan persetujuan atau menolak partisipasi.

Dalam konteks saat ini, eksperimen seperti ini akan melanggar banyak pedoman etika yang dirancang untuk melindungi kesejahteraan dan hak-hak peserta penelitian, khususnya mereka yang rentan seperti anak-anak.

.(Damar Pratama Yuwanto/berbagai sumber)


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama